CHAPTER 8 : Vonis Akhir

35 3 2
                                    

Dimas duduk disofa dengan nyaman sambil memandangi seorang wanita muda didepannya yang diperkirakan seumuran dengan Angga. Ia adalah Netha Anggraini.

Netha adalah kawan lama Angga sejak SMA. Dulu Netha juga diberikan kesempatan dari pihak rumah sakit tempatnya bekerja untuk bisa menangani Ayah Angga yang sakit. Tentu Angga bergantung berat pada Netha. Namun, takdir tetaplah takdir. Sang Ayah pergi jauh dari yang diperkirakan. Setelah menjalani operasi ke 2 kali, Ayah Angga meninggal dunia.

Netha kembali dengan sejumlah harapan untuk menyembuhkan Dimas, setidaknya ini sebagai perminta maafan dirinya untuk Angga yang tak bisa menyembuhkan sang Ayahanda.

" Apa kabar, Kak Netha? " tanya Dimas dengan sangat sopan. Netha terkekeh.

" Hey, harusnya aku yang namanya kayak gitu. Kok malah kamu " kata Netha sambil terkekeh. " Kamu apa kabar, Dim? " tanya Netha begitu ramah.

" Aku, sehat kok Kak " kata Dimas mencoba tersenyum. Netha yang melihat Dimas langsung ikut tersenyum.

" Kamu memang selalu kuat dan sehat. Seperti terakhir kita bertemu " kata Netha. Dimas hanya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.

" Kita bisa mulai topik pembicaraannya sekarang " kata Angga yang duduk disamping Dimas dengan nada tegas.

" Ya, ok... jadi aku kesini ingin membantu kamu dalam melawan penyakitmu, Dimas. Kakak siap selalu membantu kamu, tidak usah bertanya soal biaya, semua kakak yang tanggung demi kamu, Dimas. Nah, sekarang soal pengobatan kamu " kata Netha sambil mengeluarkan sebuah amplop coklat besar.

" Biaya? Kakak akan menanggungnya? " tanya Dimas dengan nada terkejut.

Netha menatap Dimas dengan tatapan khawatir, namun ia pun mengubah ekspresinya menjadi tenang dan tersenyum.

" Iya, semuanya biar kakak yang menanggungnya. Ini, kamu tanda tangan disini sebagai tanda bahwa kamu siap untuk menjalani pengobatan dengan biaya yang akan ditanggung pihak dokter dan rumah sakit " kata Netha sambil memberikan selembar kertas.

Dimas membacanya terlebih dahulu untuk memastikan.

" Semuanya ditanggung hingga aku sembuh? " kata Dimas dengan nada terkejut.

" Iya, Dim. Semuanya... " kata Netha bersemangat lalu tersenyum.

Dimas tersenyum senang, ia seperti mendapatkan harapan untuk sembuh. Tapi, wajahnya kembali sedih. Netha yang melihat perubahan ekspresi wajah tersebut langsung khawatir.

" Kenapa Dim? " tanya Netha.

" Emm... kalau operasi, berarti ada kemungkinan gagal " kata Dimas dengan gumaman.

Seketika wajah Angga langsung berubah jadi merah. Seperti ada kemarahan yang meluap-luap diwajahnya.

" Kamu ngomong apa sih, Dim?! " bentak sang kakak pada Dimas.

Dimas menatap kakaknya. " Itu benar kan, kak? Kenapa kakak harus marah? " tanya Dimas sambil tersenyum lemah.

" Netha akan berusaha demi kesembuhan kamu! Iya kan, Tha? " kata Angga langsung mengalihkan pandangannya ke arah Netha, begitu pun Angga.

Netha memasang wajah khawatir. Ia bisa melihat wajah Angga seakan meminta pertolongan lebih padanya. Netha tersenyum.

" Walaupun ada kemungkinan itu, tapi dirumah sakit nanti semua dokter akan berusaha yang terbaik untuk kamu, Dim. Untuk itu jangan khawatir ya " kata Netha mencoba untuk memberikan ketenangan untuk keduanya.

" Itu kedengarannya bagus " kata Dimas sambil tersenyum lemah.

Dimas masih menggenggam erat pulpennya. Yang ia pikirkan hanyalah Viera. Bagaimana tidak, ia belum membuat sesuatu untuk terakhirnya jika ia benar-benar akan meninggal.

LOVE YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang