Kantin siang itu ramai seperti biasa, tapi di salah satu sudut, ada pemandangan yang lebih menarik perhatian.
Zee duduk manja di samping Galen, tangannya tanpa ragu merangkul lengan pria itu, kepalanya bersandar santai di bahunya. Mereka tertawa kecil sambil menatap layar ponsel Zee, tampak begitu nyaman di dunia kecil mereka sendiri. Seolah tak ada orang lain di ruangan itu, seolah kantin ini adalah milik mereka berdua saja.
Sementara itu, di meja yang sama, tiga orang lainnya hanya bisa memandangi mereka dengan ekspresi campur aduk.
Bara mendesah panjang. "Wah... lihat tuh dua orang, udah terang-terangan aja."
Aldi mengangkat alis, ikut menyindir. "Iyap, mentang-mentang udah makin mesra."
Dinda, yang duduk di seberang mereka, hanya memutar mata sambil mengaduk makanannya tanpa niat. Dulu, waktu Zee dan Galen masih malu-malu kucing, mereka bertiga paling hobi meledek. Tapi sekarang?
Sekarang mereka yang tersiksa.
Aldi memejamkan mata sejenak, mencoba meredam suara tawa Zee yang semakin riuh. Dinda mulai kehilangan kesabaran, sementara Bara cuma menatap piringnya, tampak seperti orang yang kehilangan nafsu makan. Akhirnya, tiga sekawan ini menyerah bersamaan, meletakkan sendok ke piring masing-masing dengan gerakan putus asa.
Zee, tentu saja, tak sadar sama sekali.
Ia sibuk mencubit pipi Galen dengan gemas, lalu tertawa sendiri saat pria itu mengerang protes. Mereka bagaikan pasangan yang baru saja jadian, padahal... mereka bahkan nggak pacaran.
Akhirnya, Dinda tak tahan lagi.
Dengan bunyi "klontang!" yang keras, ia meletakkan sendoknya ke piring dan menatap Zee dengan mata menyipit. "Eh, kalian berdua ini... udah resmi apa gimana sih?"
Zee melirik dengan malas. "Resmi apanya?"
"Ya resmi pacaran lah! Ngapain mesra-mesraan gitu kalau nggak pacaran?"
Alih-alih terkejut atau mengelak, Zee malah nyengir.
"Oh, itu. Nggak."
Aldi melongo. "Nggak? Maksud lo nggak pacaran?! Terus kenapa lo berdua terang-terangan mesra gitu? Kayak nempel mulu, nggak peduli yang lain pada ngeliatin!"
Zee mengangkat bahu santai. "Emang nggak boleh mesra-mesraan sama sahabat, Mas Aldi? Iri, ya? Coba aja lo mesra-mesraan sama Bara."
Bara langsung bereaksi dramatis.
Ia mendadak memegang perut, wajahnya penuh kepanikan. "Hueeek... tolong! Gue mau muntah! Tolong ambilin baskom!"
Galen tertawa puas. "Heh, muntah beneran lu ntar lagi."
Zee memukul pelan lengannya. "Kamu juga kenapa ketawa sih?!"
Galen masih tertawa, lalu melirik ke arah teman-temannya dengan senyum menggoda.
"Eh, kalian tahu nggak? Kalau di rumah, nih, Zee lebih parah nempelnya. Serius, rasanya kayak ketempelan demit. Kagak bisa lepas!"
Zee mendelik, langsung mencubit telinga Galen.
"Eh, kamu kalau nggak diem, aku kokop mulut kamu di sini!"
Galen langsung pura-pura takut, mengangkat tangan seolah menyerah. "Ampun, Nyonya! Jangan kokop di depan publik, malu, Nyonya!"
Dinda menyipitkan mata. "Wadaw, udah kokopan aja lu berdua? Liar amat!"
Galen tertawa lagi, lalu dengan nada bercanda, ia melanjutkan, tanpa sadar bahwa ia sedang bermain dengan api.

KAMU SEDANG MEMBACA
Housemates!! [21+]
Fanfiction[Sedang revisi] Chapter yang belum ada ✅, itu belum di revisi, dan nama karakternya beda. Jadi agar tidak bingung jangan di baca dulu, tapi kalau kalian nggak masalah ya baca saja. Intinya cerita tentang pria muda yang serumah dengan 6 wanita, ikuti...