Saat ini, hujan seolah berpihak padaku. Ia menjelma menjadi air mata yang perlahan jatuh membasahi bumi. Ia mencoba menutupi air mataku yang menetes begitu deras. Kini air mataku telah bercampur dengan air mata langit. Setidaknya, tak ada seorangpun yang tau bahwa aku sedang menangis. Air yang mengalir begitu deras di kedua pipiku bukanlah hujan, tak lain ialah air mataku.
Bibirku mulai membiru, aku merasakannya. Jari jariku begitu pucat, tubuhku menggigil. Aku benar-benar kedinginan. Aku butuh sesuatu yang bisa menghangatkanku. Seperti handuk misalnya, atau secangkir teh hangat yang kupikir dalam satu kali seduhan mampu menghangatkan seluruh tubuhku, atau sebuah pelukan? Pelukan? Adakah pangeran yang bersedia memelukku? Sepertinya, aku harus bermimpi terlebih dahulu.
"Prilly... Kamu ngapain disini?" Ucap seorang lelaki yang tiba-tiba muncul dan menyelimuti tubuhku dengan jaket kulit yang ia kenakan. Kurasakan kedua tangannya melingkar di punggungku. Aku merasa hangat, hangat teramat sangat. Penglihatanku mulai buram, ku edarkan pandanganku tepat ke wajahnya. Matanya. Lagi-lagi kedua matanya yang pertama kali kulihat. Aku lemah. Semakin lemah. Jantungku berdebar begitu kencang, Secepat itukah mimpiku terwujud? Entahlah. Aku percaya, Tuhan tidak bercanda dalam menulis skenario.
"Kamu belum pulang?" Tanyaku dengan senyuman singkat.
"Aku nggak pulang. Kamu ngapain sih disini? Kita turun sekarang juga!" Gumamnya kesal. Namun aku menolak, gelengan kepalaku semakin membuatnya terlihat kesal. Jujur saja, aku suka momen momen seperti ini. Momen dimana dia memperhatikanku, juga momen dimana dia menatap kedua mataku dengan tulus. Haruskah aku melakukan hal bodoh ini setiap hari? Hanya untuk mendapatkan perhatiannya aku rela melakukan apapun, sekalipun tindakan bodoh yang menyakiti diriku sendiri. Aneh.
"Aku mau disini. Aku mau lihat bintang yang paling terang malam ini" tolakku halus.
"Ini hujan Prill, nggak ada bintang sama sekali. Kamu jangan kaya anak kecil gini deh. Tubuh kamu udah biru, kamu bisa mati kedinginan kalo disini terus"
"Kalopun nggak ada bintang malam ini. Aku mau lihat pelangi setelah hujan" Ucapku yang mulai terbata-bata. Seluruh tubuhku seolah membeku, tak bisa ku gerakkan jari jari tanganku hanya untuk meraba wajahnya.
"Pelangi nggak selalu ada saat hujan berenti"
"Pelangi itu ada di bola mata kamu Ali" kataku yang mulai berbicara asal. Aku seperti tidak sadar dengan apa yang telah ku katakan. Kulihat matanya yang menatapku semakin dalam, dan setelah itu, semua gelap. Gelap seperti tak ada cahaya yang masuk ke dalam mataku. Apa yang terjadi?