"Aku gak bisa, Jidan!"
Jidan benar-benar bingung dengan sikap Fei yang tiba-tiba seperti ini. Melihat perempuan itu menangis rasanya mengingatkan dia ketika hubungannya dan Fei mulai melonggar. Ketika akhirnya Jidan sadar bahwa dia mencintai perempuan itu. Dan itu terasa sangat menyakitkan.
"Kamu kenapa?" tanya Jidan sembari mendekati Fei untuk menenangkannya.
Namun Fei malah mundur. "Jangan mendekat. Mundur, Jidan...."
"Fei, kamu sebenarnya kenapa? Aku gak bisa lihat kamu nangis tiba-tiba kayak gini." Jidan melihat perempuan itu masih berlinang air mata. Terasa sakit disaat ia ingin menenangkannya tapi perempuan itu malah melarangnya.
"Harusnya aku yang tanya itu ke kamu, Jidan." Fei mulai mengendalikan napas yang sebelumnya tersengal-sengal.
"Maksud kamu?" Lagi-lagi Jidan merasa bingung. Ia tidak mengerti apa salahnya.
"Kenapa kamu ngelakuin hal ini? Kenapa kamu ngelakuin hal 'ini' untuk yang kedua kalinya?!” teriak Fei.
Jidan tersentak karena teriakan Fei. Perasaan marah dan sedih terlihat di raut wajah perempuan yang berdiri di depannya ini. Hanya saja, Jidan masih tidak tahu apa kesalahannya.
"Apa hal yang kamu maksud? Aku gak melakukan bahkan mengatakan suatu hal buruk ke kamu sedari tadi. Dan aku gak akan ngelakuin suatu hal yang buat seorang Fei menangis... lagi," ucap Jidan.
"Tapi sekarang kamu ngelakuin hal itu lagi. Kamu ngebuat Fei menangis lagi!"
"Fei... aku gak ngerti di mana kesalahanku. Jadi, tolong kasih tau-"
“Tolong berhenti, Jidan!" Perempuan itu mengambil napas dalam-dalam. "Tolong berhenti bersikap baik terhadapku. Tolong berhenti perhatian terhadapku. Tolong... aku gak ingin hal ini terulang lagi...."
"Hal... apa?"
"Aku gak ingin jatuh cinta sama kamu lagi!"
Jidan tertegun. Sebelum membuka mulutnya, Fei kembali berbicara. Mengatakan suatu hal yang tidak ingin Jidan dengar.
"Jadi tolong... jangan dorong perasaanmu kepadaku."
Mengabaikan perkataan Fei, Jidan mendekati perempuan itu dan enggenggam kedua tangannya. "Kenapa? Kenapa aku harus menghentikan perasaanku? Apa itu salah? Kenapa-”
"Tentu itu salah, bodoh!" Fei melepas paksa genggaman Jidan.
"Beri tahu aku kenapa itu salah? Beri tau aku, Fei!" Jidan mulai meninggikan nada bicaranya. Matanya memancarkan keinginan tahuan yang begitu besar.
"Karena aku cinta kamu!"
"Fei...," bibir Jidan mulai membentuk senyuman.
Hanya saja Fei menepis semua imajinasi-imajinasi indah di dalam pikiran Jidan.
"Karena aku cinta kamu, aku gak mau kamu cinta sama aku," ucap Fei. "Jadi tolong... berhenti bersikap baik kepadaku...."
Perlahan Jidan kembali mendekati Fei. Ia memeluk perempuan itu yang sudah mulai tenang.
"Ini gak kayak masa lalu, Fei. Sekarang aku di sini sebagai seseorang yang juga cinta sama kamu. Dan kamu yang cinta sama aku. Yang artinya kita berdua-"
Fei mendorong tubuh Jidan. "Kita berdua yang saling mencintai adalah kesalahan terbesar."
Fei meninggalkan Jidan yang terdiam mematung.
***
author's note
this is the cringiest chapter i guess? maaf karena ini alay banget. cerita ini dibuat pas tahun 2015 oleh gue yang masih amatir dan masih bocah kalo menurut gue.
dan kali ini (tepatnya tanggal 7 Mei 2019) gue nge-publish ulang chapter ini. jadi, sebelumnya ada banyak hal yang gue edit dan berusaha sebisa mungkin supaya gak alay, tapi itu susah. karena secara langsung bakal ngambil inti cerita ini.
oke, ini curcol. intinya gue masih bocah pas buat ini...// jangan sungkan kalo ada yang mau ditanya;; <3
KAMU SEDANG MEMBACA
Feeling
Short StoryBuku kedua: Menyangkal perasaan cinta terhadap seseorang itu sangat sulit. Copyright © 2015 by karenhaa