1. Bayang-bayang

5 4 0
                                    


Sore hari dirumah keluarga Harrison yang berdiri megah di pinggiran kota. Pilar-pilar tinggi dan halaman yang rapi menjadi simbol kesuksesan keluarga dengan keturunan dokter itu. Namun, di balik keindahan itu, ada sudut gelap yang tidak terlihat oleh siapa pun tempat di mana seorang anak merasa keberadaannya hanyalah bayangan dari kesuksesan keluarganya.

Ilona duduk di lantai kayu kamar rahasianya di loteng. Di depan gadis berusia enam belas tahun itu, terhampar kanvas setengah jadi yang penuh warna-warni dengan goresan yang membentuk sebuah lukisan yang nampak indah. Tangannya yang lentik berlumur cat bergerak pelan, membentuk goresan terakhir di atas kanvas. Kali ini, ia melukis seekor burung yang terjebak dalam sangkar, berusaha terbang ke langit yang mendung, seperti dirinya yang terjebak dalam lingkaran kesuksesan keluarganya.

"Diana!  epat ke sini, Nak" suara Isabell, berteriak dari lantai bawah.

Ilona berhenti melukis sejenak, menundukkan kepala. Teriakan seperti itu sudah menjadi bagian dari hidupnya, tetapi tidak pernah untuk dirinya. Semua perhatian di rumah ini selalu tertuju pada Diana, kakaknya yang sempurna.

Ilona mencoba menepis rasa kecewa yang mulai menjalar di dadanya. Ia tahu bahwa dirinya berbeda. Dibandingkan dengan keluarga yang penuh dengan dokter yang terkenal, ia adalah pengecualiannya. Diana adalah calon dokter yang sukses, seperti kedua orang tuanya. Sedangkan Ilona? Ia hanya seorang gadis yang lebih memilih kanvas dan kuas daripada stetoskop.

Menurutnya seni lebih menarik daripada obat-obatan dibandingkan dia harus mempelajari dan memahami tentang anatomi manusia dia lebih tertarik untuk menghafal dan memahami campuran warna agar terlihat indah.

Suara langkah kaki yang tergesa-gesa dari lantai bawah mengingatkan Ilona bahwa ia hanya memiliki sedikit waktu sebelum makan malam dimulai. Ia membersihkan cat dari tangannya dan menyimpan kuas ke dalam kotak dan bergegas turun kebawah.

Saat Ilona turun ke ruang makan, ia melihat Diana duduk di tengah meja panjang, dikelilingi oleh ibunya dan ayahnya. Mereka tersenyum merayakan operasi besar yang baru saja dilakukan Diana dengan sukses.

"Selamat, sayang ini benar-benar pencapaian yang luar biasa." seru Isabell, dengan wajah berseri-seri.

"Anak perempuan kita benar-benar luar biasa." tambah Harrison sambil menepuk pundak Diana.

Ilona berdiri di ambang pintu meremas tangannya, menyaksikan momen itu dari kejauhan. Tidak ada yang memanggilnya untuk ikut bergabung, tidak ada yang menyadari keberadaannya. Ia merasa seperti hantu di rumahnya sendiri.

"Ilona, kenapa berdiri disana? Ayo kemari dan duduk, kita mulai makan malamnya." Isabell berkata. Namun, nada suara ibunya terdengar datar, tanpa kehangatan tidak seperti saat ia berkomunikasi dengan Diana.

Ilona berjalan ke meja dengan langkah berat dan duduk di kursinya. Ia tidak berkata apa-apa, hanya memandangi makanan di depannya dengan enggan.

"Ilona." panggil Harrison membuatnya mengangkat kepala. "Bagaimana denganmu? Sudah memutuskan akan masuk jurusan apa setelah lulus?" Tanya ayahnya sembari menyuap makanan.

Pertanyaan itu datang seperti badai kecil yang siap menghancurkan semua usahanya untuk tetap tenang. Ilona tahu bahwa jawabannya tidak akan pernah diterima. Tapi, ia lelah terus berpura-pura.

"Aku ingin masuk sekolah seni," jawabnya, suaranya pelan tapi tegas.

Sejenak, ruang makan itu hening. Diana berhenti memotong steak di piringnya, sementara Isabell menatap Ilona dengan kening berkerut dan raut wajah bertanya.

"Seni?" tanya Harrison, nada suaranya penuh ketidakpercayaan. "Ilona, kita kita dikenal sebagai keluarga dokter terbaik. Seni tidak akan membawamu ke mana-mana." Ucapnya dengan nada sedikit naik.

Sayap Untuk IlonaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang