[3] Meminta Restu

0 0 0
                                    

"Ayo kita temui ibu," ajak Sam menggamit tangan Nadia agar berjalan beriringan bersamanya.

Nadia mengangguk. Ia kemudian melihat ibunya Sam yang tengah menelepon seseorang di ruang keluarga.

"Bentar ya. Kayaknya ibu lagi ada urusan dulu," Sam dan Nadia berjalan ke ruang keluarga. Mereka tidak mengeluarkan suara sepatah katapun, menunggu ibunya Sam selesai dengan urusannya.

Gadis berambut bergelombang panjang itu tampak gugup. Nadia sendiri memang sudah beberapa kali bertemu dengan ibu Sam, yang biasa akrab dipanggil Ibu Ani. Tapi, ia sendiri selalu deg-degan ketika berhadapan dengannya. Entahlah, Nadia merasa Bu Ani ini seperti tidak menyukainya.

Setelah Bu Ani menurunkan tangannya dan menyimpan kembali ponselnya. Sam mendekat ke arah ibunya itu diikuti Nadia di belakangnya, untuk bersalaman.

"Ada apa Sam? tanya ibunya yang bingung melihat anak bungsunya.

"Itu, bu. Sebentar lagi kan aku dan Nadia akan melangsungkan pernikahan. Baiknya gimana?" tanya Sam setelah sebelumnya menarik nafas menyiapkan mental.

Ibu Ani memutar matanya. "Oh, urusan itu. Ya, itu terserah kamu lah."

Nadia dengan hati yang berdebar-debar mencoba untuk maju lebih dekat dengan Bu Ani, "Saya ingin meminta restu, Bu," ucapnya sopan.

"Lagian kalau saya tidak merestui pun kamu pasti akan bawa kabur anak saya, kan?"

Sam menarik lembut Nadia ke sampingnya. "Bu, tolong jangan seperti."

Ibunya menatap galak ke arah Nadia, lalu pandangannya berhenti ke Sam. "Kamu ini gimana, sih. Ibu kan sudah bilang sama kamu. Kalau ibu sudah punya calon."

"Tapi, Bu, yang akan menikah itu Sam, bukan orang lain."

"Ya, ibu pengennya kamu nikah sama calon pilihan ibu!"

Sam mencoba menekan perasaan berkecamuk dalam dadanya. "Mas Revan kan juga belum menikah. Kenapa tidak dijodohkan saja dengan Mas Revan?"

Emosi Ibu Ani semakin tersulut, "Kamu berharap apa sama Mas-mu itu? Dia sendiri pengangguran begitu."

"Apa maksud ibu?" tanya Revan yang tiba-tiba muncul.

"Kamu kan sudah tidak punya keinginan untuk menikah, toh?"

"Ck! Ibu tidak punya hak untuk mengatur Revan," seru Revan dengan nada marah. Lalu, ia menatap ke arah Sam dengan tatapan menusuk, "Dan lo jangan sekali-kali bawa nama gue! Atau lo akan tau akibatnya."

Nadia bisa merasakan napas Sam yang terdengar memburu. Ia tahu pemuda itu sedang menahan amarah yang sudah di ubun-ubun kepalanya. Tangannya yang bebas akhirnya mendarat ke punggung tangan Sam, ia mengelusnya dengan lembut guna menenangkan emosi Sam yang bisa saja meledak saat itu juga.

Setiap kali datang menemui Ibu Ani untuk membicarakan pernikahan, selalu saja ujungnya seperti ini. Nadia tidak tahu kapan dia dengan Sam akan mendapatkan restu. Nadia menyadari bahwa dia bukanlah orang yang berada. Gadis itu pernah mendengar bahwa pernikahan orang kaya selalu berlandaskan tujuan yang harus saling menguntungkan. Tentu saja, seperti yang sudah diutarakan ibunya Sam kalau ia sudah memilih calon mantunya sendiri, yang setidaknya bisa menguntungkan keluarganya dan bisnis mereka.

"Bu. Selama ini Sam selalu menuruti keinginan ibu. Tolong bu, kali ini aja ibu setuju dengan pilihan Sam."

Bu Ani hanya terdiam. Ia merasa kecewa dengan ucapan Sam yang dinilai berani menentangnya.

"Gara-gara kamu anak saya jadi berani nentang saya!" tunjuk Bu Ani pada Nadia.

Nadia hanya diam. Air matanya sudah menggenang di pelupuk matanya. Baru kali ini ia diperlakukan seperti ini oleh seseorang. Apa dirinya tidak seberharga itu?

"Bu! Jangan salahkan Nadia! Tolong, bu. Kali ini saja Sam meminta sama ibu," seru Sam sambil menghalangi Nadia dari amukan ibunya yang seperti kesetanan.

"Sampai ibu mati pun, ibu nggak setuju kamu menikah dengan perempuan miskin ini!"

Sam menggeleng-gelengkan kepalanya. Pemuda itu tidak menyangka akan mengatakan hal yang tidak ingin ia dengar. Sam benar-benar kecewa dengan ibunya.

"Baiklah," ujar Sam memelankan nada suaranya. "Kalau begitu, izinkan aku tidak menikah, bu."

Sam menarik tangan Nadia dan meninggalkan ibunya. Ia bisa mendengar ibunya mengatakan berbagai macam umpatan. Entah apa saja yang sudah ibunya lontarkan. Sam hanya ingin membawa Nadia menjauh agar kekasihnya ini tidak terus-menerus mendengar cacian dan makian. Di sisi lain, Sam merasa malu pada Nadia yang harus mendengar semua cacian itu.

Begitu sampai di mobil. Sam menenggelamkan wajahnya di bagian kemudi. Nadia mengusap pelan rambut Sam yang lurus hitam.

"Sam," panggil Nadia pelan.

Sam menatap ke arah Nadia. "Maaf, Nad. Aku tidak percaya ibu mengatakan semua itu."

Nadia menggeleng lemah. "Itu bukan salahmu, Sam. Mungkin ibumu benar, beliau ingin menjodohkan anaknya dengan perempuan terbaik."

"Tapi, kamu adalah wanita terbaik bagiku."

"Nggak, Sam. Aku bukanlah pilihan ibumu."

"Aku akan berusaha lagi meminta restu sama ibu, ya. Kamu tidak papa kan nunggu sebentar lagi?" tanya Sam. Pemuda itu menggenggam kedua tangan Nadia. Ia mencium punggung tangannya dengan lembut.

"Sebelum kita menikah. Aku akan menjagamu sampai kapanpun."

Nadia mencoba melepaskan kedua tangannya, meskipun di dalam hatinya ia merasa keberatan.

"Sam," Nadia menatap Sam ragu, "Apa sebaiknya kita melakukan 'itu'. Mau nggak mau pasti orang tua kamu akan setuju."

Sam langsung mengerutkan keningnya. Pemuda itu tentu saja memahami apa yang dimaksud Nadia, "Tidak, Nad. Aku tidak mau melakukan hal itu."

Nadia menghela napas pasrah. "Baiklah."

"Aku sudah berjanji pada diriku sendiri, bahwa aku akan menjagamu. Dan aku tidak mau melakukan hal itu sebelum kita menikah." Sam menatap lemah pada Nadia. Rasanya pemuda itu seperti kehilangan energi menghadapi masalah ini. Entah apa lagi yang harus dilakukan selain melakukan itu. Sam hanya ingin memiliki Nadia dengan cara yang baik.

Sam lalu mendekatkan wajahnya ke dahi Nadia dan mengecupnya lembut.

"Aku antar kamu pulang, ya."

Nadia mengangguk. Ia juga sama bingungnya dengan Sam. Mungkin, suatu saat nanti mereka bisa menemukan solusi.

* * *

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 5 hours ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dipaksa Menikahi Calon Kakak IparTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang