PART 6

886 66 4
                                    

Hanya ada 1 alasan yang patut dipertimbangkan ketika kau jatuh cinta. Ya. Itu adalah, hati. -Anonymous.

Di lorong rumah sakit ini, nampak 3 lelaki tampan yang terlihat cemas. Keringat juga turut memeriahkan wajah mereka yang pucat pasi. Bahkan salah satu dari mereka tidak bisa berhenti untuk menggigiti kukunya, dan terus menerus mondar-mandir di koridor itu.

Pintu ruangan unit gawat darurat pun terbuka. Seorang lelaki berpakaian putih keluar dari unit gawat darurat itu. Ketiga lelaki itu serentak mendekati lelaki berpakaian putih itu.

"Bagaimana keadaan saudaraku?" Taehyung yang sejak tadi mondar-mandir di koridor segera bertanya kepada dokter yang baru saja keluar dari ruangan Jimin.

Sang dokter tersenyum, "Keadaan Park Jimin-ssi memang sempat kritis karena kalian sedikit terlambat membawanya kemari," Kilatan ekspresi panik memenuhi wajah tiga orang di hadapannya, terutama Taehyung. "Tapi tenanglah. Keadaannya sekarang sudah stabil. Ia sedang tertidur karena efek dari obat yang kami berikan. Jangan biarkan ia terlalu lelah, batin maupun fisik. Jika ada sesuatu terjadi, kalian bisa menekan tombol merah di atas ranjang pasien. Baiklah kalau begitu, saya pamit dulu. Permisi." Dokter berambut putih itu tersenyum sopan dan membungkukkan badannya hormat.

Ketiga lelaki ini pun membalas salam dokter tersebut dan kemudian tersenyum lega. Taehyung yang masih terbesit sedikit rasa khawatir, segera membuka pintu kamar Jimin dan ia segera menduduki bangku yang ia dapatkan di sebelah tempat tidur.

Air mata Taehyung tak lagi dapat terbendung. Kini yang terbaring di hadapannya bukanlah Jimin yang sering ia lihat. Jimin yang ini adalah Jimin yang ia benci. Matanya yang selalu bersinar hangat dengan jutaan kilat jahil, kini terpejam. Senyum yang selalu menghangatkan orang-orang di sekitarnya, kini dilingkupi oleh masker oksigen yang membatunya untuk bernafas. Tubuhnya memucat, ditopang oleh berbagai alat-alat kesehatan, bersamaan dengan nafasnya yang mengehela damai. Bukan, bukan ini yang ingin Taehyung saksikan. Bukan sosoknya yang terbaring lemah seperti ini. Air mata Taehyung tak lagi dapat dibendung, dadanya sesak. Ia ingin mengeluarkan segalanya. Yang dapat ia lakukan saat ini hanyalah menangis sekeras-kerasnya tanpa dapat berbuat apapun.

Kedua lelaki lainnya berusaha memasuki ruangan ini dengan perlahan. Wajah keduanya berubah sendu ketika mata mereka menyaksikan seorang pemuda yang menangis meraung-raung. Suara tangis lelaki ini begitu menggema, memilukan sekaligus memberikan pertanda kerapuhannya.

'Ada apa ini? Sesedih ini kah tangisan seorang lelaki muda yang nampaknya tidak pernah menunjukkan sisi rapuhnya di hadapan semua orang?' Jin terdiam, tangan kanannya terangkat untuk menekan dada kirinya.

Sesak.

Sebuah tangan melingkari bahunya. Memberikan kenyamanan dan menyalurkan berjuta kehangatan. Jin tersenyum pada Hoseok yang berdiri di sampingnya. Hoseok kemudian membalas senyuman itu dengan sebuah senyum yang menenangkan semua yang melihatnya. Jin tahu ada yang janggal dengan hatinya. Namun, ia tak ambil pusing. Ia sadar ia memiliki banyak hutang budi pada Jung Hoseok, yang kini menyandang status sebagai kekasihnya.

Tangan Hoseok yang melingkari bahu Jin, sekedar menyalurkan hangat dan memberikan bantuan moril kepada lelaki yang mudah tersentuh ini, begitu besar dan melindungi. Tiba-tiba dirasakannya getaran dari saku celana Jin. Bergegas ia merogoh saku celananya, dan ketika itu pula tangan Hoseok yang melingkari bahunya terlepas begitu saja. Begitu saja, tanpa ada rasa kehilangan dari kedua belah pihak.

Jin menatap Hoseok dan melakukan kontak mata untuk izin mengangkat telepon di luar ruangan. Hoseok menganggukkan kepalanya, setelah itu Jin keluar dari ruangan tersebut sambil menjinjing telepon lipat berwarna merah muda keluaran terbaru miliknya.

Is He My Boyfriend? [SLOW UPDATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang