Tanya Hati

2.8K 121 3
                                    

Selang dua hari setelah kedatangan Senja, aku kembali dikejutkan dengan kedatangan Bang Edo. Pria yang sudah menghilang selama bertahun-tahun dan hanya sibuk menanyakan kabarku dengan mengandalkan media chatting atau telepon itu tiba-tiba datang tanpa pemberitahuan apapun. Padahal semalam abang sepupuku satu-satunya itu masih berbasa-basi menanyakan kabarku tanpa menunjukkan gelagat apapun kalau dia akan datang berkunjung.

Lama nggak bertemu membuat rasa kangenku padanya tentu saja meluap kemana-mana. Jadi aku nggak bisa menahan diriku buat menerjangnya sambil menjerit kekanakan. Pria kalem berusia tiga puluh tiga itu cuma tertawa dan memutar tubuhku yang nangkring dengan nyaman di tubuh tinggi tegapnya.

"Ya Allah... Abang, ini beneran Abang, kan?" Tanyaku nggak masuk akal saat kami sudah berhenti melakukan aksi lebay karena dampak lama nggak jumpa.

Dia terkekeh, mengacak rambutku sebelum menjawab, "Kamu pikir siapa? Yang cakepnya begini kan cuma Abang."

Aku mencibir, lama nggak ketemu masih saja narsis nggak ketulungan. Amit deh, mirip Senja banget. Eh, Senja deh yang mirip Bang Edo, mengingat usia Bang Edo lebih tua dua tahun dari mantan suami yang mengancam bakalan balik jadi suamiku lagi itu.

Bang Edo masih saja cakep dengan pesona yang nggak kalah menggiurkannya dari Senja. Aku nggak tahu apa rahasia pria-pria ini yang membuat wajah mereka tetap ramah lingkungan meski usia mereka sudah lumayan tua. Tapi biasanya pria-pria diusia mereka inilah yang baru bisa dikatakan real gentleman, karena nggak bisa dipungkiri kalau diusia mereka sekaranglah mereka matang dan bersinar dengan kedewasaan khas pria dewasa.

Bang Edo adalah kakak sepupuku dari pihak Mama, dia anak kakak Mamaku. Nasib kami yang sama-sama anak tunggal menyebabkan aku dan Bang Edo memiliki kedekatan layaknya saudara kandung. Bang Edo yang lebih tua sepuluh tahun dariku itu adalah sosok nyata seorang kakak lelaki idaman.
Dia baik, penyabar dan sangat penyayang. Dia nggak segan-segan melakukan banyak hal untuk menjamin kenyamanan dan kebahagiaan hidupku. Karena sosoknya yang begitulah yang membuatku hampir mengidap sindrom brother complex. Aku selalu membandingkan pria taksiranku dengan Bang Edo yang mana hal itu jelas sangat merugikan.

Pria-pria taksiranku nggak pernah ada yang menang melawan kehebatan Bang Edo di hatiku. Hal inilah yang menyebabkan aku jomblo sampai lulus sekolah. Sampai Senja memasuki kehidupanku dan pemikiranku tentang pria idaman berubah total.
Senja bukan gentleman seperti Bang Edo. Dia urakan dan cuek minta ampun. Tapi pria itu mampu menjadi sosok hangat disaat yang bersamaan. Hal yang selalu berhasil membuatku gamang untuk mempertahankan perasaanku padanya. Meski akhirnya, sosoknya yang begitulah yang mampu menggeser posisi Bang Edo di hatiku. Bahkan tanpa pernah kusadari sebelumnya.

"Katanya mau nikah lagi, Dek?"

Aku merengut, meletakkan satu gelas minuman dingin dan sepiring kue kesukaan Bang Edo ke atas meja. Dia nyengir di tempatnya duduk, membiarkan angin yang berhembus di teras rumahku meniup lembut rambut kelamnya yang berantakan. Aku bahkan bisa melihatnya mengerlingkan mata dari balik lensa kacamatanya demi aksi menggoda yang mampu membuatku kesal.

"Juga, nikahnya sama mantan suami yang kemaren katanya," imbuhnya lagi yang kali ini bersikap sok tenang dengan meraih gelas minumannya. Menenggaknya perlahan dan mendesah lebay setelahnya. Dia mencomot satu potong kue, menggigit dan mengunyah kue itu dengan gerakan sok menilai. Dia pasti tahu kalau apa yang masuk ke mulutnya itu hasil karya tanganku.

"Enak," gumamnya masih mengunyah pelan. "Kamu emang juara deh kalo udah urusan masak."

Sadar kalau dari tadi aku cuma memelototinya, akhirnya dia menelan terburu sisa makanan di dalam mulutnya. Meraih kembali gelas minumnya, menyesapnya dan meninggalkan sedikit saja sisa dari air di dalam sana.

MenggapaimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang