I. Khalila

12.9K 529 8
                                    

Satu

2004

Hampir sepuluh menit berlalu, tapi kertas di atas meja masih belum tersentuh. Mataku memang tak lepas dari lembaran kertas tersebut, tetapi tangan kananku yang memegang sebuah pena pun belum bergerak untuk mengisi deretan kolom dan pertanyaan yang tertera.

Bingung.

Tadi pagi guru BK sempat masuk ke kelas, sebelum pelajaran pertama dimulai. Pak Hamdani, begitulah satu sekolah mengenalnya. Beliau masuk kelas sembari membawa setumpuk kertas yang ternyata merupakan form pengisian jurusan dan perguruan tinggi yang akan dipilih selepas masa SMA. Baru seminggu yang lalu, kegiatan belajar mengajar semester ganjil dimulai setelah libur dua minggu lamanya. Dan tahun ini aku duduk di kelas 3, tepatnya III IPA 2. Kelas terakhirku di bangku SMA.

Dan sejujurnya aku sudah tak sabar meninggalkan sekolah ini.

"Astaga, Lil! Belum lo isi juga?"

Aku nyengir. Asmi, teman sebangkuku telah kembali dari kantin. Sekarang memang jam istirahat, tetapi aku memang sedang tidak berminat untuk sekedar jajan atau keluar kelas. Benakku cukup sibuk dengan memikirkan jurusan apa yang sebenarnya kuinginkan. Walaupun cuma selembar kertas biasa yang bisa asal diisi, tapi tidak denganku. Dalam hidup aku tak pernah mau main- main.

Ini masa depan.

"Nilai lo itu bagus- bagus, Lil jadi nggak masalah masuk mana aja!"

Aku mengernyit. Asmi sudah berada di kursinya. Kami memang pernah sekelas saat duduk di kelas 1 tetapi kemudian terpisah di kelas 2. Asmi inilah orang yang pertama menyapaku saat aku berdiri di depan kelas, sedang kebingungan mencari kursi kosong yang bisa ditempati. Dan ketika ia menawarkan kursi disebelahnya, aku pun dengan cepat mengiyakan.

"Bagus darimana? Biasa aja, Mi." Ralatku cepat. Aku memang berkata benar, nilaiku memang standar biasa saja. Kalau bagus- bagus, kurasa bukan di kelas ini aku berada. Tetapi kelas sebelah. IPA 1.

"Ya elah, ngerendah dia." Cibir Asmi, "Lo nggak lihat pengumuman kemarin. Lo masih masuk lima besar di kelas ini. Beda sama gue. Buncit." Lanjutnya sambil terkekeh geli.

Aku terdiam. Sistem pembagian kelas di sekolahku memang didasar pada rank hasil nilai masing- masing siswa. 40 besar pertama akan duduk di kelas unggulan, 40 siswa selanjutnya berarti akan duduk di kelas setelahnya, demikian seterusnya. Dan kelas terakhir berarti bisa dipastikan merupakan kumpulan siswa- siswa dengan nilai kecil. Tapi untuk kelas 3, pembagian kelas juga disadarkan pada tes psikologi yang diadakan saat kami duduk di kelas 2. Dan memang hasil tes menunjukkan aku mengambil jurusan IPA, jurusan yang sejak awal kuinginkan. Namun sayangnya hasil nilaiku harus puas di peringkat 44.

"Eh, Tatiana pindah ke IPS?"

Keningku mengerut. Tatiana, teman sekelasku. Seminggu ini tepatnya karena kalau dia pindah berarti bukan lagi teman sekelas kan?

"Nggak kuat katanya di IPA."

Kerutanku makin bertambah. Nggak kuat? Seingatku pelajaran belum dimulai sepenuhnya. Beberapa guru masuk kelas hanya memperkenalkan diri, atau memberi sedikit ulasan tentang materi yang akan dipelajari jadi dimana bagian beratnya. Seminggu ini memang kegiatan belajar mengajar belum berjalan tertib, selain memang masih awal adanya MOS siswa baru pun melibatkan banyak perangkat sekolah.

"Jadi udah berapa dari anak IPA yang pindah ke IPS?" Tanyaku pada Asmi penasaran. Memang pihak sekolah tak menahan keinginan siswa yang ingin pindah jurusan, asalkan dengan keterangan jelas.

"Empat kalau nggak salah. Tatiana, Kemal, Angga sama Dewa IPA 3."

Dua nama terakhir yang disebut Asmi memang berasal dari kelas sebelah. Jadi aku tak terlalu paham alasan mereka, tetapi Kemal yang awalnya juga ditempatkan di kelasku dapat kuketahui alasannya. Kemal sudah menetapkan dirinya untuk menjadi seorang akuntan di masa depan, maka jurusan IPS lebih mendukung cita- citanya dibanding IPA. Ilmunya lebih dapat, menurutnya saat memutuskan pindah tepat di hari pengumuman kelas. Aku dibuat salute dengannya, sejak awal dia sudah memantapkan cita- cita, sedangkan aku...

Melodi Rindu KhalilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang