Be Apart

194 9 0
                                    

Ketika jantung ini tak lagi berdebar-debar saat bersamanya.

Ketika pipi ini tak lagi bersemu merah saat mendengar tuturnya.

Ketika diri ini telah terbiasa tanpa hadirnya.

Ketika itu semua terjadi, benarkah aku tak lagi menginginkannya?

Ketika itu semua terjadi, benarkah jika aku bersamanya?

-=-

disclaimer : tentu saja milik Masashi Kishimoto sensei, tapi semua karakter OOC karangan saya.

dan ide ceritanya nemu entah dari mana.

oke! selamat membaca!

-=-

"Lama tidak bertemu." Sakura baru saja keluar dari swalayan saat suara seseorang yang sangat dikenalnya mengintrupsi kerepotannya dengan barang belanjaan bulanannya. "Apa kabarmu?" sungguh sulit dipercaya, pria yang telah memutuskannya 2 minggu yang lalu itu bahkan menanyakan kabarnya.

Sakura tercengang, tidak menyangka akan bertemu dengan pria berambut kuning itu, sehingga dia tidak menyiapkan diri untuk bereaksi seperti apa jika berhadapan seperti sekarang. "Aku baik. Cukup baik." Jawabnya singkat. Hanya reaksi seperti ini yang terlintas di pikirannya.

"Apa ini? Ada apa dengan kantung mata itu?" pria itu menunjuk kedua mata Sakura. Dia lembur selama beberapa hari terakhir, bahkan terkadang dia baru tidur saat matahari hampir terbit. Dan dia sangat tahu bahwa wajahnya sudah seperti induk panda –lingkaran hitam di mata dan bengkak di wajahnya. "Apa kau menangis sepanjang malam karena putus denganku?" Huh! Bahkan sekarang pria ini mengajaknya bercanda.

"huh! Ahahaha." Suara tawa berlebihan Sakura terdengar sumbang. "Apa kau sehebat itu sampai bisa membuatku menangis sepanjang malam?" pria itu sangat mengenalnya, seharusnya dia juga tahu sikap angkuh dan keras kepalanya gadis ini.

"Tidak. Tentu bagi perempuan angkuh sepertimu aku tidak mungkin sehebat itu. Putus denganku tidak akan berpengaruh apapun bagimu." Tidak. Pria ini tentu saja tidak lupa betapa tingginya ego mantan pacarnya ini. Tadi dia hanya berseloroh, tapi reaksi Sakura berlebihan.

"Humph! Kau benar." Sakura beranjak meninggalkannya, dia sadar tidak ada gunanya terus bicara dengan pria ini. Tapi bahkan belum sampai dilangkah ketiganya tangan kekar pria itu tiba-tiba menarik lengannya.

"Aku ingin bicara denganmu." Dia menyeret Sakura ke tempat parkir. Dia bisa melihat bahwa pria itu berusaha membawanya ke arah mobilnya. Tapi sekuat tenaga dia terus memberontak.

"Apa yang ingin kau bicarakan bicarakan saja disini!" Sakura menyentakkan tangannya dan akhirnya bisa lepas dari cengkeraman pria itu. "Apa lagi yang ingin kau bicarakan? Bukankah kau sendiri yang ingin berpisah? Bukankah kau sendiri yang bilang jika aku tidak ingin menikah maka tidak ada gunanya kita bersama? Aku belum berubah pikiran, jadi tidak ada yang perlu di diskusikan lagi." Serentetan kalimat tanya itu bukan pertanyaan, hanya pernyataan retoris. Sakura beranjak dari hadapan pria itu, tapi lagi-lagi tangannya menahannya –hanya saja dia tidak lagi menyeretnya.

"Apa bagimu hubungan kita selama ini bisa semudah itu diakhiri? Kita sudah bersama selama 2 tahun." Tegasnya mengingatkan angka yang sangat Sakura hafal.

"Kita baru bersama selama 2 tahun." Sakura meralatnya. "Oh, ayolah! Bahkan ada pasangan yang sudah bersama selama lebih dari 10 tahun tapi tetap berpisah. Dan lagi... bukan aku yang mengakhirinya." Benar, mantan kekasihnya itulah yang mengakhiri hubungan mereka.

"Itu karena ibuku memaksaku segera menikah. Dan satu-satunya perempuan yang ingin aku nikahi bersikap angkuh dan tidak peduli." Iris biru pria itu berkilat merah. Dia benar-benar marah dengan tingginya ego gadis yang dicintainya itu. Selama ini dia bisa mentolerirnya, tapi jika harus terus mentolerir hingga harus kehilangannya, dia harus benar-benar marah sekarang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 22, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MOVING ONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang