Bab Empat ✦

65 8 1
                                    

Hamal

Rentetan pesan di grup chat 'C'ESTLAVIE' membantu Hamal mencari distraksi pagi itu. Saat ini ia berada di kedai kopi Kaba Brew yang jaraknya kurang dari satu kilometer dari kantor Maven.

Pakaian yang Hamal kenakan hari ini jauh lebih rapi—walaupun memang hanya ada satu pasang baju yang layak untuk dipakai wawancara. Ia harus tampil maksimal hari ini supaya bisa memberikan kesan positif di depan Marissa, staf HRD Maven. Kalau bisa, Hamal akan membuatnya diterima bekerja di sana.

Selagi menunggu pesanan kopinya, Hamal terus membaca isi pesan dari group chat-nya. Karina dan Haikal sibuk membuat banyak polling untuk menentukan kapan mereka akan sebar undangan sampai penentuan dress code apa yang harus teman-temannya pakai.

Hamal menarik napas dalam-dalam setelah dibuat pusing dengan banyak pertanyaan kedua calon pengantin. Karina dan Haikal memang punya energi lebih untuk melakukan banyak hal, tapi ini urusan pernikahan, yang menurut Hamal sebuah langkah yang luar biasa untuk dilakukan mereka.

Sejujurnya dia iri, karena teman-temannya sudah berani menapaki fase kehidupan yang baru sementara Hamal di sini masih berkutat untuk bertahan hidup.

Hasil polling menunjukkan Karina dan Haikal akan menyebar undangan 3 minggu lagi, serta dress code yang harus dipakai oleh Hamal dkk adalah batik motif parang. Pesan group chat berakhir dengan info bahwa Karina akan mengirimkan kainnya minggu depan.

"Atas nama Kak Hamal!"

Hamal segera beranjak untuk mengambil pesanan kopinya—Double Shot Iced Americano. Setelahnya, dia melangkah cepat ke arah kantor Maven. Kakinya yang jenjang membantu Hamal tiba di kantor dalam waktu kurang dari 15 menit.

Rupanya masih ada sisa waktu 10 menit lagi sebelum ia dipanggil wawancara. Hamal memutuskan untuk duduk di sofa yang sengaja disiapkan untuk tamu. Kantor ini sesuai dengan bayangan Hamal. Rumah besar yang diubah menjadi open space untuk bekerja. Belum banyak karyawan yang datang—sebagian besar kubikel di lantai bawah masih kosong.

Hening langsung pecah ketika pintu di seberang Hamal terbuka. Seorang perempuan berambut bob lurus berjalan pelan ke arah Hamal. Ada kesan angkuh saat pertama kali Hamal bertatap mata dengannya, tapi dengan seketika, senyum perempuan itu meruntuhkan kesan pertama tadi. "Hamal Sakya? Saya Marissa Serim."

Marissa mengulurkan tangannya. Hamal menjabat tangannya dengan cukup kencang. Perempuan itu lalu mengajaknya masuk kembali ke ruangan seberang. Di dalam, Hamal bertemu lagi dengan seorang perempuan dengan karakteristik yang sama tegasnya—hanya rambutnya saja yang lebih panjang dari Marissa.

"Halo!" sapa perempuan itu dengan ramah. "Hamal ya? Kenalin gue Jennifer. Account Manager di Maven."

"Hai, salam kenal." jawab Hamal tenang. Ia duduk di kursi, rodanya bergerak ketika Hamal mencoba duduk, sebelum ia terjatuh, tangannya sudah siap menyentuh pinggiran meja.

"Maven jauh nggak Mal dari tempat lo?" tanya Jennifer.

"Nggak, sih. Gue tadi naik Tije." Hamal sengaja tidak membawa motor karena belum dicuci. Dia tidak ingin meninggalkan kesan bahwa dirinya pria yang tidak peduli kebersihan.

"Santai ya berarti. Oh ya, lo temennya Biham Chandra?"

"Iya, dia temen kuliah gue." jawab Hamal. "Dia Art Director kan di sini?"

"Yup. Kalau lo diterima di sini bakal jadi bestie lagi dong, ya." Jennifer lalu menoleh ke arah Marissa. "Cha, lo duluan deh yang mulai. Gue mau beresin ini dulu."

Marissa mengangguk saat melihat Jennifer sedang membuka slide presentasi. Perempuan itu lalu mengambil alih, memfokuskan pandangan kepada Hamal yang kini jauh lebih tenang. "Kita mulai interview-nya ya Mas Hamal."

How Long Before We Fall In Love?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang