"Lu tau nggak sih, Ki, apa yang lagi rame di kantor?"
"Soal suami gue lagi?"
Karin mengangguk. Rautnya nampilin ekspresi khawatir. Aku udah langsung tau kalau Rama pasti disakiti orang-orang lagi.
"Kenapa lagi? Diapain lagi Rama kali ini? Heran deh. Padahal gue udah ngerahin segala cara supaya dia dihormati. Lu tau sendiri kan berapa harga mobil dia yang gue beliin kemarin? Harusnya liat Rama bawa mobil kaya gitu udah bikin semuanya tunduk kan? Ferdinand juga kayak gitu. Kenapa mereka kayak ngeremehin Rama banget sih?"
"Asal lu tau, Ki, dengan Rama yang tiba-tiba muncul langsung kayak orang kaya gitu, dia malah jadi bahan omongan. Makin banyak yang ngira Rama mau sama lu karena ngincer posisi di Nusafood dan kekayaan keluarga kalian aja. Ferdinand emang pakai cara kotor buat menangin bawahan bawahannya, tapi, dia nggak dianggap jahat atau dicap buruk karena at least, mereka orang yang setara sama keluarga kalian. Sedangkan Rama enggak. Malah banyak banget juga yang komentar kalau Rama tuh cuman "kambing hitam" keluarga kalian aja. Gue yakin dia pasti udah denger semua omongan-omongan jahat itu. Kemarin pas gue papasan sama dia di cafetaria kantor, dia nggak keliatan ramah kayak biasanya. Dia agak murung gitu."
"Emang anjing orang-orang. Punya mulut yang cuman dikasih makan makanan murah aja berani beraninya dipake ngehina orang yang levelnya jauh diatas mereka. Apa gue mulai sekarang nempatin suatu posisi aja ya biar nggak ada yang jelekin Rama??"
"Dan bikin Rama makin kayak orang yang nggak punya kuasa di pernikahan kalian?"
"Lu tau apa sih, Rin? Gue tuh nggak se-kontrol freak itu."
Aku bukannya posesif atau terlalu ngekang Rama. Aku juga nggak ngatur-ngatur dia banget. Semua yang aku lakukan itu demi kebaikannya. Rama cuman datang dari latar belakang orang biasa, dia juga nggak semampu itu buat langsung setara sama orang-orang besar yang selalu ada di sekelilingku. Kalau aku nggak inisiatif bantu dia, dia bisa apa?
Aku benci banget setiap orang luar yang nggak tau apa-apa itu ngomentarin tentang rumah tanggaku yang lagi aku usahakan ini.
⛅️
Omongan Karin nggak bikin aku cuek-cuek aja kok. Aku mikirin banget. Aku pulang dari pertemuanku sama Karin di suatu restaurant berkelas naik mobilku sendiri. Bersyukur jalanan nggak padet-padet amat, aku nggak harus terjebak macet yang makin bikin aku badmood.
Aku sampai apartment Rama setelah menempuh beberapa saat. Aku naik lift sambil bawa satu kantong plastik berisi minuman beralkohol. Di cuaca mendung hari ini, aku mau menenggelamkan diri kedalam isi kepalaku sendiri.
Aku papasan sama teman Rama yang juga tetangga satu apartemen, Namanya Ojun. Dia senyum ramah, aku cuman nunduk sedikit kemudian mengalihkan pandang. Dari awal aku nggak begitu suka sama dia. Dari wajahnya aja udah keliatan kalau dia ini tipikal bawahan munafik kayak yang biasa aku liat di Nusafood. Dia pasti juga sama penjilatnya, apalagi aku orang yang lumayan punya kuasa.
Cheesecake dan minuman beralkohol dalam kaleng. Nggak kedengeran kayak kombinasi yang pas tapi, aku cukup menikmatinya.
Waktu terus berlalu seolah nggak biarin aku tenang sebentar semalaman. Aku nggak tau sejak kapan waktuku rasanya secepat ini. Dulu perasaan pas aku masih sendiri, waktu berlalu lama banget deh.
Pin pintu unit kami berbunyi, aku lihat jam dinding yang menunjukkan kalau sekarang udah pukul delapan malam. Rama pulang, aku mau nyambut dia dengan baik tapi nggak lagi disuasana seperti itu. Mata kita bertemu beberapa detik setelah dia masuk dan ganti sandal rumah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sunshine. [✓]
FanfictionMenikahi perempuan kaya raya nggak pernah ada di wishlist Rama karena sebagai laki-laki yang bertanggung jawab, tentunya dia ingin membahagiakan keluarga kecilnya dengan kemampuannya sendiri. Namun, bagaimana jika perempuan itu adalah Kianna? Model...