BAB 12

127 7 0
                                    

Setelah beberapa menit berselang, tangis Alin mulai berhenti.
Dandy mengajaknya untuk duduk di kursi yang tersedia.

Keheningan sempat menyelimuti mereka selama beberapa saat.

"Kak, maaf ya, aku udah ngerepotin." belum sempat Alin menyelesaikan kalimatnya.

"Huss, nggak perlu minta maaf begitu. Kamu nggak ngerepotin, kok." Dandy menggenggam lembut tangan Alin seraya melemparkan senyum teduh yang menenangkan hati.

"Alinka, kamu nggak pa-pa, nak?" suara khas seorang ibu yang mendadak terdengar menghancurkan suasana romantis itu.

Sudah dapat ditebak siapa ibu yang datang.

'Nama..nya ,.... P .. Pi.. Pit... Ya, .. Pipit ..'
Suara sang ayah kembali terngiang di telinganya.

Tunggu .

Pipit ..

Alinka tahu siapa orang yang bernama Pipit. Orang itu ada di sekitarnya.

Pipit Rahayu.
Dia kepala sekolah SMK Nusa Bangsa!

Tapi bagaimana bila bukan orang ini yang dimaksud ayahnya?
Di kota ini pasti ada puluhan orang lain yang bernama Pipit.

"...." Alin bangkit berdiri, dan mendekati ibu kepala sekolah yang baru saja menanyakan kondisinya.

" .. Mama ... ?" Alin perlahan mengucapkan kata itu.

"Jadi, kamu udah tau semuanya, nak?"

Ya Tuhan ..
Ini sungguh tak disangka.
Ternyata orang yang dicarinya tidak berada di tempat yang jauh. Bahkan terlalu dekat!
Pantas saja ibu ini selalu baik padanya.

Kenapa ibu ini harus mengganti namanya? Kenapa tak menceritakan semuanya saja sejak awal? Kenapa ayahnya sampai tega mengatakan bahwa sosok ibu ini sudah meninggal? Apa saja yang pernah terjadi di antara mereka?
Banyak sekali hal yang ingin Alin tanyakan. Hanya saja, ia sedang lelah saat ini.

Ia hanya bisa memeluk ibunya, dan berlindung di tempat penuh kehangatan dan rasa aman itu.

Ternyata, ada banyak sekali misteri dalam kehidupan ini.
Misteri-misteri itu bersembunyi dengan begitu baik. Hampir tak kasat mata dengan dua probabilitas besar yang disimpannya.

Misteri yang terkuak itu bisa membawa rasa bahagia.
Atau,
Membawa luka yang begitu menyakitkan .

Seringkali, misteri itu terbongkar di waktu yang tepat.
Waktu yang tepat untuk menorehkan luka.




Minggu, 5 April
9 Hari Menuju Olimpiade
Hari Pemakaman

Sedih? Ya, tentu Alin merasa luar biasa sedih hari ini.
Namun airmata sudah tak tampak di wajahnya lagi. Mungkin persediaannya sudah habis.
Matanya tampak membengkak, rasa lelah dan kesedihan yang bertumpuk-tumpuk tergamber jelas di wajahnya.
Ia beruntung, masih ada Dandy yang setia menemaninya.
Pria itu, memang sungguh baik.

Ibu Pipit, alias ibu kepala sekolah, alias ibu kandung Alin, mengajak Alin untuk tinggal serumah dengannya mulai hari ini.
Alin baru merasakan bagaimana nyamannya menaiki kendaraan beroda empat yang diimpikan kebanyakan orang, merasakan bagaimana nyamannya tinggal bersama sang ibu di rumah megah, merasakan bagaimana menyenangkannya mendapat perhatian dan kasih sayang dari seorang ibu.

Entah kerasukan iblis jenis apa, Nadine masih saja tega untuk menggertak dan mengancam Alin untuk menjauhi Dandy.
Padahal Alin sendiri masih terlihat begitu lesu dan sedih.

Hidden LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang