Tenggelam

67 5 0
                                    

"Hey sayang, kau lihat burung merpati itu?" 

"Seperti burung merpati itu, cintaku padamu−tulus seperti bulunya yang putih. Takkan kulirik wanita lain seperti merpati yang setia pada pasangannya. Selalu terbang dengan pasangannya, seperti kita yang selalu bergandengan tangan setiap hari."

"Hahaha, gombal." Dia tertawa kecil dan aku hanya tersenyum melihatnya.

Kutatap dirinya. Tak kubiarkan dia terlepas dari genggamanku. Namun-

Dia terlepas dari penghliatanku. Terlepas dari pengawasanku. Sekejap mata, aku hanya terfokus hanya padanya. 

Terfokus pada tubuhnya. 

Kilatan-kilatan cahaya dan suara klakson mobil tanpa henti, membuatku mataku tak bisa mengalihkan padanganku dari dirinya. Dia hanya menutup matanya, kemudian tak lama, aliran darah terus saja mengalir dari pelipis juga kepalanya. Tubuhnya terlihat lemas dan tak berdaya. Aku masih di sini. Mematung. Hanya berdiri di seberang sambil membawa dua cone es krim di tanganku. Hanya menatap kosong, tak percaya tentang kejadian di depan mata. 

Apakah ini hanya mimpi belaka?

Sekumpulan orang-orang asing mulai mengerubungi tubuhnya yang terbaring di aspal jalan. Menutupi padanganku yang hanya tertuju padanya. Mereka semua mengerubunginya bagaikan ada sebuah tontonan menarik dan juga memfotonya bagai suatu yang langka untuk diabadikan.

 Aku pun tersadar tak lama kemudian.

Bisikan. Gumaman. Teriakan. Kepanikan. Kehebohan. Menarik tubuhku yang masih berdiri kaku di kejauhan untuk semakin dekat lagi. Melangkah perlahan sambil percaya bahwa orang itu bukanlah orang tersayang milikku.  

Bulir-bulir air mata mulai jatuh dari kelopak mataku. Buram. Semuanya mulai buram. Hanya terfokus pada tubuhnya dan memanggil-manggil namanya perlahan-lahan. Mendekatinya dan membentak semua orang untuk minggir agar memberiku jalan untuk meraihnya.

Aku memangkunya dan menyentuh wajahnya yang mulai pucat. Mencium pipinya sambil meneriaki namanya. Memanggil-manggil namanya tiada henti.

Inilah akhir. Semua berakhir karenamu.

"Kau tak bisa seperti ini terus, Rey! Ini sudah dua minggu! Kau harus segera melupakannya dan mencari pengganti Dia!"

Tak kudengarkan apapun. Kosong. Gelap. Suram. Aku tak ingin memikirkan apapun. Tak percaya dan menganggap semuanya hanya mimpi belaka. 

Ini semua tak nyata! 

Setiap hari, hanya menatap sendu pada foto dirinya yang selalu kugengam erat. Menatap senyumannya dalam-dalam dan berharap dia masih bersama diriku. Memohon pada kenangan-kenangan yang tersimpan untuk tidak melupakan sosoknya. Aku hanya tak ingin melupakan dirinya.

Kuusap linangan air mataku yang tak henti-hentinya mengalir. Masih tak terima dengan kenyataan yang ada. Meraung-raung sembari senggukan dan aku ... selalu terlelap karna itu.

"Rey, jika suatu hari kita tak bisa bersama bagaimana? Apa yang kau lakukan, hm?"

"Hmm, akanku .... Akan kubuat kita bisa bersama selamanya dengan cara apapun itu. Karna aku-"

"Karna aku? Apa terusannya?"

"Sangat mencintaimu." 

Kita tertawa. Kita selalu bahagia saat bersama. Semua kenangan-kenangan telah kita kumpulkan, Sayang. Semua kenangan tentang kita berdua. Kenangan yang takkan terlupakan sampai kapan pun itu. Aku mencintaimu. Sangat mencintaimu.

"Sayang! Kita jadi menikah bulan depan. Lihat ini, undangannya sudah jadi!"

"Wah, kalau begitu akan kubuat pesta kita semeriah mungkin! Akan kuundang rekan-rekanku, lalu-"

Jika tidak ada dirimu di dalam duniaku, semuanya sia-sia. Aku takkan bisa hidup tanpamu. Jadi, biarkan aku menyusulmu.


Tenggelam 

Menyayat diri dengan pisau belati

Menggores perih semakin jauh ke dalam hati

Mengiris lagi dan lagi

Memanggil-manggil nama sang kasih tiada henti

Namun kasih semakin jauh pergi

Lihatlah darah membanjiri

Mengalir ke seluruh bak ini

Tutup semua sakit hati

Tutup semua luka karna perasaan ini

Tutup semua dan tutup juga memori ini

Kasih...

Kala diriku t'lah mati rasa karna ini

Bawalah aku segera pergi

Pergi ke sisimu di dunia mati


-Selesai-

15 Juli 20115

Durjana DurkarsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang