Astaga itu Remi. Tak sadar diri aku langsung mendekapnya erat bertanya kemana saja dia tadi pagi. Pergi tanpa memberi kabar sekalipun. Ia tak membalas dekapanku, ia hanya termenung memandang jendela yang mengarah ke taman belakang sekolah. Ada apa? Tanyaku. Dia hanya diam memejamkan matanya perlahan seperti ada penyesalan di sana. Mana mungkin Remi yang akan pindah. Mana mungkin ia tega meninggalkan aku, sahabatnya. Dia sudah pernah berjanji padaku akan selalu ada menemaniku kapanpun dan di manapun saat aku membutuhkannya. Aku mengguncang bahunya memaksa dia menjawab semua pertanyaan yang tak terucap. Dia mendekapku pelan, mengusap lembut punggungku dan aku tau, itu dekapannya yang terakhir.
Sebagai manusia, aku hanya bisa mensyukuri segala yang Allah takdirkan. Aku tidak ingin adanya perpisahan, tetapi sebagai makhluk yang diciptakan oleh-Nya aku harus mengerti bahwa perpisahan tidak akan ada jika kita tak bertemu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perpisahan yang Tak Terucap
Short StoryCerita ini hanya cerita biasa yang diberi tetes kesedihan di dalamnya. Selamat membaca.