3

376 40 13
                                    

Macheval menoleh ke depan, tempat 'adik' bungsunya duduk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Macheval menoleh ke depan, tempat 'adik' bungsunya duduk. Yang lebih muda hanya menampilkan ekspresi tenang setelah membalas pesan dari kontak bernama Septa dan Madikha, dua 'adiknya' yang lain.

Mereka ada dimeja makan, berdua. Yang lain? Entahlah, dua yang lebih muda pasti tengah main, sedangkan sang papa masih berkutat dengan pekerjaannya di kantor.

Ruang makan itu sunyi, hanya ada suara dari ponsel masing-masing dan bunyi dari alat makan mereka. Tidak ada Alejandro, sehingga mereka bebas makan dengan cara apapun.

Macheval meletakkan ponselnya ketika Septa dan Madikha —dua adiknya yang lain tengah berdebat dengan papa mereka dalam grup chat.

Hari masih pagi, sekarang masih libur semester. Septa dan Madikha benar-benar menikmati liburan mereka dengan bermain seharian, sudah dua hari mereka tidak pulang ke rumah.

Diam-diam Cheval berharap si bungsu tidak punya tabiat seperti dua yang lain, dilihat dari wajah Jendra, sepertinya sih anak itu tidak akan jadi anak bandel.

"Ngapa liat-liat? Naksir?"

Jendra bertanya sewot, meletakkan sendoknya dengan kasar ke atas mangkok yang isinya sudah tandas.

"Dih?" Cheval mengernyit, kok narsis sekali?

"Jujur aja," Jendra mendorong mangkuknya menjauh, pertanda dia sudah selesai makan. "Gua udah biasa ditaksir dua gender."

Kalimat itu sukses buat Cheval tersedak ludahnya sendiri. Dia tahu tampang Jendra itu di atas rata-rata. Alis tajam, mata rubah yang ujungnya menukik tajam, bola mata emas dengan binar lucu, hidung mancung persis seperti ibu mereka, lalu bibir penuh jiplakan Alejandro. Remaja itu benar-benar sesuatu. Cheval akui itu.

Kulit putih Rajendra menambah poin tersendiri, apalagi tingginya yang hampir menyentuh angka 179 cm. Cheval yakin Jendra akan langsung punya penggemar ketika dia masuk sekolah nanti.

"Apa? Beneran naksir ya?" Jendra menyeringai.

"Ngaco kamu," Cheval berdehem. "Saya lebih ganteng."

Sudut mata Jendra berkedut ketika mendengar kalimat formal kakaknya, dia terkekeh pelan. "Iya ganteng, tapi ngga pernah punya pacar. Kalah sama Denta yang tiap kota beda pacar."

Yang lebih tua mendengus, "Itu beda lagi."

"Emang kamu punya pacar?" tanya Cheval sembari menopang dagu dengan satu tangan.

Hening.

Jendra terdiam cukup lama, dia melirik ke arah lain kemudian kembali menatap mata abu-abu sang kakak, "Ada," jawabnya mantap.

Tertarik, Cheval menegakkan duduknya.

"Siapa?"

"Itu, yang lagi baca."

Decak sebal keluar dari bibir tipis yang lebih tua, buat Jendra menyeringai tipis karena merasa menang.

"Ngawur, salah emang ngomong sama bocah kaya kamu."

Cheval berdiri, mengambil lagi ponselnya, tapi sebelum dia benar-benar melangkah pergi, Jendra memanggil dengan suara ragu.

"Val."

"Iya?" walaupun kesal karena panggilan tidak sopan Jendra, Cheval tetap menyahut.

"Udah ngga benci sama gua?"

Cheval diam.

Jendra diam.

Ikan hias di dalam aquarium juga diam.

"Kamu tengil, jadi saya 'masih' kurang suka," akhirnya hanya itu yang mampu keluar dari bibir Cheval, dia berharap bahwa itu sedikit meredakan suasana yang sempat tegang.

"Oh? Sorry kalo gua tengil, besok-besok bakal lebih tengil lagi," Rajendra nyengir, tunjukkan gigi-gigi putih dengan taring kecil di atasnya.

.
.
.
.

Rajendra's New Life

3

By: Probe // @yokoajza

.
.
.
.

Malam kala itu terasa hangat, entah karena memang itu adalah daerah perkotaan atau Jendra yang sudah terbiasa dengan udara malam.

Untung saja tidak macet, jadi Jendra bisa dengan bebas kebut-kebutan (jangan ditiru gusy).

Tadi setelah sarapan, Denta datang dengan membawakan kunci motor, buat Rajendra langsung berlari keluar dan voilaa! Sebuah motor baru terparkir cantik di halaman samping.

Tanpa babibu bungsu Narvara itu langsung mencobanya. Dia sudah berkeliling kota seharian ini, hingga tanpa sadar bulan telah menggantikan tugas sang raja siang.

Memperhatikan jalanan yang lenggang, Jendra dengan iseng membuka kamera. Dia mengarahkan kamera itu pada dirinya sendiri yang tengah menyetir dengan kecepatan sedang.

"Malem, Guys! Lagi halan-halan pake motor baru nih," monolognya dari balik helm dengan menatap pada layar ponsel yang memperlihatkan dirinya sendiri.

Jendra memelankan laju motor, tapi tiba-tiba dari arah belakang ada dua motor hitam yang menyalip dengan kecepatan tinggi.

Jendra minggir ke samping untuk memberi jalan, dia menoleh kebelakang untuk memastikan tidak ada yang akan menyalip lagi.

'Anjir..'

Manik Jendra membelalak terkejut.

Ada sekitar delapan motor dibelakang sana, mereka seolah mencoba menyamai laju motor Jendra, buat Jendra berpikir apakah mereka berniat mengepungnya?

Jendra menoleh ke depan, menyimpan ponsel pada saku jaketnya secara asal. Ada dua motor tepat di sisi kanan dan kiri di depannya, memberi ruang sempit untuk menyalip.

Sial, apa dia akan dirampok?









—Probe

Udh mulai keliatan kan kenapa Jendra tinggal sm Dimitri, eheq

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 6 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rajendra's New Life -on goingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang