Hujan masih membasahi Verona, tetapi di dalam kafe kecil yang remang-remang, Isabella merasa kehangatan yang aneh. Kehangatan yang berasal bukan dari secangkir kopi yang hampir habis, tetapi dari kehadiran Alessandro Moretti, yang duduk di seberangnya. Hanya beberapa hari yang lalu, pertemuan mereka di tengah badai terasa seperti mimpi buruk. Sekarang, duduk di sini, di tempat yang jauh lebih aman, terasa seperti mimpi, tetapi mimpi yang membingungkan.
Alessandro terlihat berbeda di sini. Jas hitamnya masih rapi, tetapi aura menakutkannya sedikit mereda. Ia masih tampak tegang, tetapi ada juga sesuatu yang lembut di matanya, sesuatu yang Isabella tidak bisa mengerti.
keheningan singkat menyelimuti mereka. Alessandro menyesap cappuccinonya, sementara Isabella mengaduk teh herbalnya, aroma chamomile yang lembut sedikit mengurangi ketegangan di udara. Isabella memecah keheningan.
"Verona... sangat indah, bukan?" katanya, suaranya sedikit gemetar. Ia memberanikan diri memulai percakapan dan memilih topik yang aman, sesuatu yang tidak akan terlalu pribadi.
Alessandro mengangguk, matanya mengamati setiap gerakan Isabella. "Ya," katanya, suaranya berat, namun tenang. "Kota ini menyimpan banyak rahasia." Kalimat itu terasa ambigu, dan Isabella tidak yakin apakah itu hanya komentar tentang sejarah Verona atau sesuatu yang lebih dalam.
"Saya suka melukis jembatan-jembatan tua di sini," kata Isabella, mencoba untuk melanjutkan percakapan. "Ada sesuatu yang romantis dan melankolis tentangnya."
Alessandro mengangkat alisnya. "Melankolis?" tanyanya, suaranya penuh minat. "Saya lebih suka menyebutnya... kuat. Mereka telah berdiri selama berabad-abad, menghadapi badai dan banjir. Mereka adalah saksi bisu dari sejarah kota ini."
Isabella tersenyum tipis. "Ya, Anda benar," katanya. "Mereka kuat. Tetapi mereka juga rapuh. Sebuah sentuhan saja bisa meruntuhkannya." Ia tidak menyadari bahwa kalimatnya itu bisa diartikan sebagai metafora hubungan mereka.
Alessandro menatapnya dengan intens. "Apakah Anda sering merasa rapuh, Signora Rossi?" tanyanya, suaranya lembut, tetapi tajam.
Isabella tersentak. Ia tidak menyangka Alessandro akan bertanya sesuatu yang begitu pribadi. "Kadang-kadang," katanya, suaranya hampir tak terdengar. "Tetapi saya mencoba untuk tetap kuat."
"Kekuatan bukanlah tentang tidak pernah merasa rapuh," kata Alessandro, suaranya lebih lembut. "Kekuatan adalah tentang tetap berdiri, meskipun Anda merasa rapuh." Ia menatap Isabella dengan tatapan yang penuh pengertian, seolah-olah ia memahami perasaannya.
Isabella terdiam sejenak, merenungkan kata-kata Alessandro. Ia merasa ada sesuatu yang berbeda dalam diri Alessandro, sesuatu yang lebih dari sekadar citra bos mafia yang kejam. Ada kehangatan, ada empati, dan ada juga sesuatu yang misterius yang membuatnya penasaran.
"Saya... saya tidak tahu banyak tentang Anda, Signore Moretti," kata Isabella, mencoba untuk mengubah topik pembicaraan. "Saya hanya mendengar... rumor."
Alessandro tersenyum tipis. "Rumor seringkali salah," katanya. "Orang-orang melihat apa yang ingin mereka lihat." Ia berhenti sejenak, lalu melanjutkan, "Saya bukan orang yang mudah dipahami."
"Saya rasa begitu," kata Isabella, tersenyum tipis. "Tetapi saya ingin mencoba untuk memahaminya." Kalimat itu diucapkan dengan hati-hati, dengan rasa ragu dan juga rasa ingin tahu yang besar.
Alessandro menatapnya, matanya penuh dengan sesuatu yang Isabella tidak bisa artikan. "Baiklah," katanya, suaranya rendah dan lembut. "Kita akan saling mengenal."
_______________________
Hujan telah berhenti ketika Isabella berjalan pulang dari kafe. Sinar matahari menerobos awan, menyorot jalanan yang masih basah, menciptakan kilauan yang indah. Ia merasa segar, meskipun pertemuannya dengan Alessandro telah meninggalkan jejak yang dalam di hatinya. Ia masih memikirkan kata-kata Alessandro, tetapi kali ini, bukan dengan ketakutan, melainkan dengan rasa ingin tahu dan semangat.
Ia masih memikirkan dunia Alessandro, dunia yang gelap dan berbahaya, tetapi ia tidak merasa takut. Ia merasa tertantang, merasa ingin tahu lebih banyak tentang pria yang misterius dan menarik itu. Ia merasa seperti sedang memulai petualangan yang baru, sebuah petualangan yang penuh dengan bahaya dan kejutan, tetapi juga penuh dengan kemungkinan dan harapan.
Saat ia berjalan, ia menyanyikan lagu kecil di dalam hatinya. Ia merasa senang, merasa bersemangat. Ia merasa bahwa ia telah menemukan sesuatu yang istimewa, sesuatu yang berharga. Ia merasa bahwa ia telah menemukan cinta, dan ia tidak akan membiarkan apa pun menghancurkannya.
Ia tiba di apartemennya, sebuah apartemen kecil dan sederhana di pinggiran kota. Ia membuka jendela lebar-lebar, membiarkan sinar matahari menerangi ruangannya. Ia merasa segar, merasa bersemangat. Ia merasa bahwa apartemennya tidak lagi terasa kosong dan sunyi, melainkan terasa penuh dengan energi positif.
Ia duduk di kursinya, dan senyum mengembang di wajahnya. Ia merasa lelah, tetapi kelelahan itu terasa menyenangkan. Ia merasa senang karena telah bertemu Alessandro, senang karena telah berbagi momen indah bersamanya. Ia merasa bahwa ia telah menemukan kekuatan di dalam dirinya, kekuatan untuk menghadapi apa pun yang akan datang.
Ia meraih pensil dan sketsa buku. Ia ingin melukis, ingin mengekspresikan kebahagiaannya, ingin melepaskan energi positif yang telah memenuhi hatinya. Ia mulai melukis, dan goresan pensilnya penuh dengan semangat dan keceriaan. Warna-warna cerah dan berani memenuhi kanvas, mewakili kebahagiaan, cinta, dan harapan. Ia melukis jembatan-jembatan tua di Verona, tetapi kali ini, jembatan-jembatan itu tidak tampak rapuh, melainkan tampak kuat dan kokoh, siap menghadapi badai apa pun.
Setelah menyelesaikan lukisannya, Isabella meraih teleponnya. Ia ingin berbagi kebahagiaannya dengan seseorang, seseorang yang mengerti dan mendukungnya. Ia memutuskan untuk menghubungi Sofia, sahabatnya sejak kecil.
Sofia mengangkat telepon setelah beberapa kali dering. "Isabella! Ada apa? Kau terdengar ceria sekali!"
Isabella tertawa. "Aku memang ceria, Sofia! Kau tidak akan percaya apa yang terjadi padaku!"
Ia menceritakan semuanya kepada Sofia, tentang pertemuannya dengan Alessandro, tentang perasaannya, dan tentang keinginannya untuk menghadapi masa depan dengan optimis. Ia menceritakan semuanya dengan penuh semangat, tanpa menyembunyikan apa pun.
Sofia mendengarkan dengan penuh perhatian, sesekali menyela untuk mengajukan pertanyaan atau memberikan komentar. Ia senang untuk Isabella, tetapi ia juga mengingatkannya tentang bahaya yang mengintai.
"Isabella," kata Sofia setelah Isabella selesai berbicara. "Aku senang untukmu, tetapi kau harus berhati-hati. Alessandro itu... rumit."
"Aku tahu," kata Isabella. "Tetapi aku tidak takut. Aku percaya padanya."
"Baguslah jika kau percaya padanya," kata Sofia. "Tetapi jangan sampai kau terlalu percaya diri. Kau harus tetap waspada."
"Aku akan tetap waspada," kata Isabella. "Tetapi aku juga akan menikmati momen ini. Aku tidak akan membiarkan ketakutan menguasai hidupku."
"Itu benar," kata Sofia. "Hidup itu terlalu singkat untuk dijalani dengan penuh ketakutan. Nikmati setiap momennya, Isabella. Tetapi tetaplah berhati-hati."
Isabella tertawa. "Terima kasih, Sofia," katanya. "Kau selalu tahu cara membuatku tenang."
"Itu tugasku," kata Sofia. "Sekarang, ceritakan lagi tentang Alessandro. Apa yang membuatnya begitu istimewa?"
Isabella menceritakan lagi tentang Alessandro, kali ini dengan lebih detail, dengan lebih banyak anekdot dan detail yang membuat Sofia tertawa terbahak-bahak. Ia merasa lega karena telah berbagi kebahagiaannya dengan Sofia, dan ia merasa lebih bersemangat untuk menghadapi masa depan.
Setelah menutup telepon, Isabella merasa lebih tenang dan lebih bersemangat. Ia tahu bahwa ia masih menghadapi banyak tantangan, tetapi ia juga tahu bahwa ia tidak sendirian. Ia memiliki Alessandro, dan ia memiliki Sofia, sahabatnya yang selalu mendukungnya. Ia akan menghadapi masa depan dengan penuh semangat dan optimisme, dengan cinta dan persahabatan di sisinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bayangan di verona
RomanceDi kota Verona, di mana cinta dan tragedi berpadu bak dua sisi mata uang, terjalin kisah Alessandro Moretti, seorang Don yang bayangannya menghantui setiap sudut kota, dan Isabella Rossi, seorang seniman muda yang hatinya sejernih air mata embun pa...