25

524 34 9
                                        

...

Suasana pagi ini sangat cerah, dan indah karena anak semata wayangnya terlihat sangat bahagia bermain dengan kakeknya di taman belakang.

Semalam adalah malam yang melelahkan sekaligus menyenangkan. Jihoon, Hyunsuk, dan Junghwan tiba di Busan pukul 10 malam setelah perjalanan panjang. Begitu mereka sampai, keluarga Jihoon menyambut hangat dengan pelukan dan senyuman. Meskipun Jihoon merasa canggung pada awalnya, suasana yang hangat membuat hatinya sedikit lega.

Pagi ini, sinar matahari masuk melalui jendela ruang tamu yang besar. Udara pagi yang segar, disertai suara ombak dari kejauhan, menambah suasana damai. Junghwan sedang bermain di taman kecil bersama kakeknya. Dengan wajah ceria, ia berlari kecil mengejar bola plastik, sementara kakeknya sesekali tertawa melihat tingkah lucu cucu kesayangannya. Tidak jauh dari mereka, terdapat Junkyu dan Doyoung yang tengah mengobrol sembari sesekali memperhatikan keponakanan itu. Sedangkan Hyunsuk tengah asyik berada di dapur bersama istrinya Junkyu, Mashiho, dan ibu mertuanya. Mereka tengah menyiapkan beberapa menu makanan dan camilan untuk dimakan bersama.

"Haha, lihatlah, junghwanie sangat lucu!" ujar salah Doyoung sambil tertawa melihat Junghwan yang mencoba menendang bola.

"Junghwan pintar, ya. Nanti kalau besar, dia pasti bisa jadi pemain sepak bola," timpal Junkyu, membuat Jihoon hanya tersenyum. Meskipun awalnya merasa asing, melihat Junghwan berbaur dengan keluarga barunya membuat Jihoon sedikit lebih tenang.

"sebentar lagi kak mashiho juga akan melahirkan, rumah ini bakal makin ramai!" kata doyoung senang.

Jihoon datang menghampiri kedua adiknya itu sembari membawa secangkir kopi untuknya sendiri, lalu duduk di kursi kosong samping Junkyu.

"bagaimana denganmu doyoung? apakah kamu tidak akan menikah?" tanya Jihoon, hanya bercanda.

Doyoung yang sedang mengunyah potongan apel hampir tersedak mendengar pertanyaan Jihoon. Ia buru-buru minum air putih dari gelasnya sebelum menatap kakaknya dengan ekspresi protes.

"Kenapa tiba-tiba tanya begitu? Aku masih muda, belum ada rencana untuk menikah!" jawab Doyoung sambil menggeleng-gelengkan kepala.

Junkyu tertawa kecil di sampingnya, sambil memegang bahu adiknya. "Yah, Doyoung memang masih menikmati masa mudanya. Lagipula, siapa juga yang mau dengan paman muda seperti dia ini?" goda Junkyu.

Doyoung memasang ekspresi pura-pura tersinggung. "Hei, siapa bilang nggak ada yang mau? Aku cuma belum ketemu orang yang pas, oke? Lagipula, aku mau jadi paman keren dulu buat Junghwan dan keponakan-keponakan lainnya."

Jihoon terkekeh mendengar percakapan kedua adiknya. Ia menyandarkan tubuhnya di kursi, menikmati momen hangat bersama keluarga. Meski ia biasanya sibuk bekerja, kesempatan seperti ini membuatnya sadar betapa pentingnya keluarga dalam hidupnya.

Tenyata semenyenangkan ini berkumpul dengan keluarnya, awalnya Jihoon pikir akan terasa sangat canggung, tapi tenyata tida sama sekali.

Junghwan, yang sedang sibuk mengejar bola, tiba-tiba terjatuh dan merengek kecil. Seketika, kakeknya menghampiri, memeluknya dengan lembut sambil berkata, "Tidak apa-apa, Junghwanie. Ayo, kakek bantu berdiri lagi." Junghwan mengangguk kecil sambil menyeka air mata di pipinya. Namun, tangisnya cepat mereda ketika kakeknya memberinya pelukan hangat dan bola favoritnya kembali.

Kakek Park memandang Junghwan dengan mata penuh kasih. Ia teringat pada masa-masa ketika Jihoon masih kecil dan memiliki semangat yang sama, berlarian di taman rumah dengan wajah penuh tawa. Melihat Junghwan, seolah melihat kembali kenangan indah yang dulu sempat berlalu.

"Ayo, Junghwanie! Coba kita tendang bolanya lagi, seperti ini," ujarnya sambil mencontohkan tendangan kecil dengan bola plastik di depannya. Junghwan tertawa kecil, matanya berbinar penuh antusias.

Jihoon yang melihat momen itu dari jauh, hanya bisa tersenyum tipis. Ia tak menyangka betapa hangatnya sambutan keluarga besarnya. Meskipun awalnya ia merasa canggung, kini perasaan itu perlahan mencair. Ia benar-benar bersyukur bisa berkumpul bersama mereka dan melihat Junghwan tumbuh di lingkungan yang penuh cinta.

Seiring berjalannya waktu, suasana pagi yang cerah semakin terasa damai. Di ruang tamu, Jihoon masih duduk bersama Junkyu dan Doyoung, menikmati secangkir kopi sambil mengobrol ringan. Sesekali pandangannya beralih ke taman belakang, tempat Junghwan dan kakeknya masih asyik bermain bola. Suara tawa Junghwan yang penuh kegembiraan dan Kakek Park yang sesekali mengeluarkan kata-kata penyemangat membuat suasana semakin hangat.

Dari dapur, aroma masakan mulai tercium, menambah kehangatan suasana pagi. Hyunsuk dan Mashiho sedang sibuk menyiapkan hidangan khas Busan yang menggugah selera. Mashiho tampak cekatan, membungkus berbagai jenis kimchi, sementara Hyunsuk menggoreng ikan dan membuat sambal pedas. Ibu mertuanya yang sudah lebih berpengalaman, terlihat mengatur segala hal dengan teliti, memastikan semuanya selesai tepat waktu.

"Sepertinya kali ini kita akan punya banyak camilan, ya?" kata Mashiho sambil tertawa kecil. "Ini adalah momen untuk memanjakan diri dengan makan enak setelah semua yang telah kita lakukan."

Hyunsuk setuju, tersenyum sambil mencicipi sedikit rasa sambal yang baru saja ia buat. "Ibu selalu tahu bagaimana menyiapkan makanan yang paling lezat. Aku yakin semua orang akan menyukainya."

Ibu mertuanya menoleh, menambahkan, "Betul, penting untuk bisa merayakan kebersamaan dengan makanan. Tidak ada yang lebih memuaskan selain berkumpul bersama keluarga, menikmati makanan dan cerita."

***

Momen-momen seperti inilah yang Jihoon hargai. Meski sering terjebak dalam rutinitas pekerjaan yang padat, ia selalu merasa bahwa kebersamaan dengan keluarga adalah yang paling berharga. Kini, dengan semua orang berkumpul di rumah orang tuanya di Busan, Jihoon merasa seperti menemukan kembali akar kebahagiaannya. Setiap tawa, setiap cerita yang dibagikan, semua menciptakan kenangan yang akan dikenang sepanjang hidup. Junghwan yang ceria, Kakek Park yang penuh kasih, dan semua anggota keluarga yang saling menyayangi membuatnya merasa benar-benar dihargai dan dicintai.

Tak lama kemudian, makanan yang telah disiapkan pun siap untuk disajikan. Ibunya dengan cekatan menata meja makan, meletakkan berbagai hidangan yang menggugah selera. Kimchi yang pedas, ikan goreng yang renyah, dan sberbagai macam makanan khas Busan yang baru saja dimasak oleh Hyunsuk mengundang selera. Jihoon dan adik-adiknya, yang sudah menunggu dengan sabar, segera mengambil tempat duduk di meja makan. Aroma makanan yang harum memenuhi udara, menciptakan suasana yang semakin hangat dan nyaman.

"Ah, makanan ini pasti enak sekali!" kata Doyoung dengan mata berbinar. Ia sudah tidak sabar untuk mencicipi hidangan yang ada di depannya.

"Jangan cuma memuji makanan, coba cicipi dulu!" goda Junkyu sambil tertawa.

Doyoung langsung mengambil sepotong ikan goreng dan memasukkannya ke mulut. "Wow, ini luar biasa! Rasanya benar-benar khas Busan," ujarnya sambil tersenyum puas.

Hyunsuk dan Mashiho saling bertukar pandang, senang melihat keluarga mereka menikmati makanan yang telah mereka siapkan dengan penuh kasih. "Senang kalian suka," kata Hyunsuk sambil menuangkan sedikit sambal ke piring Doyoung. "Semoga makanan ini bisa memberi kenangan indah untuk kita semua."

Setelah makan, semua orang duduk santai di ruang tamu, menikmati teh hangat dan camilan ringan. Junghwan sudah kembali berlari-lari kecil di sekitar rumah, bermain dengan bola plastiknya, sementara Kakek Park duduk santai di kursi, menikmati teh sambil memandangi cucunya. Semua orang berbincang dengan santai, saling bertukar cerita dan pengalaman, menciptakan suasana yang penuh kebersamaan.

Jihoon yang duduk di samping istrinya, Hyunsuk, merasa sangat beruntung. "Hyunsuk, aku benar-benar merasa sangat bahagia hari ini," ujarnya pelan. "Aku tidak pernah merasakan kebahagiaan seperti ini sebelumnya."

Hyunsuk tersenyum lembut dan meraih tangan Jihoon. "Aku juga merasa begitu. Keluarga adalah segalanya, Jihoon. Dan melihat Junghwan tumbuh di tengah keluarga yang penuh kasih membuatku merasa sangat bersyukur."

Jihoon mengangguk setuju. "Aku tidak ingin melewatkan momen seperti ini lagi. Mungkin kita perlu lebih sering meluangkan waktu untuk keluarga."

Mereka berdua saling tersenyum, merasakan kedamaian dalam kebersamaan. Jihoon merasa bahwa meskipun ia sangat sibuk dengan pekerjaannya, keluarga tetap menjadi prioritas utama dalam hidupnya. Kebahagiaan yang ia rasakan sekarang tak bisa dibandingkan dengan apapun, karena yang terpenting adalah menghabiskan waktu bersama orang-orang yang kita cintai.

[3] Married by Accident - Hoonsuk✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang