Lihat aku disini.
Kau lukai hati dan perasaan ini.
Tapi entah mengapa.
Aku bisa memberikan maaf padamu.Mungkin karena... cinta?
Padamu tulus dari dasar hatiku.
Mungkin karena.. aku.
Berharap kau dapat mengerti cintaku.Lihat aku disini.
Bertahan.
Walau kau selalu menyakiti.
Hingga air mataku.
Tak dapat menetes dan habis terurai.Mungkin karena... cinta?
Padamu tulus dari dasar hatiku.
Mungkin karena... aku.
Berharap kau dapat mengerti cintaku....Suasana di dalam cafe ini memang sepi. Lagu galau dari Rama Band seperti melengkapi sepinya pengunjung karena ada aliran kecil di luar sana. Juga kesepian hati yang coba kulawan.
Bertahun-tahun seperti ini. Menjalani hubungan yang menurutku hanya aku saja yang ada dalam lingkaran garis yang disebut cinta. Kenyataan terpahit adalah dirinya yang tak pernah menganggapku ada.
Aku hanya pelampiasan baginya, selingan disaat dia bosan dengan yang lain.
Bodoh.
Iya, aku tahu. Salahkan saja, anggap aku memang seperti itu. Karena aku tahu, alasan yang membuatku merasa bodoh adalah karena aku menyukai seseorang yang hanya main-main denganku.
Kulirik jam yang tergantung bebas di dekat pantry. Helaan nafas entah sudah keberapa kalinya berhembus di udara bebas karena ulahku.
Jam tiga sore. Aku menghela nafas panjang. Mungkin semua harus berakhir. Aku beranjak dari tempat duduk yang sudah dua jam ini kududuki. Melihat sekilas pada dua gelas kopi yang masih setia menjadi teman dekatku sejak tadi.
Tersenyum kecut betapa bodohnya diriku yang masih setia menunggunya. Padahal sudah jelas-jelas dia tidak akan datang. Memilih bertemu dengan yang lain.
Aku menatap rintikan gerimis dari balik jendela besar di samping kiriku. Dan helaan nafas kembali kubuang bebas.
"Sepertinya aku harus tetap tinggal."
Dua jam duduk menunggu itu jelas bukanlah pekerjaan yang membanggakan melainkan melelahkan. Apalagi yang di tunggu tak kunjung datang.
Aku ingin melepasnya, sudah hampir semingguan ini aku memikirkan semua. Tentang betapa bodohnya aku yang terus berharap meski aku tahu hasilnya seperti apa? Sakit sih, tapi aku bisa apa?
Jika saja perasaan bisa kubuang dan menggantinya dengan yang baru, sudah jelas aku akan melakukannya. Tapi aku bukanlah orang seperti itu, aku hanya seorang cewek yang berusaha menarik perhatiannya demi menganggapku ada.
Tapi miris, semua seakan menjadi sebuah lelucon murahan untuknya. Tapi biar bagaimana pun, perasaan tidak akan pernah bisa ada yang memprediksi akan jatuh ke mana. Jadi, ya, sudah.
Biarkan rasaku hanya aku yang tahu. Biarkan sakitku hanya aku yang rasa. Biarkan kecewaku hanya aku yang mengalami.
Meski kau terus sakiti aku.
Cinta ini akan selalu memaafkan.
Dan aku percaya nanti engkau.
Mengerti bila cintaku takkan mati.Ku amati penyanyi di sudut cafe ini. Suaranya merdu. Seperti kamuflase dari penyanyi aslinya. Meski aku tidak bisa menampik jika kenyataannya, lagu yang penyanyi itu bawakan cukup membuatku berpikir tentang keputusanku nanti jika dia datang.
"Dah lama nunggu?"
Kualihkan pandanganku pada sosok yang dari tadi kutunggu. Sempat memekik saat melihat tampilannya. Baju, celana serta rambutnya basah. Ingin sekali memberinya perhatian kecil seperti memberinya tisu tapi aku tidak mempunyai keberanian. Akhirnya hanya sebuah senyum kecil yang kuberikan sebagai respon omongannya yang menurutku tidak perlu mendapat jawaban itu. Karena dia pasti tahu. Selalu aku yang menunggunya.
Dia menggerek kursi di depanku dan duduk di sana. Memesan minuman hangat kesukaannya. Sedangkan aku masih menatapnya dengan senyum kecil.
"Jadi apa yang ingin kamu bicarakan?" Nadanya sangat tenang. Tatapannya pun cukup membuatku menciut, datar.
Aku menggigit bibirku gugup. Meski telah mewanti-wanti diri jika aku akan merasakannya, aku tetap tidak bisa berbohong jika saat bibirku berucap, ada getar sakit di lidahku.
"Aku mau kita putus," dan aku mengatakannya.
Kulihat dia membelalakkan matanya sepersekian detik. Dan kembali memandangkanku datar.
"Kenapa?" Itu pernyataan bukan pertanyaan.
Aku menunduk gugup.
"Sepertinya sabarku sudah sampai batas. Kuharap kamu mengerti."
Di akhiri dengan setetes kristal bening yang merambat menyusuri pipi kananku. Aku masih setia dengan posisi menundukku. Cepat-cepat aku menghapus bekas itu.
Hening
Meski kau terus sakiti aku.
Cinta ini akan selalu memaafkan.
Dan aku percaya nanti engkau,
mengerti bila cintaku takkan mati....Aku beranjak dari tempat dudukku dan pergi tanpa menoleh lagi padanya. Meskipun tidak ada kata 'Ya' yang keluar dari mulutnya, aku menganggap dia setuju. Karena diam adalah caranya membalas setiap perkataan yang keluar dari mulutku.
Aku melangkah menerobos hujan yang semakin deras tapi aku tak peduli. Lelehan air yang tak kukira akan menderas membuatku sedikit bernafas lega. Setidaknya tidak akan ada orang yang tahu tentang air mata dan patah hatiku.
Aku menengadah melihat tetesan hujan yang seakan menusuk hatiku. Sakit. Itu pasti. Tapi aku bisa apa? Aku hanya bisa menangis. Menangisi kebodohanku dulu.
☆
☆Love you yang udah mau baca.
Voment ya.Madura, 15-10-2017.