Kini waktu menunjukkan pukul 5 pagi, saatnya aku bersiap untuk pergi. Indonesia, negeri kelahiranku yang sudah beberapa tahun ini aku tinggalkan untuk menuntut ilmu di negeri kincir angin ini. Rasa kangen terhadap mama, papa, saudara, sahabat dan atmosfir indonesia begitu membuncah dalam benakku.”Indonesia, Aku kembali......!”, hanya kata itu yang ingin ku lontarnya setibanya di bumi pertiwi nanti. Ingin ku berteriak seperti itu. Namun, tentu saja tak mungkin aku melakukannya di depan umum, yang ada nantinya orang-orang disitu menanggap aku sudah tak waras lagi.
Tapi, walaupun aku ingin sekali pulang ke Indonesia, tetap saja rasanya berat meninggalkan negeri Belanda tempat aku menuntut Ilmu Kedokteran. Rasanya aku akan merindukan saat-saat indah bersama sahabat-sahabat ku yang ada disini. Caroline, Peter, Frida, Emma, Joseph, Erina, Clara, dan tetangga kamar ku yang sangat baik hati Maria. Aku pasti akan merindukan kalian semua. Kenangan ku bersama kalian disini akan aku bawa terus hingga ku ceritakan pada anak cucu ku kelak. Bukan hanya sahabat-sahabat disini saja yang akan ku rindukan, tak ku pungkiri akan aku rindukan pula suasana-suasana indah disini setiap pergantian musim, taman bunga tulip, kampus ku, dan juga makanan khas Belanda pastinya. Semua itu akan aku rindukan setibanya di Indonesia.
Jam pun berdetik mengimbangi udara sejuk di pagi hari. Sahabat-sahabatku telah menunggu ku di luar. Mereka ingin mengantarkan ku dan mengucapkan salam perpisahan. Aku pun bergegas keluar, ku lihat Maria meneteskan airmata dan langsung memeluk ku erat, “Aku akan sangat merindukan mu”, ungkapnya lirih. Oh, sungguh aku pun begitu Maria, aku akan merindukan mu juga.
Setibanya di Bandara, aku memeluk erat Maria, Erina, Clara, Emma, dan juga Frida. Peter hanya tersenyum padaku mengucapkan kata perpisahan dan menyodorkan sebuah kotak berwarna merah muda. ” Ini dari Joseph sebagai ganti permintaaan maaf karena dia tak bisa mengantarmu ke Bandara hari ini”. Aku pun menerima kotak itu,”Terima kasih”. Beberapa menit lagi, pesawatku akan tinggal landas, aku melambaikan tangan kepada mereka, ku seka air mata yang jatuh berderai di pipiku. “ Selamat tinggal kawan, sampai jumpa lagi “.
Setelah menempunh perjalanan yang sangat lama, akhirnya sampai juga di Indonesia. Tak terasa 5 tahun berjalan begitu cepatnya, dulu aku masih terlihat begitu manja, namun sekarang aku merasa menjadi sosok yang lebih bijaksana. Terlebih lagi, setelah mendapat titel dokter, rasanya tak pantas jika aku selalu berbuat semau ku lagi. Kini, aku haru berubah, dan setidaknya ilmu yang ku miliki bisa bermanfaat untuk kemaslahatan umat. Terlihat sosok wanita paruh baya dengan linangan air mata menyambut kehadiranku. Ya, wanita itu ibu ku. Ibu yang sangat aku cintai. Setelah melihatku, mama langsung memelukku erat. Begitu juga papa, beliaulah yang selam in menjadi sandaran ku ketika aku terjatuh dan merasa tak mampu. Mama, papa, putri mu kini telah kembali. Aku bukan putri kecil mu lagi, Maharani, tapi kini telah menjadi sorang dokter, ya... dokter Maharani. Setidaknya hanya itu yang bisa ku lakukan untuk membahgiakan kalian. Mama dan Papa memang sedari dulu menginginkanku menjadi seorang dokter. Aku tadinya menolak keinginan mereka, tapi apa daya, Allah berkehendak lain. Aku gagal masuk STAN, malah yang ada aku mendapat beasiswa kedokteran di Belanda. Awalnya sekedar iseng ikut tes, eh tahunya lulus. Lucu memang. Ku pkir, inilah keajaiban doa orang tua untuk anak-anaknya. I love you Mama, i love you Papa.
Setibanya di rumah, saudara-saudara ku pun sudah bersiap-siap menyambut kedatangan ku. Paman, Bibi, Uwa, Oma, Tante, Abang, dan semuanya. Aku begitu terharu bisa bertemu kalian lagi. Meskipun aku putri tunggal di keluarga ini, tetap saja aku tidak merasa kesepian karena banyak sepupu-sepupuku yang selalu menghibur dan menemani ku.
Sebulan kemudian surat lamaranku di sebuah rumah sakit swasta di Jakarta pun mendapat balasan. Mata ku langsung berlinang dan mulut ku pun berhamdallah. Sujud syukur ku lakukan. Aku diterima bekerja di rumah sakit itu. ”Terimakasih ya Rabb”, ucapku lirih. Langsung saja aku beritahukan kabar ini kepada mama dan papa. Mereka sangat bahagia, terlihat sebuah senyum yang bermakna dari raut muka mereka yang kian menua.
YOU ARE READING
BIAR TUHAN YANG MEMILIH
RomanceJodoh adalah rahasia Ilahi. Maharani, seorang dokter muda yang menanti jodohnya. Di sisi lain, ada Joseph, seorang pemuda keturunan Indonesia-Belanda yang menyukai Maharani. Joseph dan Maharani adalah teman saat menempuh pendidikan dokter di Belanda...