Chapter 3

61 8 5
                                    

"Seharusnya aku sudah tau hal itu akan datang, suatu saat nanti."
- Chandelle Paige.

*****

5 Months Later ....

Seberkah cahaya matahari, berhasil masuk menyinari muka putih nan mulus milik Chandelle. Gadis itu pun mencoba untuk membuka matanya secara perlahan. Saat merasa matanya sudah bisa beradaptasi dengan cahaya matahari yang masuk, ia segera mencuci muka dan menyikat giginya.

Seusai itu ia bergegas membuat salad buah, lalu mengambil ponselnya yang tergeletak di meja konsol putih, bertujuan untuk mengecek jika ada pemberitahuan yang masuk.

1 message and 15 new emails.

Itulah tulisan yang terpampang jelas di layar ponselnya. Gadis itu pun membuka aplikasi pesan yang ada di ponselnya. Tak biasanya ia mendapat pesan di pagi hari. Biasanya, ia hanya mendapat pemberitahuan surel serta panggilan tak terjawab dari Ibunya.

Niall: Hey, love. Aku sedang ada urusan mendadak. Mungkin aku akan sampai di sana sekitar jam 4 atau 5 sore. Jemput aku, ya? :) xx

Ya, belakangan ini Niall memang sering menelpon, mengirim pesan dan bahkan mengajak Chandelle untuk bertemu jika punya waktu luang. Peristiwa yang terjadi 8 bulan yang lalu, membuat mereka berdua makin hari kian mendekat.

Sikap Niall yang menjadi sangat perhatian padanya, membuat Chandelle mulai menaruh hati pada pemuda tersebut. Tak jarang ia menyunggingkan senyum manis, saat Niall memperlakukannya secara lembut layaknya ia adalah wanita pujaan lelaki tersebut.

Dengan sigap, ia pun segera membalas pesan dari Niall dan membuka surel yang ia yakini berasal dari atasan serta beberapa rekan kerjanya. Gadis itu pun kembali mengerjakan tugas yang belum ia selesaikan semenjak, ia tiba di Roma.

Hari ini, Chandelle berada di Roma bukan semata untuk menikmati indahnya objek wisata serta makanan khas yang ada. Ia berada di Roma, karena kakaknya menggelar jamuan makan malam yang hanya akan dihadiri oleh orang-orang terdekat. Kejutan besar adalah hal yang mendorongnya untuk datang ke Roma.

Selagi ia mengerjakan tugasnya, ia tak lupa memakan beberapa junk food yang sudah ia beli dan menyalakan televisi, agar suasana di kamarnya tidak terlalu sepi.

Kini waktu menunjukkan pukul 4:15 dan sekarang Chandelle sedang bersiap-siap untuk menjemput Niall. Walaupun, ia belum tahu pasti kapan pemuda itu datang. Tak lebih dari 30 menit, ia pun sampai di bandara.

Jarak antara hotel yang ia tempati dengan bandara di Roma bisa di bilang cukup dekat. Ia sengaja memilih hotel tersebut agar, ia tak perlu membutuhkan waktu yang lama hanya untuk ke bandara jika ada urusan mendadak.

Pun Chandelle melangkahkan kakinya menuju bagian yang memperlihatkan jadwal penerbangan yang bertujuan ke Roma maupun sebaliknya. Setelah mengetahui bahwa pesawat yang Niall tumpangi akan mendarat sekitar 15 menit lagi, ia pun memutuskan untuk duduk di salah satu bangku bandara yang ada.

Tak lama setelah itu, matanya menangkap seorang lelaki berambut pirang dengan kemeja putih yang sedang celingak-celinguk mencari sesuatu. Ia pun bergegas ke arahnya dan tak lupa menepuk pundak lelaki tersebut.

Lelaki itupun membalikkan badannya, lalu memeluk tubuh mungil Chandelle. "Baby Chandelle!" Kini semburat merah kembali bermunculan di wajahnya.

"Panggil aku Elle dan lepaskan pelukan bodoh mu ini, asshole!" dustanya.

Jauh dalam lubuk hatinya, Chandelle menginginkan pelukan hangat dari Niall yang bisa membuat hatinya tenang. Tapi, apa boleh buat? Rasa gengsi sudah menjalar masuk ke seluruh tubuhnya.

Niall pun melepaskan pelukannya dengan raut muka cemberut yang berbekas di wajahnya. Chandelle yang melihatnya, hanya bisa tertawa dan mencubit gemas pipi gembul milik Niall itu.

"You're cute though," puji Chandelle terkekeh yang membuat Niall tersipu malu.

"So are you, babe," balas Niall yang sepertinya tidak Chandelle dengar.

Mereka pun berjalan menuju hotel yang nantinya Niall akan tempati. Tempatnya lumayan jauh dari bandara. Setidaknya ada waktu sekitar 30 menit untuk sampai di hotel tersebut. Di sana, Chandelle membantu Niall membereskan beberapa barang bawannya.

Sehabis itu, Niall mengantar Chandelle ke hotelnya. Mengingat acara akan dimulai setengah jam lagi, gadis itu pun segera berlari kecil menuju kamarnya dan bersiap-siap.

Kini mereka berdua sedang berada di acara jamuan makan malam kakaknya. Kebetulan sekali, restoran tempat jamuan digelar dekat dengan gedung dimana kakaknya pernah menggelar pesta bujangan. Hal itu membuat mereka tak terlalu repot untuk mencari alamat rumah makan tersebut.

Sedari tadi, Chandelle hanya terus menggerakkan bolpen yang ada di tangannya dengan lincah. Tipikal Chandelle. Tidak pernah mau menunda-nunda tugas. Ia selalu saja menyempatkan sedikit waktu untuk mengerjakan tugasnya yang banyak itu.

"Are you nuts, Chelle?" tanya Niall menautkan kedua alisnya. Chandelle yang mendengar hanya memberinya tatapan excuse-me-mr.horan?

"Kau selalu saja mengerjakan tugas mu, itu. You need some fun and rest! Kau tahu? Aku bisa membantumu sepulang nanti." Gadis itu memejamkan matanya sebentar.

"Kau tidak mengerti, Niall! Kau tidak tahu bahwa aku selalu mendapatkan 2 tugas dalam waktu satu menit. Kau tidak pernah mau mengerti perasaanku!" Kini Chandelle tak peduli lagi, jika orang-orang sekeliling melihat apa yang ia lakukan.

"Dengar, baby Chelle. Jujur saja, aku tidak ingin melihatmu terbaring lemah dan merasa kesakitan. Aku tidak mau itu."

Niall mendekap gadis itu, membuatnya merasa kehangatan yang sungguh luar biasa. "Walaupun aku bertubuh kecil seperti ini. Tapi aku punya daya tahan tubuh yang tinggi, lho!"

Pria berambut pirang itu terkekeh. "It doesn't matter. Now, hand me your pen. Please sweetie?" Dengan pasrah ia pun memberikan bolpennya itu pada Niall.

Daripada, ia menjadi frustasi karena terlalu bosan. Gadis itupun memutuskan untuk memakan pasta yang sempat Niall bawa untuk dirinya seorang.

Acara jamuan sudah hampir selesai. Kejutan yang membuat semua orang penasaran pun telah disampaikan beberapa menit yang lalu. Kehamilan yang sudah berjalan beberapa bulan, adalah hal yang menjadi kejutan di acara jamuan kali ini.

Mendengar berita itu, Chandelle merasa sangat senang. Akhirnya, ia akan menjadi seorang bibi dan mempunyai keponakan. Gadis itu sangat menyukai hal yang berbaur dengan anak-anak.

Sebelum acara berakhir. Chandelle berniat untuk membawa pulang lasagna, panini serta puding jeruk yang sudah disiapkan. Persediaan makanan yang sudah menipis membuatnya memutuskan untuk mengambil makanan tersebut.

Seusai itu, ia pun melangkahkan kakinya menuju tempat parkir dimana Niall berada. Tak lupa ia berpamitan kepada Ayah, Ibu, Kakak dan Kakak Iparnya. Ia juga sempat mengelus-elus perut kakaknya yang agak buncit itu sembari mengatakan, "Bye-bye, Kiddo. I love you."

Tetapi, ada sesuatu yang aneh dan mengganjal. Ia melihat seorang lelaki pirang yang ia yakini, Niall bersama dengan seorang wanita yang bergelayut manja di lengannya. Ia mengucek kedua matanya, seakan tidak percaya akan hal itu.

Tiba-tiba lelaki itu berbalik dan secara tak sengaja ia menutup kedua mulutnya membuat semua tempat makan yang ia bawa jatuh ke tanah.

"N-niall?"

to be continued
- - - - - - - - - - - -

[A/N]:
Gantung banget ya, hah. Kusuka banget bikin orang gantung. HAHAHA. Gadeng canda. Oiya, makasih banget yang udah mau vote and comment! I love u sm guys! See you on the next chapter :) xx

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 11, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Curse Fountain ➳ HoranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang