Darah

893 39 0
                                    

Resy pov.

Aku berjalan di jalanan yang lengang, hanya menatap kosong kedepan. Menggenggam cutter ku, membukanya, menutupnya. Aku tak memikirkannya, baretan yang ditimbulkan, darah yg menetes dijalanan. Tak ada rasa perih sedikit pun.

Aku hanya merasa bingung.
Aku ingin cepat pulang kerumah dan menyiapkan semuanya.
Mei?
Aku ingin bertemu Mei, aku ingin mengajaknya main malam ini, karena ini malam minggu.
Tapi?
Tapi, sepertinya aku ada urusan lain nanti malam.

***
"Aku pulang." Dengan tangan yang sudah ku balut dengan kain yang berasal dari seragam olahraga ku yang aku sobek dijalan, aku membuka pintu rumah.
Dan bergegas ke kamar ku diatas.
Ayah ku menyapa "Pulang kamu, Res?"
"Iya, aku pulang."
"Ayah akan menelpon Mei agar segera pulang. Ia ingin sekali bertemu denganmu."
"Tak perlu ayah, habis ini aku akan keluar rumah lagi. Sebelum ibu pulang."

Aku mulai menaiki anak tangga, dan meninggalkan ayahku yang sedang membaca koran dibawah
Kenapa aku harus pergi sebelum ibuku pulang? Oh ya memang kemana ibuku?

Ibuku adalah suster di rumah sakit, ia mulai bekerja setelah melahirkan adikku, Mei.

Aku harus pergi lagi sebelum ibuku pulang.
Aku tak ingin bertemu ibuku.
Jujur saja, aku takut.

Dikamar aku membuka balutan tanganku.
Setelah dibuka, telapak tanganku terlihat pucat. Jelas saja pucat. Aku membalutnya dengan kencang.
Aku ingin darah itu tak mengalir keluar lagi.
Aku tidak mau menyisakan tetesan darah di lantai rumah ini.

Aku terduduk diam dikasur sambil melihat telapak tanganku yang mulai mengeluarkan tetesan darah lagi.

Hanya satu bentuk sayatan melintang, tapi beberapa kali menyayat dibagian itu.
Sehingga luka yang ditimbulkan cukup dalam.

Aku mulai menangis.
Entah kenapa.
Tak ada hal yang membuat ku sedih. Tapi aku menangis.
Aku meneteskan air mata diatas tetesan darahku.

Mengapa aku menangis?
Sekarang aku malah merasa menjadi gila.

Aku memutuskan untuk segera pergi dari rumah.
Aku berencana keluar lewat jendela kamar.
Karena aku tau, ayah tak akan mengizinkan ku pergi sebelum Mei pulang.

Aku mengambil 1 botol alkohol 70% untuk membersihkan darah-darah yang ada di telapak tanganku.

Eitss, tunggu sebentar...
Mungkin aku butuh alkohol lebih dari 1 botol.
Aku mengambil 5 botol alkohol di lemari P3K ku.

Aku mempunyai lemari khusus. Untuk obat2an.
Alkohol, obat merah, perban, kapas, dan plester.

Semua persediaan tersebut selalu ku penuhi setiap bulannya.
Setiap bulan aku bisa menghabiskan lebih dari 30 botol alkohol, dan obat merah.
Dan plester yang ku miliki adalah plester gulung, bukan plester seperti hansaplast. Sama halnya dengan perban. Yang ku miliki adalah perban gulung.

Oh iya satu lagi, ini bukan obat-obatan P3K.
Aku menyetok lilin.
Aku mempunyai lemari medium sendiri untuk menyimpan lilin-lilin tersebut.

Tentu saja untuk menyalakan lilin aku butuh api.
Aku pun mempunyai banyak korek api.
Bukan korek api gas, tapi korek api kayu.
Lebih menarik...

Seperti biasa aku membawa lagi cutter kesayanganku.
Aku memasukkannya ke tas.
Bersamaan dengan aku memasukkan 5 botol alkohol dan 1 pack lilin yang isinya berkisar 20 batang (large).

Aku harus pergi kerumah Sendy malam ini.
Maaf Mei, aku tak bisa bermain denganmu.

***
Sendy pov.

Aku mempunyai seseorang yang sangat aku cintai.
Malam ini aku akan mengundangnya untuk makan malam dirumahku.

Aku menyuruhnya dandan yang cantik.
Dan memakai dress yang telah aku berikan padanya kemarin.

Tak kubayangkan betapa cantiknya Weena setelah memakai dress dan make up yang telah ku belikan kemarin.

Malam ini akan menjadi malam yang panjang dan akan menjadi malam minggu yang sangat indah.

To be continued~

Jika Aku Seorang PsikopatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang