Hallo jangan lupa vote dan commentnya ya, thank you hihihihi...
Pokoknya vote yang banyak yaa
Makasih :)***
Hari-hari berlalu dan sudah banyak yang berubah. Hampir tujuh bulan Prilly bersekolah di SMA Duta Bangsa. Benar kata pepatah 'Cintailah kekasihmu secukupnya karena bisa saja dia jadi musuhmu. Bencilah musuhmu secukupnya, karena bisa jadi dia akan jadi sahabatmu'.
Prilly kini bersahabat dengan Ariel, dan mereka bermusuhan dengan Niki dan juga Vita. Hubungan antara Al dan Niki pun tidak bisa terselamatkan lagi, mereka berdua putus karena Niki tak mau mendengarkan penjelasan Al. Hubungan antara Al dan Prilly justru semakin dekat dan intens, banyak yang mengisukan bahwa mereka berdua telah resmi menyandang status kekasih, dan itu semakin membuat Niki benci pada Prilly.
"Lo harus ngomong sama Al, Pril."
"Hmm ... tapi masa iya cewek duluan sih yang ngungkapin cinta ke cowok? Bagaimana kalau Al nggak suka sama aku?" Prilly menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Sekarang itu zaman emansipasi wanita kali, udah nggak zaman kalau cewek nungguin cowok mulu."
Prilly tampak berfikir, dan akhirnya atas saran Ariel dia membuat siasat untuk mengungkapkan cintanya pada Al.
"Inget ya nomor 19," bisik Ariel pada Prilly yang berjalan ke lorong loker sambil membawa sepucuk surat bewarna merah muda.
Prilly mencari loker milik Al, dan kemudian memasukkan surat darinya itu ke dalam loker. Mudah-mudahan Al juga balas cinta gue, batin Prilly.
***
"Bagaimana, sukses?" tanya Ariel penasaran.
"Nggak tau nih Riel, kemarin sih aku udah taro suratnya di loker Al. Al cerita nggak sama kamu?" Prilly penasaran dengan respon Al, jantungnya berdebaran karena takut kalau Al menolak cintanya.
Ariel menggelengkan kepalanya, tangannya merangkul pundak Prilly. "Udah lo tenang aja, gue yakin abang gue juga punya perasaan yang sama dengan lo."
"Ya udah aku mau ke kantin dulu deh Riel, aku laper belum sarapan. Kamu mau ikut makan siang nggak?" tanya Prilly sambil memasukkan uang ke dalam saku seragamnya.
"Nggak Pril, gue kebetulan lagi puasa."
Prilly tersenyum renyah matanya menggambarkan rasa takjub pada sahabatnya itu, meskipun Ariel tergolong anak gaul tapi dia sangat taat beribadah. Ariel sering mengingatkan Prilly untuk tidak lupa melaksanakan shalat, begitu pun Prilly. Mereka berdua saling melengkapi satu sama lain, meski baru saling kenal.
"Ya udah kalau gitu aku duluan ya, Riel." Prilly berjalan menyusuri koridor menuju kantin. Dia merasa ada yang janggal, sesuatu seperti mengikutinya dari arah belakang. Prilly menolehkan kepalanya berulang kali, tapi dia tidak menemukan siapa pun di belakangnya. Hanya ada beberapa murid sedang mengobrol di sepanjang koridor kantin.
"Mpok Eka, bakso malang dan jus melon satu. Aku duduk di meja tengah ya."
"Siap Neng Prilly," ucap Mpok Eka.
Prilly duduk di kursi kantin yang ada di paling tengah. Tidak lama Mpok Eka datang membawakan pesanaannya. "Ini Neng, bakso dan jus nya."
"Makasih Mpok Eka, totalnya berapa, ya?" Prilly merogoh uang di saku seragam sekolahnya.
Mpok Eka menghitung total makanan yang harus dibayar Prilly menggunakan tangan. "Dua puluh ribu, Neng."
Prilly mengambil satu lembar uang dua puluh ribuan, kemudian memberikannya pada mpok Eka. Tak perlu banyak basa-basi lagi, Prilly segera meraih sendok dan garpu yang ada di samping mangkok bakso. Dipotongnya bakso berukuran tenis itu menjadi bagian kecil-kecil. Tak ingin mengulur waktu lagi, potongan bakso urat itu masuk ke dalam mulutnya yang mungil.
KAMU SEDANG MEMBACA
MARRIED CONSCIENCE
Fanfiction**Cerita ini saya private, mohon untuk memfollow akun saya terlebih dulu jika ingin membaca seluruh chapter** Muhammad Jalaludin Atsali, pria tengil, nakal, dan begajulan. Mendadak jatuh cinta pada seorang siswi baru Replya Armand. Akankah dia berub...