Hujan deras tak henti-hentinya membasahi Jakarta malam itu, mengetuk-ngetuk kaca jendela kamar Aldi seperti jemari yang tak sabar. Di dalam kamar berukuran kecil di lantai dua rumahnya, Aldi duduk di kursi plastik dengan sandaran miring yang sudah goyah. Ruangan itu penuh dengan barang-barang yang menggambarkan dirinya—tumpukan buku pelajaran yang berdebu di pojok meja, poster gim Resident Evil yang mulai mengelupas di dinding, dan kaleng-kaleng soda kosong yang dibiarkan menumpuk di bawah meja komputer.
Di tengah keruwetan itu, komputer Aldi menjadi pusat perhatian. Monitor 24 inci yang menyala terang seakan menjadi jendela ke dunia lain, satu-satunya tempat di mana Aldi merasa benar-benar hidup. Keyboard miliknya terdengar klik-klak saat ia mengetik, sementara kipas CPU yang berisik menjadi latar suara yang menenangkan bagi Aldi.
Malam hari adalah waktu yang paling ditunggu olehnya. Saat semua orang di rumah tidur dan dunia luar terasa jauh, Aldi merasa bebas. Tidak ada sekolah, tidak ada tugas, tidak ada juga suara ibunya yang memarahinya karena kamar yang berantakan. Hanya ia dan dunianya.
Aldi melirik jam di sudut bawah layar monitor. Sudah lewat tengah malam, waktu yang sempurna untuk mengeksplorasi sesuatu yang baru. Ia membuka browser dan mengetikkan alamat salah satu forum horor favoritnya. Latar belakang forum itu gelap dengan font merah yang menyala seperti darah.
"Hmm... ada topik yang oke nggak ya malem ini?" gumamnya pelan. Ia menggulir daftar topik hingga matanya tertuju pada satu utas yang baru diposting:
"Gim Terlarang: Batavian Nightmare."Aldi mengernyit. Judul itu langsung memancing rasa penasarannya. Ia mengklik tautan tersebut, dan deskripsi singkat muncul:
"Gim indie dengan latar Jakarta pada zaman kolonial. Atmosfer mencekam, cerita kelam, dan rahasia yang hanya berani dipecahkan oleh mereka yang cukup nekat. Gratis. Tapi hati-hati, ini bukan gim biasa."
"Halah... Palingan juga cuma gim clone yang kalau dimainin kebanyakan iklan," Aldi tersenyum tipis, menganggapnya sebagai strategi pemasaran.
Aldi membuka profil pembuat utas tersebut dan menemukannya kosong. Di foto profile-nya hanya ada tulisan BATAVIAN NIGHTMARE berwarna putih yang berlatarbelakang hitam. Di bawah foto profile tersebut tertulis bahwa akun itu baru bergabung beberapa menit yang lalu. Selain postingan dari si pembuat utas, tidak ada postingan lainnya. Tidak ada postingan lanjutan ataupun komentar dari pengguna lain.
Karena penasaran, Aldi mengunduh file gim itu tanpa berpikir panjang.
Proses instalasi selesai dengan cepat dan Aldipun masuk ke dalam gim.
Di layar monitor muncul logo sederhana dengan tulisan bergaya vintage:
"BATAVIAN NIGHTMARE."
Aldi menekan enter, dan layar berganti menjadi menu utama. Desainnya sederhana—latar belakang hitam dengan siluet gedung-gedung tua bergaya kolonial, ditemani musik gamelan yang lembut tapi membuat bulu kuduk berdiri.
"Sejauh ini masih biasa aja. Ini sih dari Main menu-nya aja udah keliatan males," ujarnya. "Okelah kita coba aja langsung."
Gim dimulai dengan cutscene. Layar menampilkan seorang bocah lelaki berusia sekitar sepuluh tahun, berdiri di tengah pasar malam Batavia. Pasar itu penuh dengan aktivitas—penjual yang meneriakkan dagangan, suara delman yang melintas, dan nyala lentera yang redup.
Namun, ada sesuatu yang terasa salah. Di balik keramaian itu, semua wajah terlihat kosong. Tidak ada ekspresi, hanya mata yang menatap lurus tanpa jiwa. Suara-suara para penjual yang menawarkan dagangannya pun terdengar datar. Dari sekian banyak orang yang berlalu-lalang, tidak ada satupun yang berhenti untuk berbelanja meskipun banyak sekali pedagang. Semua orang hanya berjalan perlahan seolah tanpa tujuan.
YOU ARE READING
Batavian Nightmare
Kinh dị"Ketika permainan menjadi nyata, tidak ada jalan keluar kecuali menyelesaikannya." Aldi, seorang remaja pecinta gim horor, menemukan sebuah gim misterius berjudul Batavian Nightmare. Dengan latar belakang kota Jakarta pada tahun 1927, gim itu menyug...