6. RUMIT

96 13 1
                                    


         Pagi itu datang lebih cepat dari yang diinginkan. Matahari baru saja terbit, sinarnya yang lembut menembus tirai tipis di kamar Ritha. Ketujuh anak Baskara masih terbaring ditempat tidur, berdesakan dalam satu ruang. Asa terbangun pertama kali, perlahan bergerak agar tidak membangunkan yang lain. Tubuhnya terasa kaku, terutama wajahnya yang masih memar akibat pukulan ayahnya semalam.

"Kak Asa..." suara lirih memanggilnya. Itu Canny, yang sudah terbangun dan menatap Asa dengan penuh penyesalan.

Asa tersenyum tipis, meskipun ada rasa sakit di sudut bibirnya. "Ssh... Gak apa-apa, Adek. Kakak baik-baik aja," bisiknya, mencoba menenangkan adiknya yang jelas masih merasa bersalah.

"Tapi Kak... semua ini gara-gara aku..." Canny terdengar hampir menangis.

"No, perlu berapa kali kakak bilang. Kalau ini bukan salah kamu" Asa berkata lebih tegas. Ia berlutut di samping Canny dan memeluk adiknya itu erat-erat. "Ayah memang selalu begini. Bukan karena kamu."

Ruka, yang terbangun oleh suara mereka, perlahan duduk dan mengusap matanya. "Kalian udah bangun?"

Canny mengangguk pelan, sementara Asa hanya tersenyum samar. "hmm" jawabnya. Namun, Ruka tahu betul bahwa kedua adiknya itu hanya mencoba menyembunyikan ketakutannya.

"emm... Sa, hari ini kamu sama adek bakal ngejalanin hukuman dari ayah. Untuk hukuman adek kita semua udah tau, tapi ayah gabilang soal hukuman kamu" kata Ruka dengan nada serius,

" Kakak takut, karena ayah gapernah main-main sama omongannya" Lanjutnya dengan tatapan mata yang menunjukkan kekhawatiran.

Asa tersenyum tipis, mencoba tetap tenang meskipun rasa cemas mulai menjalari pikirannya. "Aku juga gatau kak"

"Kak Asa..." Suara kecil dari arah sudut ruangan membuat semua orang menoleh. Itu Rami, salah satu si kembar, yang masih setengah mengantuk tapi jelas terlihat cemas. "Apa kakak yakin bisa menyelesaikan hukuman yang bahkan kita semua gatau bentuk hukuman itu kaya gimana?"

Asa mengangguk pelan. "Kakak gak punya pilihan, Ram"

"Rami benar," Ayon, saudara kembarnya ikut bersuara. "Kita gabisa diem aja kak, hukuman berat yang ayah maksud pasti bukan cuma omong kosong"

"Kalian ga boleh ikut campur," jawab Asa cepat, tatapannya tegas. "Kalian bisa dihukum lebih berat kalau ayah tau"

Ritha, yang sedari tadi diam di sudut ruangan, akhirnya angkat bicara. "Kita masih bisa bantu tanpa ayah tau,Sa. Kita bi...---"

Asa memotong ucapan kakaknya "Kak, udah. Gue gamau ya kalau kalian juga kena hukum"

"Kalau gitu, terlepas dari apa hukumannya. Kamu harus janji sama kakak untuk baik-baik aja" tekan Ruka dengan tegas, yang diangguki sang adik.

"Kak Asa..." Canny tiba-tiba berbicara dengan nada yang lebih tegas. "Aku janji ga akan buat ulah lagi. Aku bakal belajar lebih giat, biar Ayah gak punya alasan buat ngehukum kita lagi."

"Itu bagus, dek. Tapi ingat, jangan lakuin itu karena kamu takut sama ayah. Lakuin kalau emang niat kamu pengen jadi lebih baik." Sahut Rora yang sedari tadi diam.

Canny hanya mengangguk pelan, air matanya yang masih menggenang menetes perlahan ke pipinya. Sejujurnya walaupun dia juga harus menjalani hukuman,ia justu lebih mengkhawatirkan sang kakak daripada dirinya sendiri. Karena hukumannya masih terbilang ringan dibandingkan sang kakak. Ia tau betul ayahnya akan sangat keras dalam memberi hukuman pada kakak-kakaknya, bahkan sedari dulu ketiga kakak tertuanya lebih sering diberi hukuman yang membuat tubuh mereka terluka. Seperti tadi malam contohnya, saat sang ayah memukul Asa dengan keras. Apa malam ini akan lebih parah?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 29 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LOST LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang