Kau. Mendengar lagu ini aku teringat akan dirimu. Tentang kita dulu. Tentang salju yang begitu dingin dan sebuah bunga yang cantik yang tumbuh di salju itu.
Kita bertemu secara tidak sengaja. Ketidaksengajaan yang aku sebut sebuah takdir yang indah. Kau duduk di sana. Bersama temanmu dan juga temanku. Kemudian aku datang. Dan seperti takdir yang indah aku mengenalmu.
Kau memang bukanlah orang yang hangat. Kita terjebak dalam ruang dan waktu yang sama. Ruang dan waktu yang membuatku bisa bersamamu lebih lama. Seperti takdir, rumahmu dekat dengan rumahku. Kita sering bertemu. Kita sering berada dalam satu ruang dan waktu yang sama kembali.
Awalnya aku hanya begitu ingin menaklukkan sikap dinginmu itu. Bagaimana caranya agar es yang mengelilingimu bisa kuhancurkan sehingga kehangatanmu bisa terasa. Namun entah apa aku sudah berhasil menghancurkannya atau kau sendiri yang mengizinkanku masuk, aku telah berada dalam zona "aku menyukaimu".
Tiba-tiba saja aku mengenal teman-temanmu. Tiba-tiba saja teman-temanku mengenalmu. Tiba-tiba saja kau mengundangku untuk masuk ke rumahmu. Rumahmu dan "rumahmu". Kau membuatkanku nasi goreng yang begitu enak. Dan aku tertawa kala itu, tak menyangka kau bisa menjadi sehangat itu dan pintar memasak. Lalu kau mengejekku bodoh karena tak bisa memasak sama sekali.
Kurasa, semakin lama aku semakin masuk ke dalam dirimu. Hal itu indah namun ternyata ada bagian yang tak indah. Kau. Tentang perasaanmu akan wanita. Tentang perasaanmu akan pria. Kau lebih memilih perasaan yang tak seharusnya kau pilih.
Memang waktu itu kau sedang tak menjalin hubungan dengan pria manapun. Namun mengetahui ada pria dalam "masa lalumu" dan "masa depanmu" mampu membuatku mundur teratur. Ini mengejutkanku. Aku tak pernah menyangka bahwa dirimu bisa begitu. Aku tak pernah menyangka bahwa aku akan bersaing dengan seorang pria nanti.
Jadi kuputuskan untuk mundur. Aku sadar aku telah jatuh cinta. Justru karena aku sadar aku mundur. Biarlah, mumpung perasaan ini masih sebesar biji jeruk. Aku tak akan mengejarmu. Bersaing dengan wanita bisa kuatasi, namun bersaing dengan pria? Sepertinya aku tak cukup tangguh.
Namun temanmu yang menyebalkan itu menghubungiku. Dia bersuara serak dan nada suaranya lebih dingin darimu. Dia lebih kasar. Namun entah kenapa dibalik kekasarannya aku menemukan kelembutan. Dia berkata, "Bodoh. Apa yang kau lakukan? Temanku begitu menyukaimu, dan aku sungguh tak mengerti kenapa dia bisa menyukai gadis sepertimu. Kau sama saja seperti Angel. Membuangnya begitu saja."
Dan aku hanya bisa menjawab ejekan-ejekan itu dengan, "Apa maksudmu?"
Kemudian dia menjawab, "Dia sakit dan tak henti-hentinya mengigau namamu. Ah, sudahlah. Gadis bodoh sepertimu tak akan mengerti."
Dia menutup telepon.
Di pagi yang dingin, berawan, dan mendung itu aku hanya bisa terdiam. Apa maksudnya? Dia sakit? Bukan. Bukan itu yang aku bingungkan. Dia mengigau namaku? Dia menyukaiku?
Benarkah begitu?
Kemudian sepulang sekolah aku segera ke rumahmu. Keputusan untuk kembali bertemu denganmu telah kuambil. Itulah jalan yang kuambil. Bagaimanapun, aku selalu terbayang-bayang kata-kata temanmu yang menyebalkan itu. Bagaimanapun, hatiku mengalami musim semi yang indah ketika mendengar temanmu berkata, "Temanku begitu menyukaimu".
Kau tinggal sendiri. Pintu rumahmu tak dikunci. Aku langsung saja masuk dan memanggilmu. "Kak Ken," panggilku. Kau memang lebih tua dariku. Jauh lebih tua. Kita berbeda empat tahun. Tetapi biarlah, itu bukan masalah untukku. Bagiku menyukai seseorang tak pernah dibatasi oleh umurnya. Seberapa tua dirimu, seberapa muda dirimu, jika aku menyukaimu, maka aku menyukaimu.
KAMU SEDANG MEMBACA
If You
RomanceAku sadar aku telah jatuh cinta. Justru karena aku sadar aku mundur. Biarlah, mumpung perasaan ini masih sebesar biji jeruk. Aku tak akan mengejarmu. Bersaing dengan wanita bisa kuatasi, namun bersaing dengan pria? Sepertinya aku tak cukup tangguh.