***
Day 04 05:00
Pukul 5 pagi di hari kedua, ketika langit baru saja mulai berkilauan dengan sinar fajar, jam weker yang diselipkan di bawah bantal mulai berdering. Pemiliknya, yang tidak bisa tidur sama sekali sepanjang malam, mematikannya, diam-diam turun dari tempat tidur, dan pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan.
Bubu ingin makan bubur yang kental, pekat, dan wangi, jadi ia perlu merebusnya lebih lama dari biasanya.
Cuaca bulan April masih agak dingin. Setelah memakai jaket bulu, Junkyu mencuci beras dengan air dingin, memasukkannya ke dalam panci, dan menyetel pengatur waktu kompor selama setengah jam. Saat dia merendam beras, dia menggosok kedua tangannya untuk menghangatkan. Kemudian, dia mengambil ponsel anak-anak berwarna kuning cerah yang lucu itu dan berjalan melingkar di sekitar dapur; dia ingin menekan tombolnya, tapi juga tidak berani.
Dia masih ingin berusaha untuk mendapatkan satu kesempatan lagi.
Junkyu memiliki keyakinan yang tidak dapat dijelaskan pada Haruto; dia percaya kalau pihak lain bukanlah tipe orang yang pendendam dan tidak berperasaan. Selama dia dengan tulus meminta maaf, bersikap sedikit manja seperti sebelumnya, dan memohon ampun, mungkin Haruto akan tetap bermurah hati mengizinkannya mengasuh Bubu. Bubu dihantui oleh terlalu banyak bayangan masa lalu Junkyu; tidak apa-apa jika dia belum pernah melihatnya sebelumnya, tetapi begitu dia melihatnya, dia benar-benar tidak bisa melepaskannya.
Tentu saja, ini bukan satu-satunya hal yang tidak bisa dia lepaskan, tapi untuk sementara dia belum menyadari hal lainnya.
Dia ingin mendengar suara Haruto.
Itu adalah semacam perasaan yang halus namun sungguh-sungguh yang sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata, yang muncul dalam rentang tiga percakapan telepon singkat—pemuda dengan gaya hidup kesepian telah bertemu dengan seorang pria dewasa yang tidak dikenalnya.
Luka masa kanak-kanak di benak pemuda itu belum terobati. Dan pria yang mengobrol dengannya beberapa waktu kebelakang adalah seorang ayah, suara tawanya mengandung rasa sayang terhadap anak-anak. Seperti sepasang sayap berbulu hangat yang terbentang, sayap itu melindungi masa kecil Junkyu di dalamnya.
Perasaan berdenyut ini baru saja muncul. Mungkin belum bisa disebut cinta, namun penuh dengan keterikatan yang sulit dilepaskan.
Intinya, Junkyu masih seorang anak yang kurang kasih sayang, tidak mampu melepaskan kasih sayang kebapakan.
Dia menghitung perbedaan waktu antar negara sebanyak tiga kali untuk memastikan bahwa saat itu pukul dua siang di mana Tuan Watanabe berada—waktu yang tepat untuk mengangkat telepon. Dia menahan napas dan menekan tombol dial.
“Tuuut—tut—”
Panggilan tersambung, dan nada dering berbunyi dua kali. Namun, sebelum Junkyu sempat menempelkan ponselnya ke telinganya, nada deringnya tiba-tiba terputus di tengah-tengah.
Tiga kata muncul di layar: Panggilan gagal tersambung.
Pihak lain tidak ragu-ragu sedetik pun, malah memilih untuk segera menutup telepon.
Wajah Junkyu tanpa ekspresi saat dia menatap lekat tiga kata itu sebelum layar benar-benar menjadi gelap dan mencerminkan wajahnya yang pucat. Jari-jari di bawah celemek perlahan-lahan meringkuk, membentuk kepalan—ujung jarinya menusuk telapak tangannya, sedingin es.
Butiran beras dituangkan ke dalam panci, lalu diisi oleh air yang banyak. Rebus dengan api besar, masukkan sedikit minyak, lalu kecilkan api. Api biru kusam menyala dan isinya mulai mendidih perlahan. Junkyu menggunakan spatula kayu untuk mengaduknya dengan gerakan memutar hingga butiran beras membengkak; permukaan bubur menjadi lengket dan mulai menggelembung kental.
KAMU SEDANG MEMBACA
[R] Gradasi Warna - Harukyu
Fanfiction🔞🔞 WARNING! NSFW Harap bijak dalam memilih bacaan Smut, Comedy, Romance, Slice of Life, Yaoi Peringatan Konten : LGBT issue, past trauma, mentioned mental health illness. Saat dongeng bertemu dengan seorang anak yang kesepian, saat rumah bernada h...
![[R] Gradasi Warna - Harukyu](https://img.wattpad.com/cover/312956908-64-k713642.jpg)