Chapter 2

131 8 2
                                    

Jadi aku hidup sendiri, tanpa seorangpun yang bisa aku ajak bicara, sampai aku mengalami kecelakaan dengan kapalku di sebuah pulau pasir terpencil, tujuh tahun yang lalu. Ada yang rusak dengan mesinnya. Dan aku tak bersama seorang-pun baik seorang mekanik atau penumpang, aku membuat diriku mengalami kesulitan sendiri. Itu sebuah pertanyaan antara hidup dan mati: aku nyaris tidak cukup minum air seminggu terakhir. Pada malam pertama, aku tidur di pasir putih, bermil-mil jauhnya dari tempat tinggal manusia. Aku jauh lebih terasingkan dibanding seorang pelaut yang karam diatas rakit di tengah samudra. Jadi bisa kau bayangkan ketakjubanku, pada matahari terbit, ketika aku dibangunkan oleh suara kecil yang aneh. Berkata:

"Maukah kau- mengambarkanku seekor domba?"

"Apa!"

"Gambarkanku seekor domba!"

Aku berdiri, dan benar benar kaget. Aku mengedip-ngedipkan mataku. Aku melihat dengan hati-hati sekitarku. Dan aku lihat seorang yang paling luar biasa kecil, yang berdiri memeriksa diriku dengan sangat serius. Sekarang aku menatap pada hal gaib ini dengan jelas yang membuatku mulai keheranan. Ingat, aku pernah terdampar di pulau pasir bermil-mil jauhnya dari banyak wilayah berpenghuni. Dan wanita kecil ini tampak tidak merasa tersesat atau ragu diantara pasir-pasir, atau jatuh pingsan dari kelelahan dan kelaparan, lelah atau takut. Tak ada kesan darinya seperti seorang anak yang hilang di tengah lautan , ribuan mil jauhnya dari tempat tinggal manusia. Ketika, akhirnya aku bisa bicara, aku berkata pada nya:

"Tapi, apa yang kau lakukan disini?"

Dan pada jawabanya yang diulang, sangat pelan-pelan, seperti dia sedang bicara sesuatu yang sangat beresiko.

"Maukah kau - mengambarkanku seekor domba..."

Ketika misteri terlalu berkuasa,seorang tidak berani mengingkari. Mustahil tampaknya bagiku, ribuan mil jauhnya dari tempat tinggal manusia dan dalam bayang kematian, aku mengeluarkan selembar kertas dan pulpen dari kantungku. Tapi kemudian, aku ingat latar pendidikanku fokus pada geografi, sejarah, astronomy dan tata bahasa, dan aku mengatakan pada anak kecil aneh ini (sedikit dengan marah, juga) bahwa aku tidak tahu bagaimana mengambar. Jawabnya:

"Itu tak masalah, gambarkanku seekor domba..."

Tapi aku belum pernah mengambar seekor domba. Jadi aku mengambarnya salah satu dari dua gambar yang sering kugambar. Itu adalah bulan yang jatuh di atas pohon. Dan aku sangat terkejut mendengar kawan kecil ini menyambutnya,

"Tidak, tidak, tidak, aku tidak ingin sebuah bulan jatuh tepat di atas pohon besar itu. Aku hidup dimana semuanya itu kecil. Yang aku butuhkan adalah seekor domba. Gambarkan aku seekor domba"

Jadi aku membuat sebuah gambar.

Dia melihatnya dengan seksama, lalu berkata:

"Tidak, domba ini tampak sakit, buatkan aku yang lain"

Jadi aku membuat gambar yang lain.

Temanku tersenyum lembut dan tulus.

"Kau lihat" dia berkata. "Ini bukan domba, ini biri-biri. Dia punya tanduk."

Jadi aku membuat gambarku sekali lagi.

Tapi itu ditolak juga, sama seperti sebelumnya.

"Yang ini, terlalu tua. Aku ingin seekor domba yang akan hidup sepanjang masa"

Pada saat itu kesabaranku habis, karena aku sedang buru-buru memulai membenarkan kapalku itu. Jadi aku mengambarkan ..

"Ini hanya kotaknya. Domba yang kamu mau ada di dalamnya"

Aku sangat terkejut mengetahui responnya yang mengubah pandanganku dulu-dulu

"Ini seperti yang aku inginkan. Apa kamu pikir domba ini akan punya banyak rumput?"

"Mengapa?"

"Karena aku hidup dimana semuanya sangat kecil.."

"Ada cukup banyak rumput untuknya" aku berkata." Ini domba yang kecil yang aku berikan padamu."

Dia melihat seksama pada gambarnya:

"Tidak begitu kecil, lihat! Dia telah pergi tidur..."

Dan itulah bagaimana aku berkenalan dengan putri kecil.

Filosofi Bulan JatuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang