Cahaya matahari mulai merayap dari persembunyiannya mengintip aktifitas para penghuni pemukiman elit ini dari jendela masing-masing rumah. Orang-orang mulai memanaskan mobil, berangkat ke sekolah, dan pergi bekerja lebih awal untuk menghindari macet.
Jalanan perumahan yang beraspal itu, pukul 6 pagi, dilewati seorang loper koran dengan sepedanya. Ia mengambil satu persatu koran yang telah terbungkus plastik di keranjang dan melemparkannya ke halaman-halaman rumah.
Tak! Bungkusan koran tepat mengenai pintu kediaman Maudy, dan tidak ada seorang pun yang terbangun yang mendengar ketukan itu di pintu rumah mereka. Sang pemilik rumah tengah bergelung di atas kasur empuknya di lantai atas.
"Ugh,"
Aria bergerak di bawah selimutnya. Posisi tidurnya membuat badannya sedikit pegal. Namun ada apa ini? Ia tidak bisa membalikkan badan. Sepasang lengan merangkul pinggangnya erat.
Aria membuka mata dan mendapati wajah familiar Andre bertengger di lehernya. Matanya terpejam, ia tengah terlelap penuh kedamaian seolah tidak ada kejadian apapun yang memberatkan hatinya. Aria mengusap rambut halus di rahang cowok itu yang menunjukkan perubahannya menuju kedewasaan. Ngomong-ngomong soal kedewasaan, hal dewasa macam apa yang telah mereka lakukan semalam?
Aria menggigit bibir bawahnya, kedua pipinya bersemu merah membayangkan bermacam-macam hal. Ia mencubit hidung Andre dengan gemas serta telinganya. Pemuda itu hanya menggerakkan wajahnya merasa terganggu.
"Bang Andre...," bisik Aria lembut. Ia memencet hidung Andre tanpa melepaskannya. "...bangun."
"Hmmph...," pemuda itu tak bisa bernapas. Ia menepis tangan Aria dan sesaat kemudian terbangun. Matanya menyipit dan mengerjap-erjap mengusir kantuk yang masih tersisa. Ia mendongak ke arah gadis kecilnya itu lalu tersenyum tipis.
Cup! Andre mendaratkan kecupan pagi hari di bibir Aria. Gadis itu hanya memalingkan wajah sambil menahan senyumnya. Ia berusaha menggeser lengan itu dari perutnya yang terekspos. Ia masih mengenakan kemeja, namun pakaian dalamnya raib entah kemana.
Aria mendorong tubuhnya bersandar di tempat tidur begitu pula Andre yang bangkit terduduk. Mereka saling bertatapan lama, kemudian tawa menyembur dari keduanya seolah sesuatu yang lucu baru saja terjadi.
"Tidurnya nyenyak?" tanya Andre setelah tawanya mereda.
Aria menghela napas. "Bang Andre jangan tidur di kasur Aria lagi dong."
"Kenapa?"
"Nggak bisa tidur."
Andre pun beringsut mendekatinya. "Masa sih? Aku justru nggak bisa tidur kalau nggak ada kamu."
Aria memasang tampang datar saat sebuah kecupan mendarat di pipinya. Hari masih pagi, tapi Andre sudah cari-cari kesempatan. Ia hendak mencium bibir Aria namun meleset, gadis itu memalingkan wajahnya.
Andre meraih dagu itu dan melumat bibir mungilnya tanpa menunggu. Ia menggigit kecil bibir bawah Aria memaksanya membuka mulut, tapi gadis itu kemudian mendorong dadanya hingga ciuman mereka terhenti.
"Andre, kamu dengar itu?" bisik Aria sambil melirik ke atas.
"Apa?"
"Kak Maudy." seru Aria saat menyadari suara di luar yang didengarnya berasal dari mesin mobil kakaknya. "Kak Maudy pulang."
"Oh shit."
Andre membelalakkan mata dan menyibak selimut di atasnya. Ia segera turun dari tempat tidur, namun sebelum berlari keluar, ia masih sempat-sempatnya mendaratkan kecupan di bibir adiknya.
"Pergilah!" usir Aria mendorong tubuhnya pelan.
"Love you!" Andre memungut kaus hitamnya yang yang tergeletak di lantai kemudian berjalan tergesa-gesa ke arah pintu. Sesampainya di pintu, ia berbalik lagi ke arah meja belajar. "Bukunya lupa, hehe."
KAMU SEDANG MEMBACA
The A Twins
RomanceAndre dan Aria, sepasang makhluk kembar yang pernah tinggal di rahim yang sama. Technically, mereka saudaraan--dan sebagaimana saudara, harus saling menyayangi kan. Tapi bagaimana jika rasa sayang itu kemudian berubah menjadi sesuatu yang lebih besa...