WTDC 2

198 6 0
                                    

5 tahun kemudian...

Setting : Perumahan elite Kalbu Asri , Dago Pakar. Bandung


Pagi itu, matahari bersinar cerah hingga sinarnya menembus celah celah jendela kamar Calista. Hari itu calista ingin menyelesaikan novelnya yang ke 20, tidak lagi novel tentang fiksi motoGP seperti 5 tahun yang lalu. 

Calista telah mengubah genre novelnya sejak dirinya tak lagi berhubungan dengan Marc bahkan setelah peristiwa 5 tahun lalu itu Calista tak pernah lagi mengikuti perkembangan berita tentang motoGP, dunianya hanya menulis, bedah novel, talkshow dan mengurus Angelo  putra sematawayangnya. Tahun tahun pertam sangat sulit menulis novel di luar fiksi tentang motoGP,  namun akhirnya masa-masa sulit itu terlewati. 

Sempat untuk tergoda kembali menulis fiksi motoGP  ketika banyak sekali permintaan dan para penggemar fiksi motoGP sampai-sampai pihak percetkan menawarkan royalti yang berlipat lipat, namun calista menolak.  Calista berkomitmen untuk tidak lagi menulis fiksi tentang motoGP maupun hal hal lain yang  berkaitan dengan Marc Marquez. Setiap kali calista mengingat nama itu jantungnya seperti  berhenti berdetak, dan persendiannya terasa lemas.Jari-jari Calista yang lentik menari nari dengan licah di atas keyboard laptopnya, sesekali ia berhenti  sejenak memandang keluar lalu kembali ke monitor lagi."mama, aku tidak mau sekolah lagi!" tiba tiba suara Angelo mengejutkannya. Anak laki-laki kecil itu  berdiri dibalik pintu ruang kerja Calista, hanya menampakkan sebagian kepalanya. Calista memutar  kursi kerjanya ke arah suara bocah itu. Calista tersenyum menatap mata Angelo. Tatpan teduh Calista membuat rasa takut Angelo hilang.  Bocah itu mendekat, Calista mengangkat bocah kecil itu lalu meletakkan dalam pangkuannya.  Angelo sudah berumur 4 tahun, badannya mulai terasa berat berat dipangkuan Calista. Dan semakin  hari wajahnya mengingatkan Calista pada laiki-laki di masa lalunya yang tak ingin ia ingat lagi.Calista mengusap rambut angelo yang berwarna coklat tua itu dengan lembut. Bocah itu lalu  menyandarkan tubuhnya di dada ibunya. "kenapa tidak mau sekolah sayang?" tanya Calista lembut."kalau aku bilang alasannya, apakah mama tidak akan marah?" 

"tentu tidak sayang,...mama kan tidak pernah marah sama Angelo..."Angelo lalu turun dari pangkuan Calista, lalu berdiri di hadapan Calista yang masih duduk di kursi  kerjanya. Calista mengamati Angelo yang berdiri dalam posisi tegap lalu mengisyaratkan dirinya  untuk berjongkok sehingga sejajar tingginya dengan Angelo. Calista turun dari kursinya kemudian  setengah berjongkok di depan Angelo.Angelo meletakan keduabelah tangannya di pipi Calista, menatapnya dengan pandangan memelas  lalu berkata :
" mama sayang, aku tidak mau sekolah karena aku malu diejek sebagai anak tanpa ayah,  semua teman di kelasku memliki ayah kecuali aku mam..."

Pernyataan Angelo bagai panah api yang menghujam jantungnya, pertanyaan yang ia takutkan  selama ini, akhirnyata datang juga. Calista tidak menyangka akan secepat ini angelo menayakan  perihal Ayahnya, calista belum siap dengan jawaban.Angelo memiringkan kepalanya, " mam? Apakah pertanyaanku membuatmu bersedih?"
Tangan kecil bocah itu mengusap butiran bening yang meluncur di pipi calista. Ingatnnay terlempar ke peristiwa 5 tahun lalu pada saat marc menghapus air mata calista untuk terakhir kalinya.Calista tercekat, kerongkongannya terasa kering dan rahangnya kaku. Ia menarik Angelo ke dalam  pelukannya, memeluknya erat."maaf kan mama sayang, maafkan mama....."

to be continue...

When The Dream Come TrueWhere stories live. Discover now