One Day in Rome

1K 10 1
                                    

Hola peeps!

This is my new story. Ide ini udah ada di kepalaku, like, a long time ago. Dan baru sekarang bisa dijadiin tulisan hehe :) give this story a chance pretty please?

Anyway, enjoy! xx

∞∞∞∞∞

Akhirnya aku sampai ke tempat tujuanku. Setelah terbang selama kurang lebih 2 jam, akhirnya aku berhasil menginjakkan kakiku di Roma, Italia. Aku mulai melangkahkan kakiku untuk mencari pintu keluar bandara sambil menarik koper hitam milikku. Aku tidak pernah ke Italia sebelumnya, ini pertama kalinya aku pergi ke negara ini. Aku tinggal di London bersama keluargaku. Tetapi, karena aku bercita-cita untuk berkuliah di Roma, orang tuaku mengizinkan dan disinilah aku sekarang.

Udara pagi ini cukup dingin. Ku rapatkan jaket hijau tua yang memeluk tubuhku. Saat sudah berada di luar bandara, ku lihat sebuah café kecil bercat abu-abu yang berada di samping kanan bandara. Aku memutuskan untuk masuk dan menikmati secangkir kopi hangat.

Suasana café ini cukup sepi, mungkin karena ini masih pukul 7 pagi di Roma. Aku memilih untuk duduk di kursi yang berada di dekat jendela setelah aku memesan pesananku. Kemudian aku mengeluarkan Novel Eclipse yang ada di tasku dan membacanya sambil menunggu kopi hangatku.

Saat aku sampai pada bagian ketika Edward melamar Bella, aku mendengar seseorang menarik kursi yang berjarak beberapa meter di sampingku. Ku alihkan pandanganku dari novelku menuju orang itu. Seorang pemuda berambut cokelat tua sudah duduk di kursi itu. Pemuda itu mengenakan kaus berwarna hitam polos dan jeans dan ia membawa sebuah ransel hitam yang cukup besar. Ketika aku sedang sibuk mengamati pemuda itu, tiba-tiba saja pemuda itu menoleh ke arahku. Saat mata hijau pemuda itu bertemu dengan mata biruku, ku lihat sudut-sudut bibir pemuda itu terangkat ke atas, melemparkan sebuah senyuman mematikan ke arahku. Aku terdiam beberapa saat sebelum akhirnya aku dapat membalas senyuman pemuda itu.

Kemudian mata pemuda itu beralih dari mataku menuju buku yang ada di atas mejaku. Ku lihat pemuda itu mengangkat salah satu alisnya sebelum berjalan menuju ke mejaku. Kemudian pemuda itu menarik kursi yang ada di depanku dan duduk di kursi itu.

"Kau penggemar vampir dan manusia serigala?" pemuda itu bertanya sambil tersenyum.

"Ya, tentu saja. Mereka sangat keren" jawabku.

Pemuda itu tertawa kecil mendengar jawabanku. Ku lihat lesung pipi samar yang muncul di kedua pipi pemuda itu saat ia tertawa.

"Kenalkan, aku Asher. Tetapi aku lebih suka jika dipanggil Ash" Pemuda itu memperkenalkan dirinya sambil menyodorkan tangan kanannya ke arahku.

Aku segera menjabat tangannya lalu tersenyum kearah pemuda itu, "Aku Anna. Annalise."

"Annalise" Ku dengar Ash mengucapkan namaku. Aku tersenyum kecil, tak mengetahui mengapa namaku terdengar lebih indah ketika keluar dari mulut pemuda itu. "Nama yang cantik untuk wanita yang cantik."

"Apakah kau sedang merayu ku?" tanyaku sambil mengangkat sebelah alisku.

"Tidak. Itu kenyataan." jawab Ash menyeringai kearahku. Aku tidak bisa menahan aliran darahku yang perlahan-lahan mulai naik ke kedua pipiku, menimbulkan rona kemerahan di pipiku. Aku hanya berharap agar Ash tidak melihatnya.

Seorang pelayan wanita berjalan menuju ke meja mereka. Ia meletakkan dua cangkir kopi hangat di meja mereka. Ku lihat wanita itu memperhatikan Ash beberapa detik, kekaguman tergambar jelas di kedua mata pelayan itu. Lalu ia segera kembali ke tempatnya semula.

Aku mencium aroma kopi hangatnya sebelum perlahan-lahan menyesapnya. Rasa pahit dan manis yang menjadi satu membuat tenggorokanku hangat. Aku melihat Ash juga melakukan hal yang sama sepertiku.

"Jadi, kau sendirian ke sini?" tanya Ash setelah ia meletakkan cangkir kopinya yang sudah berkurang seperempat ke atas meja.

"Ya, begitulah. Aku akan berkuliah di Sapienza" jawabku mantap.

Ash pun tersenyum. "Ah, tujuanmu sama sepertiku. Aku juga ke sini untuk berkuliah."

"Benarkah? Dimana kau akan berkuliah?" tanyaku penasaran.

"Itu rahasia" jawab Ash singkat lalu mengedipkan sebelah matanya.

Kami pun mengobrol sambil menikmati kopi hangat kami. Ash adalah pemuda yang sangat menarik. Aku mengetahui beberapa fakta tentang Ash, yaitu, ia berumur 19 tahun, ia berasal dari Florida, ia mempunyai seorang adik perempuan, dan ia adalah pemuda yang tidak pandai menari.

Ketika aku ingin membayar kopiku, Ash sudah memberikan uangnya ke kasir café itu terlebih dahulu. Saat aku ingin membayarnya, Ash menolak dan berkata, "Sudah seharusnya pria yang membayar". Sungguh alasan yang konyol, pikirku.

Kami pun berjalan ke depan pintu keluar bandara. Sambil menunggu taksi, kami berdiri di sana dan mengobrol. Ku lihat sebuah taksi menuju ke arah kami. Aku menghela napasku. Mengobrol dengan Ash sangatlah menyenangkan, tetapi kami harus berpisah disini.

Aku merogoh tasku, mencari handphoneku. Tetapi, aku tidak dapat menemukannya di tempat aku menyimpa handphoneku tadi. Seketika, raut mukaku menjadi pucat ketika aku teringat bahwa aku mengeluarkan handphoneku sewaktu masih di dalam pesawat tadi.

Ash melihat raut mukaku yang tiba-tiba berubah, ia pun bertanya "Ada apa?"

"A-aku rasa aku meninggalkan handphoneku di dalam pesawat." jawabku sedikit terbata-bata. Aku masih tidak percaya betapa cerobohnya aku.

"Lalu apa masalahnya?" tanya Ash. Ia mengerutkan dahinya, membuatnya terlihat menggemaskan.

Aku menghela napasku, "Alamat apartemenku ada di dalam handphoneku."

"Kau bisa meminjam handphoneku dan menelfon ibumu untuk menanyakan alamat apartmentmu" ucap Ash dengan santai.

"Well, nomor telfon mom ada di dalam handphoneku. Begitu juga nomor telfon dad. Apa yang harus aku lakukan sekarang?"

Ku lihat Ash terdiam sejenak, lalu ia menyeringai dan berkata, "Tenang saja, masih ada aku disini. Aku akan menemanimu mencari apartemenmu"

And the adventure begins!

Was that good or bad? Comment/Vote please! :)

Skittles and Pixie Dust! xo

One Day in RomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang