Bintang dan Kenangan

9 3 4
                                    

Halo, halo! Sebelum membaca, tolong berikan vote, ya. Terima kasih.

Tandai jika ada typo atau kesalahan dalam penulisan.

Berikan kritik dan saran di komen.
Selamat membaca😁🌹

»»——♬——««

Seharian ini, aku menghabiskan waktu dengan berbaring di atas kasur sambil menonton animasi Jepang kesukaanku. Ini adalah hari pertama di masa libur tengah semester.

Aku menatap ke luar jendela, langit semakin gelap, bulan nampak memancarkan cahaya putih, dihiasi oleh bintang-bintang yang berkilauan. Aku hendak ke luar kamar untuk mengambil air minum, tapi urung sebab seseorang lebih dulu mengetuk pintu sambil berseru memanggil namaku. “Milan, ini Ibu. Boleh Ibu masuk?”

Oh, ternyata itu Ibu. Aku kembali duduk di atas kasur, mengurungkan niatku untuk mengambil air. “Masuk aja, Bu,” aku balas berseru.

Pintu pun terbuka, nampak di ambang pintu Ibu menatapku dengan senyumnya yang khas. Aku kira hanya Ibu saja yang datang ke mari, ternyata Ayah juga ikut masuk, berjalan sambil membawa mangkuk berisi kue-kue kering.

“Wah, Ibu nggak pernah bosan lihat lukisan di kamarmu. Semuanya keren.” Ibu memandangi tembok kamarku yang penuh dengan beragam lukisan—aku sendiri yang melukisnya.

Aku hanya tersenyum mendengarnya. Pujian dari Ibu yang sering aku dengar.

“Mau kue, Mil?” Ayah duduk di kursi belajarku. Sedangkan Ibu duduk di sebelahku, di atas kasur.

“Eh, Milan udah makan tadi, masih kenyang,” aku menjawab jujur.

“Hem …. Kamu jadi nggak pergi ke rumah Kakek? Tapi Ayah sama Ibu baru bisa nyusul tiga hari kemudian, kami masih ada pekerjaan. Kamu nggak keberatan?” Ayah berlanjut membahas rencanaku untuk berlibur ke rumah Kakek.

“Jadi dong, Ayah. Aku udah besar juga, sepuluh miliar persen nggak keberatan.” Aku mengangguk mantap. Sudah lama aku rindu bertemu Kakek.

Ayah mengambil satu kue, kepalanya mengangguk-angguk pelan. “Oke, besok Ayah antar kamu, makin cepat makin baik, kan? Kalau lusa Ayah ada pertemuan sama teman bisnis Ayah,” ucap Ayah, lalu mengunyah kue itu dan menelannya.

Aku tersenyum riang. “Oke!” seruku sambil mengacungkan jempol.

Ayah kemudian berdiri, “Nah, jangan lupa untuk berkemas. Besok pagi-pagi kita berangkat.”

“Iya, Milan bakal siap-siap dari sekarang, kok.”

Ayah mengangguk, berjalan menuju pintu. “Ayah tinggal ke kamar, ya,” kata Ayah lalu keluar dari kamarku.

Kini, hanya tersisa aku dan Ibuku saja.

“Besok Ibu bakal ikut nggak?” aku bertanya, memecah keheningan selama dua puluh detik.

Ibu meletakkan jempol dan telunjuknya di atas dagu, terlihat sedang berpikir. “Mungkin nggak, Sayang. Besok Ibu mau pergi ke toko soalnya,” jawab Ibu.

Aku ber-oh sambil mengangguk. “Em … menurut Ibu, ransel yang aku beli selumbari bagus nggak buat aku pake besok?” Aku nyengir.

Ibu tertawa pelan. “Bagus, pake aja,” jawab Ibu.

“Siap.” Aku kemudian berlari kecil menuju lemari tempat aku menyimpan semua tasku. Membuka lemari, lalu mengambil salah satu.

“Mau Ibu bantu, Mil?” Ibu menawarkan diri.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 16 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RoseMoone Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang