Jarum jam belum menunjukkan pukul sembilan pagi, namun, Jordan sudah berdiri di depan pintu rumah Anyelir sambil menggandeng Lava yang terlihat tidak terlalu bersemangat seperti hari di mana Jordan mengatakan mereka akan berkunjung kemari.
Tentang pertengkaran dengan ibunya kemarin, Jordan sudah berusaha meminta maaf melalui telepon, namun, Lauren seolah menghindar dan menolak semua panggilannya. Jordan juga sudah meminta bantuan Gerald, tapi, Lauren masih saja menolak untuk berbicara dengannya. Hal itu tentu membuat beban pikiran baru untuk Jordan.
Pada ketukan ketiga, pintu terbuka. Menampilkan Anyelir yang sudah rapih dengan rambut yang di jalin rapi, seolah sudah menunggu sejak lama kedatangan keduanya.
"Kakak!" Lava menyapa lebih dulu dengan memeluk kaki Anyelir sebelum gadis itu berjongkok untuk menyambut pelukannya, "kangen Kakak. Kakak kangen Ava, enggak?"
"Kangen, dong. Kangen banget ... Nenek juga kangen sama Lava," balas Anyelir saat pelukan mereka terlepas.
Lava tersenyum lebar, mata bulatnya melirik ke dalam rumah, "Mana Nenek?"
"Di dalam kamar, Ava masuk aja. Nenek udah nunggu di sana."
Saat Lava berlari masuk sambil memanggil ibunya, Anyelir lantas kembali berdiri. Gadis itu mendongak, menatap Jordan yang sedari tadi hanya terdiam dengan senyum tipisnya. Ketara sekali wajah tampan itu sedang memikirkan sesuatu yang tidak berani Anyelir tanyakan.
"Hai?" sapa Jordan sembari menepuk lembut puncak kepala gadis cantik di hadapannya, "gimana kerjaan kamu?"
Anyelir menggiring Jordan untuk masuk dan duduk di ruang tamu. Mereka duduk berdampingan dengan jarak yang cukup jauh, seolah ada dinding tak kasat mata yang memisahkan mereka.
"Baik, kamu sendiri?"
Jordan tersenyum lagi, pria itu menoleh sembari menyandarkan tubuh di sandaran sofa, menatap Anyelir teramat lembut, "Yah, baik, lingkungan kerjanya jauh lebih baik dari sebelumnya."
Anyelir tidak lagi menjawab, gadis itu hanya menunduk menatap jemarinya yang berada di atas pahanya sendiri. Tidak kuat bila harus membalas tatapan Jordan yang masih tertuju kepadanya.
"Kamu jadi pendiem sejak kita pisah, ya?" tanya Jordan pelan, pemuda itu lantas tertawa saat Anyelir menatapnya dengan pandangan kesal.
"Emang kira pernah bareng? Sejak kita pisah apanya," ucap Anyelir dengan nada yang agak sinis di akhir kalimat.
Tawa Jordan masih mengudara, menggelitik telinga Anyelir yang sudah memerah malu. Anyelir tidak tahu kapan pertama kali ia merasakan hal seperti ini untuk pria tinggi di sebelahnya, yang Anyelir tahu perasaannya masih sama ... hingga saat ini.
"Kamu juga jadi makin cerewet sejak kita pisah."
Jordan semakin tertawa keras saat mendengar kata-kata terakhir yang penuh tekanan itu. Tubuhnya kembali duduk tegap dengan sebelah tangan mendorong bahu Anyelir lembut.
"Mungkin itu tandanya kita harus balik kayak dulu lagi," bisik Jordan sambil tersenyum menggoda, begitu menikmati paras ayu yang sudah memerah malu.
"Papaaaa!"
Pria yang di panggil lantas menoleh saat mendengar suara Lava, terlihat anak itu melangkah keluar dari sebuah kamar sambil memegang jemari Sinta. Membawa wanita itu untuk berjalan menuju sofa.
"Tante." Jordan segera mencium punggung tangan Sinta yang masih terasa hangat, menandakan wanita itu belum sepenuhnya sembuh, "udah periksa ke dokter, Tan?"
Sinta mengangguk pelan, wanita itu terus tersenyum saat Lava memilih untuk duduk di sebelahnya. Memijat lengan pucatnya tanpa ia minta, "Sudah, terima kasih, ya, sudah bawa Lava ke sini."

KAMU SEDANG MEMBACA
BAD PAPA 2 [END]
Fiksi Umum📌NOTED: Season kedua dari cerita BAD PAPA. Saya menyarankan untuk baca bagian pertama supaya nanti kedepannya tidak kebingungan. Enjoy this story', guys!! ... Keseharian Jordan dan putra kecilnya di rumah yang baru. Sebuah rumah sederhana, namun, p...