T W O
Senja yang RupawanAku pengagummu, menyampaikan rindu lewat angin yang berbisik sendu.
**
"... pembagian kelompok berdasarkan kelas. Lapangan sudah ada sekat, jadi setiap kelas mempunyai jatah masing-masing. Oke. Sekarang kalian cari bagian kalian."
Karen yang mengantuk mendengar penuturan seorang guru langsung terkesiap saat semua siswa berhambur.
Ini hari Jum'at, biasanya pulang lebih awal karena ada sholat Jum'at. Tapi hari ini benar-benar melelahkan karena siswa kelas 11 harus kembali ke sekolah untuk kerja bakti membersihkan lapangan jam 2 sore.
Yang benar saja, matahari bersinar dengan teriknya dan mereka mendapat tugas membersihkan lapangan yang benar-benar luas dan banyak sampah. Sebenarnya lapangan ini cuma di pakai saat ada acara perkemahan saja. Tapi sudahlah, tak ada gunanya mengeluh.
Karen menuju ke tempat teman sekelasnya, ada beberapa anak yang terlihat sangat bersemangat, ada juga terlihat tak ikhlas dilihat dari wajah mereka yang lusuh. Tasya tampak serius memilah sampah plastik, sedangkan Karen hanya terdiam melihat Tasya. "Karen jangan diem aja, ihh. Bantuin napa," gerutu Tasya. Sedangkan Karen hanya terkekeh dan berjongkok untuk membantu sahabatnya itu.
Langit sudah mulai menjingga, Karen mengelap keringat di pelipisnya. Lumayan capek juga.
Semua siswa terlihat kelelahan, beberapa duduk dan minum sambil menikmati langit senja. Ya, langit sedang cerah. Beberapa awan tipis yang menggantung menambah kecantikan langit sore ini.
Tasya yang duduk tepat di sebelah Karen malah asyik berselfie ria. Ia mendengus, matanya melihat ke penjuru arah. Karen memicingkan matanya saat melihat ke arah depan. Wajah manis Fian dan cahaya senja adalah perpaduan yang pas untuk dinikmati.
Fian terlihat asyik bercengkrama dengan teman-temannya. Merasa tak boleh terlewatkan, Karen mengambil ponsel yang dipakai Tasya.
"Apaan sih, main ambil aja. Gue udah dapet pose yang bagus nih."
"Pinjem bentar. Hp gue ketinggalan."
Tasya mendengus dan berdiri. "Yauda deh. Gue mau ke kantin, beli air. Mau nitip gak?"
"Emm? Iya deh. Uda sana cepetan."
"Dih. Dasar."
Perhatian Karen kembali kepada Fian. Ia mengarahkan kameranya ke arah depan, dengan sekali zoom, Fian yang tadinya agak jauh kini lumayan dekat. Setelah dirasa pas, Karen membidiknya. Untung saja tak ada yang memperhatikan tingkahnya itu.
Dilihatnya hasil potretan itu, Karen terbelalak saat Fian melihat ke arahnya dan ada sisa senyum di wajah laki-laki itu. Karen melihat ke arah Fian lagi, entah candaan apa yang di lontarkan Azil hingga teman-temannya terbahak dan Fian hanya tersenyum tipis.
Tasya tiba dengan dua kemasan air mineral di tangannya, "nih Kar. Masih dingin, enak lho. Apalagi gerah-gerah gini."
"Thanks. Eh entar kirim fotonya ya."
Tasya memandang Karen aneh, " lu selfie Kar? Tumbenan?"
Karen terkekeh dan mengangkat bahu tak acuh.
Mereka pulang pukul lima sore. Semua terlihat tergesa-gesa. Mungkin mereka lelah dan ingin istirahat. Untung saja besok libur karena sekolah mengadakan kemah untuk tingkat SMP.
Karen berkali-kali melirik jam tangannya. Kakaknya tak kunjung datang, padahal Karen sudah mengirimi kakaknya pesan sekitar tiga puluh menit yang lalu.
Halte yang tadinya ramai, terlihat sepi. Hanya tinggal Karen seorang diri. Jiwa penakut Karen mulai bangkit. Otaknya kembali mengingat rumor-rumor yang beredar tentang betapa menyeramkannya sekolah ini di malam hari.
Sebuah motor berhenti tepat di depan Karen. "Hai Karen. Sendirian aja." Suara jenaka terdengar dengan amat mengesalkan.
Karen melotot, "ngapain lu disini, nyet?"
Yang ditanya terkekeh. "Malah di sinisin guenya. Baru nyampek ini, gak kangen apa gue tinggal 3 hari?"
Lagi-lagi Karen mendengus. "Lu pergi setahun juga bodo amat gue."
Adit terbahak, terhenti seketika saat Karen memukul punggungnya keras. "Aduh. Lah lu kapan naiknya?" Tanya Adit terheran, padahal tadi Karen masih ada di sampingnya tetapi saat ini sudah asyik nangkring diatas motornya.
Karen memutar mata jengah. "Udah cepetan. Gue capek ini."
-*-*-
Adit masuk ke rumah Karen dengan santainya. Ia dan Karen bersahabat semenjak SMP, pria itu sering ke sini dan menganggap rumahnya sendiri.
"Kakak ngeselin deh. Kenapa gak bilang kalo yang jemput si cunguk ini? Dia kan suka ngaret, Karen sampe capek tau gak nunggunya."
Sedangkan Karel yang hendak memasukkan cupcakenya yang tinggal setengah mengurungkan niatnya. Ia mengangkat kedua alisnya, "ya udah sih. Yang penting udah nyampek rumah kan?"
Karen malah mendengus dan berjalan ke kamarnya dengan langkah gusar. Adit terkekeh, dan mengikuti Karen dari belakang.
"Pulang aja sana. Gue mau mandi," ucap Karen sinis.
Adit hanya melirik Karen tak minat, ia malah merebahkan dirinya dan memainkan ponsel. "Gue masih capek. Ntar aja deh."
Selang beberapa menit kemudian, Karen kembali dengan wajah lebih segar dengan memakai kaos yang terlalu besar, bergambar doraemon favoritnya.
"Gue punya oleh-oleh buat lo. Tuh di dapur." Masih dengan nada datar Adit berucap.
Karen yang mendengarnya, berbinar. Denga tergesa ia langsung menuju ke arah dapur.
Sedangkan Adit malah geleng-geleng, sahabatnya itu benar-benah childish. Setelah menyimpan ponselnya, Adit mengikuti langkah Karen.
"Bilang makasih kek gitu. Masa main comot aja."
Karen menoleh dengan tangannya yang memegang sebatang coklat, "iya deh. Makasih. Sering-sering deh lu ke Spore, biar gue kebagian oleh-olehnya."
"Lu jadi cewek gak ada jaim-jaimnya ya. Tuh belepotan."
"Bodo amat. Lo doang, ngapain jaim."
Adit hanya mendengus dan pamit untuk pulang.
Setelah cowok itu pulang, Karen jadi tersadar. Adit kan anak basket, kenal gak ya sama Fian?
Karen berpikir sejenak. Gampang lah, dia bisa menanyakan itu kapan pun dia mau. Setiap kali di paksa Adit untuk melihat pertandingan basket, Karen tidak pernah melihat Fian. Dia juga sudah setahun sekolah tetapi tak tahu keberadaan Fian yang satu angkatan dengannya.
Fian memang tidak populer. Wajahnya juga nggak ganteng-ganteng banget. Tapi babyface, apalagi lesung pipinya yang bikin Karen terkena virus fansgirlin dadakan.
[A/N]
Cek mulmed, she is Karenina. Imut kan? >////<
KAMU SEDANG MEMBACA
Lakuna
Teen FictionKarenina berpura-pura, hingga ia lupa bahwa sebenarnya ia sedang berpura-pura. Lain lagi dengan Adit. Ia bersembunyi, hingga hilang arah dan menyesal telah bersembunyi. Lalu, Fian. Yang coba berlari, hingga terjatuh dan tak lagi berlari pada hal yan...