Disaster

98.5K 1K 20
                                    

Hai ini short story pertamaku, semoga kalian pada suka ya. Minta VoteMentnya ya! Awalnya karena ini short story sih mau dibikin 1 Part aja tapi malah keterusan 2 Part. Jadi bakalan aku kasih Side POV Bree dan Nathan.

Keeep reading ....


Inggris 2014

Briana POV'S

Hari ini aku akan menginap di apartemen Nathan seperti biasa. Nathan dan aku selalu bersama sama bagaikan gula dan semut, dimana ada Nathan pasti disitu ada aku.

Kami mengenal sejak baru pertama kali ospek. Saat itu Nathan sedang tersesat dari teman sefakultasnya dan dengan PD nya aku membantu Nathan mencari teman temannya dan alhasil kita malah tersesat bersama.

Nathan. Banyak yang bilang dia adalah pacarku karena kita selalu bersama sama sepanjang waktu. Tapi menurutku dia lebih dari sekedar itu. Karena menurutku dia adalah Takdir terindahku yang dikirim oleh Tuhan.

Aku membuka apartemennya dan wajah senyumku seketika berubah menjadi masam saat melihat apartemennya yang sangat berantakan.

"NATHAAAAN!!!!" aku berteriak kesal. Dan dia malah menoleh padaku dengan raut wajah tanpa dosa.

Aku mendekatinya dan menyadari asal mula kekacauan ini ketika melihat Nathan masih sibuk kembali mengaduk adonan kue?

"Aku mau buat kue coklat nih Bree, bantuin!" dia memerintahku dengan seenaknya yang untungnya tidak melihat ke arahku yang sedang pucat pasi.

Aku mulai mengubah mimik wajahku menjadi ceria kembali.

"Apa itu hadiah Valentine untuknya?"tanyaku berusaha terseyum.

Dan Nathan tertawa bahagia
"Iya, tentu saja! Kamu tahu Bree dia setuju untuk makan malam denganku nanti, makanya bantuin aku dong, Bree!"
Jelasnya sambil masih mengaduk adonan dengan serius.

Aku menatapnya sedih.

Sebulan lalu Nathan memang cerita dia tertarik dengan seorang dokter cantik yang sekaligus merawatnya (karena dokter itu bekerja di Rumah Sakit milik keluarga Nathan).

Disanalah awal bencana ini dimulai. Sebenarnya aku tidak tahu siapa wanita itu karena selama Nathan sakit aku tidak menjenguknya sama sekali karena aku harus menyelesaikan skripsiku.

Setelah dia pulang dari Rumah Sakit dia bilang tertarik pada dokter itu. Pada mulanya aku anggap Nathan tertarik biasa. Tapi setiap kali pertemuan dia selalu membicarakan dokter itu.
Dan itu membuatku kecewa.

"Apa dia sedang di Inggris?" aku bertanya

"Iya dia sedang ada urusan di Inggris"

Aku meraih pergelangan tangan Nathan, menangkup tangannya yang lembut yang sangat pas sekali dengan tanganku.

"Biar aku saja yang buat, kamu mandilah dan bersiaplah kencan" dia menatapku.

"Ini sudah sore" aku menambahkan dan dia segera berlali kedalam kamarnya.

***

Aku terbangun dengan tangan kekar yang memelukku dengan erat. Aku tersenyum dalam hati. Kapan dia pulang. Aku bergerak dan dia juga ikut bergerak.

"Kamu sudah bangun?"

Aku mengangguk

"Bree ..." suara Nathan terdengar serak dibelakangku.

"Bree aku punya pacar sekarang" dia berbisik dan aku menitikkan air mataku dalam diam.

"Bree dia bilang iya aku mau jadi pacarmu, aku senang sekali"

Aku mengangguk.

"Bree, jangan mengangguk angguk aja. Ucapin selamat nih aku udah nggak jomblo lagi"

Aku berusah menegarkan hatiku dan berakting seolah bahagia aku memutar badanku kearahnya dan memeluknya erat.

"Selamat ya Nath!" cuma itu yang bisa kukatakan padanya.

"Apa kita bakalan sama sama lagi setelah ini?" aku bertanya lirih.

"Kamu ini bicara apa sih, tentu aja kita bakalan terus sama sama sampai tua, sampai ajal memisahkan kita!" terangnya

"Benarkah?" seketika aku meneteskan air mata.

Aku senang dia bicara seperti itu. Tapi alangkah lebih senang lagi jika akulah yang menjadi pendamping hidupnya kelak. Bersama sama hingga ajal menjemput.

"Janji?"

"Janji"

***

Dan janji hanyalah janji. Janji dibuat karena kita ragu akan seseorang. Dan keraguanku pada Nathan terjadi juga.

Dia bilang kita akan tetap bersama sama walau dia punya pacar tapi nyatanya dia perlahan lahan seperti mulai melupakanku.

Biasanya sehari kita akan bertemu sehari penuh, tapi sekarang sehari hanya bertemu 1 jam, lalu seminggu bertemu 2 kali, berubah menjadi bertemu 2 minggu 3 kali berubah menjadi 1 bulan 2 kali.

Sudah 1 bulan aku tidak bertemu lagi dengan Nathan.

Sedih. Tentu saja. Di telphon tidak diangkat di sms juga tidak di balas.

Entah kenapa perasaanku menjadi tak enak dan cemas.

Biasanya walau kami jarang bertemu akhir akhir ini tapi dia selalu menyempatkan untuk paling tidak membalas sms ku.

***

Dan hari ini lah puncaknya. Nathan bilang dia akan menikah. Menikah dengan wanita itu.

Bulshit, yang benar saja? Kenapa tiba tiba sekali.

"Kenapa tiba tiba" air mataku menetes memandang matanya mencari binar kejujuran disana.
Dan aku benar benar yakin bahwa dia ingin menikah dengannya saat aku melihat kejujuran di bola matanya.

Aku menangis kembali. Nathan memelukku dan dia juga ikut menangis.

"Aku akan menikah dengannya Bree, kamu harus datang, karena kamu adalah sahabat terbaikku"

Aku terus menangis dan tidak menjawabnya. Aku kalah, bahkan sebelum berperang. Miris sekali.

***

Akhirnya pernikahanpun di gelar dengan sederhana atas permintaan kak Dify padahal orantua Nathan pasti mampu merayakannya secara besar besaran.

Kak Dify? Kakak.

Ya benar, dan ternyata wanita yang sangat beruntung karena telah dicintai Nathan adalah Kak Dify. Kakak kandungku sendiri.

Harusnya aku bahagia karena Kak Dify menikah dengan orang yang tepat. Orang yang baik dan mencintainya.

Tapi aku akan bahagia jika orang tersebut bukan Nathan.

Saat aku diajak Nathan memilih baju untuk pernikahannya bersama dokter itu aku sangat kaget saat dia memperkenalkan kak Dify sebagai calon istrinya.

Kak Dify ...

Kakakku ...

Kenapa aku bisa bodoh sekali tidak tahu kalau si dokter itu adalah Kak Dify. Dokter itu bekerja di LA milik keluarga Nathan, dan kak Dify bekerja di LA milik keluarga Nathan.

Akhirnya setelah janji suci mereka didepan altar mereka memasang cincin dan Nathan mencium kening Kak Dify.

Mata Kak Dify berkaca kaca dan dia mengusap lelehan air mata yang mengalir dipipinya.

Aku menatap mereka dari kursi tamu paling depan. Rasanya sesak sekali. Harusnya aku yang berada disana, aku yang memakaikan cincin itu kejarinya Nathan dan yang menjadi pendamping hidupnya.

Dan aku menangis kembali dan pergi meninggalkan acara pernikahan ini. Aku sudah tidak sanggup lagi.





Tbc ...

Suami KakakkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang