Kubaca berulang kali kartu ucapan Mas Gagah. Keharuan memenuhi rongga-rongga dadaku. Gamis dan jilbab hijau muda, manis sekali. Akh, ternyata Mas Gagah telah mempersiapkan kado untuk hari ulangtahunku. Aku tersenyum miris.Kupandangi kamar Mas Gagah yang kini lengang. Aku rindu panggilan dik manis, akurindu suara nasyid. Rindu diskusi-diskusi di kamar ini. Rindu suara merdu Mas Gagah melantunkan kalam Illahi yang selamanya tiada kan kudengar lagi. Hanya wajah para mujahid di dinding kamar yang menatapku. Puisi-puisi sufistik yang seolah bergema d iruangan ini.Setitik air mataku jatuh lagi."Mas, Gita akhwat bukan sih?""Ya, insya Allah akhwat!""Yang bener?""Iya, dik manis!""Kalau ikhwan itu harus ada janggutnya, ya?!""Kok nanya gitu sih?""Lha, Mas Gagah kan ada janggutnya?""Ganteng kan?""Uuuuu! Eh, Mas, kita kudu jihad ya?" Jihad itu apa sih?""Ya always dong, jihad itu..."Setetes, dua tetes air mataku kian menganak sungai. Kumatikan lampu. Kututup pintu kamarnya pelan-pelan. Selamat jalan Mas Ikhwan!Selamat jalan Mas Gagah!Buat ukhti manis Gita Ayu Pratiwi, Semoga memperoleh umur yang berkah,Dan jadilah muslimah sejatiAgar Allah selalu besertamu.Sun sayang,Mas Ikhwan, eh Mas Gagah!
