𝓗𝓪𝓹𝓹𝔂 𝓡𝓮𝓪𝓭𝓲𝓷𝓰!!!
Tubuh Stella bereaksi aneh kala ia membuka matanya meresapi angin pagi yang menyentuh pori-pori kulitnya yang menghantarkan kesejukan, melenguh pelan dirinya mengerjap menggosok pelan matanya demi memperjelas pemandangan lampu-lampu kristal yang tergantung diatas plafon.
Ada rasa ngilu yang tak bisa dijabarkan, Stella hanya menolehkan kepalanya ke samping dengan kerutan halus.
"Tangan gue kenapa diperban? Sshh pegel banget, apa yang terjadi semalam gue gak bisa ingat apa-apa?" monolog nya melebarkan tangan menikmati lembutnya sprai putih yang ditiduri nya.
"Kamu gausah sekolah hari ini, tubuh kamu belum fit," suara berat itu muncul dari laki-laki yang baru keluar dari kamar mandi.
Stella disuguhi pemandangan tubuh shirtless nya dengan hanya mengenakan handuk abu-abu melilit pinggang cowok itu di bawah pusar, semerbak aroma maskulin berlomba memasuki hidung mancung Stella, perut sixpack didepannya membuat tangannya meremas gatal beralih menatap dada bidang yang dihiasi satu tato sayap burung disalah satunya, semakin naik dan akhirnya wajah segar Alghafar si pemilik tubuh ini membuatnya menelan ludah getir.
"Gue mau sekolah, kenapa tangan gue diperban Algha?" tanya Stella dengan suara parau, matanya juga terbuka ngantuk.
"Kamu bertindak bodoh semalam, apa kamu gak ingat? Kamu sendiri yang nyayat pergelangan tangan kamu setelah perdebatan kita," jawab Alghafar duduk di tepi kasur.
Alis Stella mengerut bingung, ia tidak mengingat apapun, "Gue gak ingat apa-apa."
Seutas senyum simpul Algha terlihat, ia membawa tubuh gadisnya untuk duduk dengan bersandar di dada bidangnya yang dingin.
"Dengar Stella, cobalah buat nerima aku, menerima pernikahan ini. Jangan melakukan hal yang merugikan kamu sendiri seperti mencoba bunuh diri, aku gamau kehilangan kamu," jawab Alghafar mengecup rambut belakangnya.
Keterdiaman Stella makin menjadi, apa benar dirinya sempat berdebat dengan Alghafar malam itu? Tapi kenapa tidak ada sisa memori dalam otaknya yang bisa ia ingat, mendongakkan wajah ia menatap pria yang menyandarkan pipinya diatas kepala Stella.
Apa Alghafar semalam juga marah? Stella ingin bertanya tapi ragu.
"Aku gak marah, asal kamu gak ngulangi itu lagi," celetuknya seolah cenayang sampai Stella terkejut.
"Algha, Dokter yang ngobatin luka ini?"
"Aku," sahutnya melingkarkan tangan ke perut Stella, "Aku yang ngobatin luka itu, kenapa? Masih perih?"
"Iya," jawab jujur Stella, rasanya urat nadi di tangannya cenat cenut.
"Mana sini tangannya," ia ambil tangan yang Stella angkat sedikit, mendekatkan ke bibirnya lalu memberikan beberapa kecupan ringan diatas perban nya.
Stella tercenung mendapati sikap lembut Alghafar sekarang, kepalanya kian bersandar kesisi bahu laki-laki itu dengan menatapnya terus menerus, ada perasaan yang tak bisa ia jabarkan tapi ia tidak bisa munafik jika dirinya menyukai bagaimana kulit dingin itu menyentuhnya dan memberikan kesan merinding dari tubuhnya secara alamiah.
Begitu cowok itu balik menatapnya Stella jadi gelagapan, "Gue, gue mau sekolah sekarang. Gue juga mau jengukin Mamsky sama Kak Thea."
Bagaimana respon Alghafar sekarang? Anggukan kecilnya membuat Stella membulatkan mata tak percaya.
"Boleh?!"
"Boleh kenapa enggak? Tapi sebelum pergi kamu minum vitamin dulu."
Kurva bibir Stella tertarik ke atas membuat pipi chubby nya mengembang, berfikir duakali apa rencana kali ini Stella patuh saja pada Alghafar agar laki-laki ini tidak melukainya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Protagonis't Little Sister
General Fiction(𝐒𝐞𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐬𝐢 6) ғᴏʟʟᴏᴡ ᴅᴀʜᴜʟᴜ ᴀᴋᴜɴ ᴘᴏᴛᴀ ɪɴɪ ᴜɴᴛᴜᴋ ᴍᴇɴᴅᴜᴋᴜɴɢ ᴊᴀʟᴀɴɴʏᴀ ᴄᴇʀɪᴛᴀ♥︎ ______________ Dalam novel berjudul 'kisah untuk Alghafar' karakter laki-laki itu digambarkan sebagai sosok dingin yang tak suka menebar senyum...