-4- Courting For Freedom

75 9 2
                                    

Dalam minggu pertama kuliah, mahasiswa baru hanya melalui penyesuain diri terhadap sistem kegiatan perkuliahan, menerima daftar buku yang diperlukan dari dosen, permintaan aturan setiap dosen yang berbeda-beda dalam kelas dan kadang pula tentang berpakaian yang dosen tersebut izinkan. Sekilas terdengar merepotkan, jika hanya untuk berpakaian saja harus ditentukan selayaknya anak SMA yang memakai seragam, tetapi kadang kebebasan di perkuliahan menjadi senjata bermata dua, seperti yang Renjun rasa saat ini.

"Wah, lihat dia datang, kalau tidak melihatnya dari dekat aku tidak akan yakin itu brand asli."

"Ssst, suaramu masih keras, dia bisa dengar!"

Bisik-bisik yang masih terdengar jelas ketika Renjun lewat langsung meredup. Seolah-olah mulut orang-orang itu tertempel rapat oleh lem. Akan tetapi, tatapan mata mereka tidak lepas padanya, seperti seorang selebritas lewat, pandangan itu ada kekaguman dan keseganan. Sangat mengingatkan Renjun pada sosok yang telah mendamparkannya di sini.

Renjun menyisir sisi rambutnya sedikit sekalian menengok kembali orang-orang yang membicarakannya. Mereka langsung menundukkan kepala, berpura-pura sibuk dengan masing-masing.

Haa... mau bagaimana lagi, bajuku dibeli langsung lewat desainernya.

Pakaian Renjun tidak terlihat bermasalah ataupun kurang sopan hanya saja bagi anak-anak fakultas seni yang mengerti barang tersier, menjadikannya pembicaraan setiap kali dia lewat. Sejauh ini hidup di bawah radar dilalui Renjun dengan mudah tanpa orang-orang sekitar benar-benar sadar kondisinya. Hanya karena yang dia kenakan saja sekarang semua sudah bisa berspekulasi yang macam-macam.

Yah, tapi mereka hanya mengira aku anak orang kaya yang tidak mau berbaur.

"Memang benar adanya."

"Huh, apa Renjun?" tanya Haechan yang sedari tadi fokus mengamati setiap loyang makanan seperti takut akan habis.

"Tidak ada apa-apa, majulah, giliranmu."

Haechan bergerak kikuk ketika Renjun menyuruhnya segera maju. Renjun hanya bisa mendesah dalam hati setiap kali Haechan merasa canggung mendengar suaranya yang kadang terdengar seperti perintah.

Dengan antiran makan siang yang berjalan tanpa hambatan, Renjun akhirnya bisa keluar dari dempetan orang yang saling berdiri dekat dengannya. Ketika Haechan sibuk mencari tempat kosong yang jauh dari perhatian orang, Renjun memandang seluruh kafetaria. Tidak banyak mahasiswa yang memenuhi tempat ini, tetapi tidak sedikit juga. Namun, Renjun masih bisa melihat beberapa orang mencuri pandang padanya bahkan ada yang terang-terangan mengedipinya.

Apa aku harus berhenti keep low profile, cari teman dan bersenang-senang? Lalu membuat masalah sampai pap−.

"Renjun, ayo ke ujung dekat pintu!" seru Haechan setengah berlari padanya.

"Ya."

Ide bodoh, merepotkan.

Setidaknya butuh empat hari sampai Renjun akhirnya mau makan di kafetaria. Meski kadang orang membicarakannya, sampai detik ini masih belum ada yang benar-benar berani mendekatinya. Mungkin itu semua karena tampilan wajahnya yang tanpa ekspresi seperti mengatakan 'dilarang mendekat'.

Renjun secara fisik cukup menarik perhatian. Dia memiliki fitur wajah yang tampan dan lembut, kulitnya terlihat putih tipikal asia timur, serta tingginya masih cukup layak untuk rata-rata para lelaki. Jika bukan karena tanda peringatan yang seolah-olah terpasang di mata tajamnya, mungkin Renjun punya barisan wanita ataupun lelaki yang ingin berkencan dengannya.

Hari ini mungkin saja menjadi terpecahkannya kubah dingin yang menjauhkan orang-orang dari Renjun. Ketika sepasang sepatu kets berjalan ke arah Haechan dan Renjun, keduanya mengangkat kepala mereka dari makanan dan menatap gadis yang rambutnya diikat melirik Renjun malu-malu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 17, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Henchman [NoRen]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang