Three : Kamu dan Tumpukan Buku Kusam

50 3 0
                                    

T H R E E
Kamu dan Tumpukan Buku Kusam

Seperti buku yang kubaca berulang kali tapi tidak juga ku pahami.

**

Hujan turun dengan deras. Tak peduli dengan banyaknya hujatan dari para manusia karena datangnya yang tiba-tiba.

Lihat saja. Banyak tempat dengan genangan air saat ini. Beberapa siswa terlihat mengantri untuk membeli teh hangat. Mungkin mereka tidak membawa payung, cuaca tadi pagi sangat cerah dan berubah dengan sangat cepat tanpa bisa dihindari.

Karen menenggelamkan tubuhnya pada jaket berlambang batman milik Adit. Ia berniat mengembalikan jaket itu sebenarnya, tetapi Adit masih mengikuti ulangan susulan di ruang guru. Biar saja Karen kembalikan esok.

Karen melangkah tergesa menuju perpustakaan. Langkah mungilnya menciptakan cipratan air dan Karen justru tertawa karenanya.

Setelah memasuki perpustakaan ia mendongak. Sepi seperti biasa.

Yow. Mari lihat sekeliling ruangan penuh buku ini. Penjaga perpus yang sibuk dengan komputernya, dua orang cewek yang cekikikan membaca majalah sekolah, seorang cowok di pojokan yang asik bersama laptopnya -palingan numpang wi-fi-, dan cowok yang gak bisa dilihat wajahnya karna duduk membelakangi Karen dan dia terlihat sangat serius dengan bukunya.

Just it. Kebayang kan gimana sepinya, apalagi ini sudah 24 menit setelah sekolah bubar. Karen sih gak masalah nungguin Adit, asalkan ada buku yang antri untuk dibacanya.

Pandangan Karen beralih ke rak buku bagian novel yang tertata dengan rapi. Ia memindai satu persatu judul novel yang hendak ia baca. Harumnya lembaran buku lama dan petrichor merupan hal yang sempurna menurutnya.

Matanya terhenti pada sebuah novel karya Tere Liye yang berjudul Sejuta Rasanya. Ia sudah membaca karya Tere Liye yang lain dan Karen langsung jatuh cinta pada diksi yang di gunakan penulis.

Tapi sangat disayangkan. Novel itu berada di rak paling atas. Mana mungkin Karen bisa mengambilnya. Ia melihat ke sekeliling, pertugas perpustakaan sedang tidur. Karen tak tega membangunkannya, "masa iya gue ngambil sambil naik kursi." Gumamnya kecil.

Karen menghela napas merutuki tinggi badannya. Ia tidak bisa memasukkan bola basket ke dalam ring -alhasil Adit terbahak dan menjadikannya bahan bully- dan saat ini ia tak bisa menjangkau buku yang diinginkannya. Padahal tingginya sedang-sedang saja untuk ukuran perempuan. Tetapi... entahlah.

Karen mulai menguatkan tekad. Ia memicingkan mata, menarik napas, dan hap. Buku itu gagal diraih. Beberapa buku malah terjatuh menimpa kepalanya. Karen mengelus dan merutuk dalam hati. Double shit.

Tiba-tiba sebuah tangan terjulur untuk mengambil novel itu. Karen menoleh ke belakang. Ternyata Fian... dan sial. Wajahnya sangat dengan Fian. Tak berlama-lama, Fian mundur dan menyodorkan novelnya. "M-makasih." Kenapa juga Karen harus gugup? Tapi adegan ini sering muncul di komik shoujou yang di bacanya.

Fian mengangguk, "kalo gak bisa, apa susahnya minta tolong?"

"Kan gue pikir bisa ngambilnya."

Fian mendengus dan menepuk puncak kepala Karen. "Makanya cepet tinggi."

Pria itu berlalu, meninggalkan Karen yang senyum-senyum seorang diri. Hari ini Fian berbicara dengannya. Tebunya membantu mengambil novel dan itu seperti super hero yang siap sedia membantu kaum yang lemah. Bentar deh, memangnya kaum lemah gitu?

Plakk

"Lo masih waras kan? Ngapain sih senyum sendiri kek begitu. Serem tau gak."

LakunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang