04

2 0 0
                                    

‧͙⁺˚・༓☾ ☽༓・˚⁺‧͙


Hal pertama yang menarik perhatiannya adalah rambut peraknya. Mata emasnya bersinar terang, dan fitur wajahnya yang elegan selaras dalam kecantikan yang menakjubkan.

"Oh, Erdian!"

Para pendeta menundukkan kepala hingga ke lantai, wajah mereka dipenuhi rasa kagum, sambil menggumamkan namanya. Seo Woohyun bingung. Itu adalah pemandangan yang mungkin diharapkan dari orang-orang yang menyaksikan turunnya dewa.

'Apakah dia benar-benar dewa?'

Seo Woohyun tidak pernah sekalipun benar-benar percaya akan keberadaan Dewa.

Selain memohon pertolongan ilahi saat mengalami kelumpuhan tidur saat masih anak-anak, dia tidak pernah mencari Dewa.

Bagaimana makhluk tak terlihat bisa melakukan sesuatu? Dia tidak pernah percaya pada konsep abstrak tentang Dewa, tidak satu kali pun.

Sudah cukup sulit untuk mencari nafkah, dan pembicaraan tentang Dewa dan agama hanyalah omong kosong belaka. Berdoa kepada dewa tidak akan mengurangi beban pekerjaan yang menantinya besok.

'Jika ada Dewa yang dapat meringankan beban pekerjaanku, mungkin aku akan mempercayainya...'

Seo Woohyun terkekeh sendiri sembari menatap dewa yang muncul di hadapannya.

Wajahnya masih tetap cantik tak terbantahkan, suatu pemandangan yang dapat membuat orang terpesona. Dia tidak dapat menyangkalnya.

Tetapi cara sang dewa menyilangkan lengannya dan membungkuk untuk memandanginya membuatnya semakin menjengkelkan. Tidak ada seorang pun yang berhak menyeret seseorang ke tempat seperti ini hanya karena mereka sangat tampan dan memiliki fisik yang sempurna.

"Ada sesuatu yang harus aku bicarakan secara pribadi. Kalian semua, pergilah."

Erdian berbicara dengan suara rendah, meninggalkan para pendeta yang bersujud di lantai. Bahkan di tengah keributan itu, para pendeta, yang tak kuasa menahan diri untuk tidak melihat turunnya sang dewa, dengan cepat mengucapkan selamat tinggal kepada Erdian dan meninggalkan ruangan itu dengan tertib.

"Ya, Lord Erdian. Jika Anda butuh sesuatu, silakan hubungi kami. Kami akan tetap di dekat sini."

"Baiklah."

Ruangan itu tiba-tiba menjadi sunyi. Seo Woohyun mendapati dirinya sendirian dengan sosok yang baru saja memberitahunya bahwa ia telah meninggal dan entah bagaimana menjadi orang suci. Ketegangannya meningkat drastis.

"Uh, Tuan Erdian?"

Sebutan kehormatan yang canggung diucapkannya beberapa saat kemudian. Dia ingin mempercayai ini semua mimpi, tetapi indranya terlalu jelas.

Dia belum pernah mengalami mimpi sejelas itu. Semakin ia memikirkan tentang gagasan absurd perjalanan dimensi yang menjadi kenyataan, semakin ia merasakan beban kemungkinan itu menekannya.

"Benar. Kamu belum makan, tapi kamu nekat mencari aku terlebih dahulu."

Suara Erdian terdengar tenang, hampir menenangkan. Namun, sikapnya yang santai hanya membuat Woohyun jengkel, yang semakin bingung dan tertekan dari menit ke menit.

"Di mana sebenarnya tempat ini? Orang-orang yang belum pernah kutemui terus memanggilku Saint. Apa sebenarnya Saint itu?"

"Apakah duniamu tidak memiliki konsep Saint? Sederhananya, itu merujuk pada seseorang yang bertindak sebagai wakilku di antara manusia."

𝘛𝘩𝘦 𝘚𝘢𝘪𝘯𝘵'𝘴 7 𝘚𝘢𝘧𝘦 𝘛𝘳𝘢𝘷𝘦𝘭 𝘙𝘶𝘭𝘦𝘴Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang