Prolog

175 8 1
                                    

Suara dentingan piano menyadarkannya dari lamunan. Di tengah keramaian kota yang ada, ia merasa kesepian. Di tengah kesenangan orang, ia merasa kesedihan. Di tengah orang yang sehat, ia merasa sakit.

Peka.

Seandainya ia peka, ia pasti bahagia.

Seandainya ia peka, ini tidak akan terjadi.

Seandainya waktu bisa berputar kembali--walaupun sangat mustahil-- ia ingin memperbaiki semua. Memperbaiki semuanya yang ia telah lakukan. Ia ingin. Sangat. Tapi itu semua mustahil. Hal yang sudah berlalu, tidak akan bisa terulang kembali.

Ia benar-benar menyesal. Menyesal karena sudah menyakiti beberapa orang. Salah satunya, dia. Dia yang selalu ia sakiti. Dia yang selalu ia abaikan. Dan dia yang selalu setia walaupun ia sakiti.

Penyesalan memang selalu datang di akhir. Jika penyesalan datang di awal, ia tidak akan pernah merasakan apa itu penyesalan.

Kali ini, tuhan telah menampar dirinya dengan mengambil dia dari sisinya ketika ia mulai memperbaiki semuanya.

Maaf.

Hanya kata itu yang bisa ia ucapkan setiap harinya. Walaupun ia tahu, kata maaf, tidak akan mengembalikan dia kembali.

Dia sudah pergi. Untuk selama-lamanya.

***

Stupid!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang