Bab 24

528 89 11
                                    

Rumah besar keluarga Sehun terasa hening malam ini. Jam di ruang tamu sudah menunjukkan pukul dua dini hari, tetapi Sehun masih duduk tegak di sofa dengan rahang mengeras. Lampu ruang tamu sengaja ia matikan, hanya menyisakan cahaya remang dari lampu koridor. Tangannya menggenggam foto-foto yang baru saja diterima dari orang suruhannya--foto Jennie, istrinya, sedang berbicara dengan seorang gadis yang dikenalnya sebagai teman sekolah Ella. Sehun tahu ada sesuatu yang di sembunyikan, tetapi ia masih belum menemukan jawabannya.

Amarahnya memuncak ketika mengingat bagaimana Jennie semakin sering pulang larut tanpa penjelasan yang masuk akal. Ella, putrinya juga mulai menunjukkan sikap tertutup, seolah menyembunyikan sesuatu dari dirinya. Sehun merasakan kehampaan dalam rumah tangganya, kehampaan yang perlahan-lahan berubah menjadi kecurigaan.

Ketika mobil Jennie terdengar memasuki garasi, Sehun memejamkan mata sejenak, mencoba menahan emosinya. Ia tahu malam ini harus menjadi titik awal untuk mendapatkan jawaban.

Pintu depan terbuka perlahan. Jennie melangkah masuk dengan langkah hati-hati, tidak menyadari keberadaan Sehun di ruang tamu yang gelap. Ia menghela napas pelan, melepas sepatunya, dan beranjak menuju tangga. Namun, langkahnya terhenti oleh suara berat yang tiba-tiba memenuhi ruangan.

"Dari mana saja kau, Jenn?"

Jennie terkejut, hampir menjatuhkan tas yang di pegangnya. Ia memutar badan dan mendapati Sehun duduk di sofa, wajahnya gelap di terangi hanya oleh cahaya lampu koridor.

"A-aku..." Jennie tergagap, gugup menghadapi tatapan tajam suaminya

"AKU TANYA, DARI MANA SAJA KAU!"
suara Sehun semakin lantang, membuat Jennie tersentak. Ini adalah pertama kalinya ia melihat suaminya benar-benar kehilangan kendali.

"Aku... aku ada urusan," Jennie mencoba menjawab, tetapi nadanya goyah.

"Urusan? Urusan apa sampai larut malam begini?!" Sehun berdiri, tubuhnya menjulang di depan Jennie yang kini tak berani menatapnya. "Apa kau pikir aku ini bodoh?!"

Jennie mengalihkan pandanganya, mencoba menghindari tatapan penuh amarah itu.

"Sehun, aku tidak tahu apa yang kau maksud. Aku hanya sibuk..."

"Sibuk? Dengan apa? Dengan siapa?" Sehun melangkah, mendekat suaranya penuh dengan ancaman yang tidak pernah Jennie dengar sebelumnya. "Aku sudah cukup bersabar, Jenn. Jika kau terus bersikap seperti ini, aku akan mencari tahu semuanya sendiri. Dan aku bersumpah, aku tidak akan tinggal diam kalau ternyata kau berbohong padaku."

Jennie mencoba mencari kata-kata, tetapi semuanya tersangkut di tenggorokannya. Ia tahu ada sesuatu yang Sehun ketahui, tetapi sejauh mana?

Sehun, yang sudah kehilangan kesabarannya, meremas foto-foto di tangannya. Namun, ia belum siap menunjukkan bukti itu pada Jennie. "Ingat baik-baik, Jenn. Aku tidak akan membiarkanmu menghancurkan keluarga ini."

Tanpa menunggu jawaban, Sehun berbalik, meninggalkan Jennie yang masih terpaku di tempatnya. Hatinya penuh amarah, tetapi juga tekad untuk mengungkapkan semua rahasia yang tersembunyi di balik sikap aneh istri dan keterlibatan gadis bernama Canny.

.

.

.

.

.

.

.

Pagi pukul 06:30

Canny menghela napas panjang, setelah keluar dari minimarket, karena shift kerjanya telah berakhir. Hari ini adalah akhir pekan, dan tidak seperti biasanya, ia merasa sedikit lega karena tidak perlu terburu-buru ke sekolah. Dengan langkah santai, Canny merentangkan kedua tangannya, melepaskan rasa penat dari semalaman berdiri di balik meja kasir. Ia membayangkan kasur di rumahnya yang sudah menantinya.

Dalam Bayang Ibu (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang