Aku merebahkan badanku di kasurku. Kupejamkan mataku berusaha untuk menghilangkan rasa sedikit pening kepalaku. Aku menghela napas. Kutatap langit-lagit kamarku yang terdapat gambar galaxy.
Semenit kemudian, kudengar deru mesin mobil berhenti. Yang ku pastikan itu adalah Bang Devan.
Aku berlari turun kebawah, berniat untuk membukakannya pintu. Tepat saat pintu dibuka, ia langsung tersenyum kearahku. Aku balas tersenyum, "Kok pulang duluan? Tumben gak minta bareng." katanya sambil melongos masuk kedalam rumah.
Aku mengunci pintu lalu duduk di sofa sambil menyalakan televisi. Bang Devan menaruh sepatu basketnya di rak sepatu bawah tangga. Ia melempar tasnya lalu mendudukkan pantatnya disebelahku. Aku meliriknya menggunakan ujung mataku, "Kenapa?"
Ia diam, mengembuskan nafasnya. "Nggak papa kok." katanya sambil tersenyum tipis. Aku hanya ber-oh-ria kemudian berjalan kedapur untuk membuatkan lemon tea untuk Bang Devan.
Tepat saat aku kembali, ia sudah merebahkan badannya di sofa sambil menutup matanya menggunakan lengannya. Aku menaruh lemon teanya di meja. Kemudian duduk disampingnya. Aku melihat ponsel Bang Devan yang tergeletak di meja. Karena iseng, aku mengambil ponselnya kemudian membukanya. Saat aku akan mengetikkan password di ponselnya, sebuah nontifikasi LINE masuk,
Kian: tolong jangan deket-deket sama Clara kalo lo gak mau di opname selama tiga minggu.
Aku menahan napas membacanya. Yang aku tahu sekarang,
Bang Devan sedang dalam masalah.
****
Matahari terbit dari ufuk timur, tepat saat mataku terbuka, alarmku berbunyi nyaring. Aku menyibakkan selimutku lalu berjalan ke kamar mandi untuk mandi. Setelah selesai, aku langsung turun kebawah untuk sarapan.
"Bi Mumu pulang kapan sih?" kata Bang Devan geram sambil memainkan ponselnya.
Aku yang mendengarnya hanya mengedikkan bahu lalu duduk disebelahnya. "Lagi ada masalah ya?"
Bang Devan menatap kosong kedepan, "Enggak. Siapa bilang?"
"Aku." kataku sambil menaikkan sebelah alisku.
"Tau dari mana? Sok tau!" sahut Bang Devan sambil memutar bola mata sebal.
"Kian kan?" kataku santai sambil menaikkan letak kacamataku.
"Anjir, kok lo tau?" Bang Devan menggigiti jarinya.
Aku hanya menyengir, "Gak sengaja baca notif pesan di ponsel Abang." kataku lalu berlari keluar.
"Kayla!!!"
****
Aku melangkahkan kaki menuju kelas. Aku tak mau berlama-lama berjalan di koridor. Kenapa? Kenapa lagi kalau bukan karena mendengar bullyan dari murid lain.
Saat sampai di kelas, aku langsung menaruh tasku dan membaca kembali novelku. Keseruanku saat membaca novel terhenti karena ada yang menepuk bahuku.
Itu Nathan.
Kenapa Nathan? Bukannya dia paling benci dekat-dekat denganku?
"Kenapa?" tanyaku cepat.
Dia hanya menggeleng sambil menyengir. Seperti menahan tawa.
Aku hanya mengedikkan bahu lalu kembali melanjutkan membaca novelku.
"Eh liat deh ada orang gila!" seru Eriska sambil menunjuk-nunjukku. Apa maksudnya?
Gema tawa memenuhi ruang kelas ini. Semuanya tertawa ke arahku. Aku memasang tampang bingung, memangnya aku ini kenapa?
"Dasar, blo'on!" cibir Nathan lalu meninggalkan kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arvin & Kayla [SLOW UPDATE]
Teen FictionSelalu menunggu tapi dianya tak tahu. Selalu berusaha tapi dianya tak perduli. Mungkin ia tahu, tapi pura-pura tidak tahu. Menahan rasa gelisah setiap kali merindukannya. Sayangnya, rasa rindu itu hanya tertahan, tak terungkap. Intinya, Kayla mencin...