2. Menghilang

61 22 1
                                    

"Cepatlah, Ying Lei!" teriak Bai Jiu di depan pintu kayu yang terbuka lebar.

"Iya, iya, aku hanya akan membawa beberapa cabai dan kawannya! Tunggu sebentar!"

Ketika sudah selesai mengemasi hal yang harus mereka bawa, mereka segera keluar dan dengan tiba-tiba, Zhuo Yichen muncul di hadapan mereka.

"Zhuo gege!" sapa Bai Jiu antusias.

Zhuo Yichen membalasnya dengan senyuman. "Ya, ayo berangkat."

Zhu Yan mendekati Wen Xiao, lalu menyodorkan tangannya. "Nona Wen." Wen Xiao yang memperhatikannya hanya bisa menghela nafas.

Mengabaikan tangan Zhu Yan, Wen Xiao lebih memilih untuk memeluk lengan Pei Sijing yang ada di sebelah kirinya.

Zhu Yan cemberut.

.

.

.

Mereka tiba di suatu desa yang berada di kaki gunung Kunlun. Hal itu tak disengaja, karena Ying Lei tak sengaja memikirkan tempat ini.

"Aku- um. Maafkan aku, ..aku teringat perkataan Bai Jiu yang mengetahui bahwa ada festival di sini dari Pei jie."

Zhuo Yichen tampak mengerutkan alisnya. Sedangkan Zhu Yan kini tampak menyeringai.

"Yah sudahlah, hitung-hitung berolahraga. ..Bukankah desa ini masih ada di wilayah Kunlun? Kita hanya perlu naik ke atas."

Wen Xiao menanggapi, "Aku setuju dengannya."

Bai Jiu tampak menengok ke kanan dan ke kiri. "Bukankah desa ini aneh?"

Ying Lei ikut memperhatikan sekitarnya, lalu menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Bai Jiu, "Kau benar. Sepi dan sunyi, seperti tidak ada orang."

"Ayo cari tahu," ucap Pei Sijing cepat.

"Ying Lei, Bai Jiu, kalian cari di sebelah kiri, aku dan Nona Pei akan ke depan, dan kau," Zhuo Yichen menatap Zhu Yan malas. "Zhao Yuanzhou akan bersama Wen Xiao ke kanan."

Wajah Pei Sijing tampak tak terima, tapi ia tahu alasan Zhuo Yichen melakukan ini.

Yang memegang Perintah Bai Ze adalah mereka berdua, mereka harus tetap bersama agar efeknya menjadi lebih baik dan berguna.

"Tunggu! Aku bersama Ying Lei?" tanya Bai Jiu terkejut seraya menunjuk dirinya menggunakan telunjuk tangannya.

"Emangnya ada apa denganku? Ayo ke sini!" sanggah Ying Lei cepat, menarik brutal Bai Jiu untuk ikut bersamanya ke arah yang sudah dipilih oleh Zhuo Yichen.

"Zhuo ge! Zhuo gege!"

Zhuo Yichen membalasnya dengan senyuman dan helaan nafas pelan.

"Wen Xiao," sapa Zhu Yan ramah.

Wen Xiao menghela nafas, lalu menarik kasar Zhu Yan pergi ke kanan, tepatnya sebuah bangunan yang cukup suram.

Zhuo Yichen yang melihat Zhu Yan yang ditarik kasar oleh bibinya secara acuh tak acuh, lalu menatap Pei Sijing dengan penuh harapan.

"Aku mengandalkanmu, Nona Pei."

Pei Sijing membalasnya dengan mengangguk sekilas. "Ayo," ajaknya. Dia berjalan terlebih dahulu ke depan, diikuti oleh Zhuo Yichen yang kini nampak seperti anak ayam yang mengikuti induknya.

Beberapa waktu telah berlalu, saat tengah berjalan santai, Zhuo Yichen melirik Zhu Yan dan Wen Xiao yang sedang mencoba menggunakan Perintah Bai Ze dengan tatapan yang tak bisa diartikan.

Pei Sijing yang juga menatap Wen Xiao hanya bisa menghela nafas pasrah. Dia melirik ke arah Zhuo Yichen dan berkata, "Haruskah kita mencari Bai Jiu?" yang dibalas anggukan singkat Zhuo Yichen.

Setelahnya, mereka pergi dengan langkah tergesa-gesa.

Sedang di sisi lain, Zhu Yan tampak menatap dalam Wen Xiao. "Gunakan mata kejujuranmu, Dewi."

Wen Xiao membalasnya dengan berdehem seraya menganggukkan kepalanya. Matanya perlahan menjadi berwarna emas, bersinar seakan kedua matanya adalah bintang.

Terlihat aura hitam dan merah menyelimuti langit, Wen Xiao menarik kesimpulan, "Benar-benar ulah siluman. Ada aura merah yang menyelimuti di atas langit."

Zhu Yan tertegun. "Err. Itu adalah auraku. ..Cobalah melihat dengan lebih teliti."

Telinga Wen Xiao tampak memerah, tapi ia mengabaikannya. Mencoba melihat langit kembali, dan benar saja, ada aura hitam yang lebih pekat menyelimuti langit. "Ini.. aura hitam."

"Cari di mana asal aura itu, Dewi."

Wen Xiao membalasnya dengan mengangguk sekilas. Lalu akhirnya menemukannya. "Ada.. sebuah gubuk? Kurasa.. di sana," ucapnya seraya menunjuk ke arah kirinya.

Zhu Yan berdehem pelan. "Ada baiknya kita berkumpul bersama mereka." Wen Xiao menatapnya. "Nona Wen," sapanya seraya menyodorkan tangannya.

Wen Xiao tampak acuh tak acuh. Dirinya segera meninggalkan Zhu Yan sendiri di atas, lalu turun ke bawah seperti tanpa beban.

Zhu Yan mengendikan bahunya pasrah. "Sudahlah," gumamnya. Berakhir Zhu Yan mengekori langkah sang Dewi Bai Ze.

Kini mereka berkumpul di sebuah klinik. Ying Lei dan Bai Jiu adalah orang pertama yang datang di klinik.

"Zhao Yuanzhou." Zhuo Yichen tampak menyadari kehadiran Zhu Yan yang baru saja datang.

Zhu Yan meliriknya sekilas. "Mhn. Aku datang, ..kau menungguku Tuan Zhuo?" tanyanya usil.

"Diam!" sanggah Zhuo Yichen cepat.

"Zhuo ge. Perkenalkan, dia guruku," ujar Bai Jiu mengenalkan seorang pria tua yang ada di belakangnya.

Zhuo Yichen nampak tertegun. Segera ia membungkukkan sedikit badannya. "Tuan Wen," salamnya.

Yang dipanggil Tuan Wen pun membalas salam dengan membungkukkan badannya pula. "Tuan Zhuo Yichen yang legendaris. Terima kasih karena telah menjaga Bai Jiu hingga saat ini."

Zhuo Yichen tampak canggung mendengarnya. "Itu adalah tugasku, Tuan Wen Zongyu tak perlu berterima kasih."

Tiba-tiba asap putih muncul di tengah mereka, menutupi pandangan semua orang. Segera setelahnya, Zhuo Yichen menebas asap itu. Nampak Wen Xiao, Bai Jiu, dan Pei Sijing pingsan.

Yang tetap teguh berdiri hanya tersisa guru Bai Jiu, dirinya, Ying Lei, dan.. tunggu. "Di mana Zhao Yuanzhou?" tanyanya panik.

.

.

.

hayoo, tebak ke mana perginya si kera putih kita?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 3 hours ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Reach YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang