"Aku akan menjemputmu setengah jam lagi" pesan itu masuk ke dalam nomer telfonku dengan nama pengirim Gio.
Setelah ku baca pesan singkat dari Gio, lalu ku putusan untuk menghubungi Egar yang sekarang ini adalah kekasihku.
Egar tidak pernah melarang aku untuk menjaga jarak atau menjauh dari Gio, tapi setidaknya dengan aku memberitahu Egar aku sudah mulai terbuka padanya. Ku cari nama nya di kontak hp, setelah ku menemukan namanya langsung ku pencet tombol hijau dan mulai terhubung dengan nya.
"Ada apa nggi? " suara serak itu mulai terdengar dari seberang. Aku memang jarang sekali menghubungi nya, ya mungkin karena kesibukan dia sebagai pengacara muda yang membuatku untuk lebih memahami kesibukan nya. Oleh karena itu mungkin Egar agak heran kalau aku menghubunginya.
"Hmmm...aku mau pergi sekaligus reuni dengan anak - anak Sma."suara tersedak - sedak muncul tiba -tiba di kalimat yang barusan ku ucap. Bukan nya gugup atau takut, cuma... Lebih tepatnya mungkin was - was dengan respon apa setelah aku mengeluarkan kalimat itu.
"Oke, sampai jam berapa ngii? Perlu ku jemput pulang nanti? " respon cowok itu dengan nada tenang terdengar dari seberang sana.
"Gausa repot - repot gar, aku bisa pulang sendiri" jelasku dengan nada tenang mulai menguasai diri saat ini.
"Sudah ku bilang, kamu pacarku, calon istriku. Jangan pernah merasa direpotkan seperti itu sayang" suaranya kali ini terdengar kecewa dengan ucapaku barusan, aku merasa bersalah saat ini. Apa aku salah selama ini? Menganggap perhatian nya untuk ku selalu meropotkan baginya?.
"Yauda kalau begitu kamu jemput aku jam 9 malam di rumah Jenn ya Gar. Maaf sudah baut salah paham ke kamu" jawabku berhati - hati lebih dari sebelumnya.
"Ok gapapa ngii, see you yaa." kalimat terakir darinya itu menutup membicaraan kita.
**
Suasana di mobil Gio saat ini sangat sunyi, terdengar keramaian jalanan di sore hari. Ku pandangi sepanjang jalanan kota Surabaya dengan tatapan kosong. "Sejak kapan kamu sudah kembali ke Surabaya?" suara itu kembali terdengar langsung melewati telinga ku.
"Cukup lama" jawabku singkat. Terdengar tawaan kecil di bibir cowok itu mendengar jawabanku barusan. Ingatku terakhir mendengar ia tertawa adalah pada saat makan malam di salah satu Depot makan terkenal lima tahun yang lalu.
Cowok itu mulai memencet bel rumah Jeen. Terdengar keramaian di dalam sana, entah apakah Jeen mendengar suara bel itu. "Kalian datang berdua" ucap Fero setelah membukakan pintu rumah dengan nada mengejek.
"Sial ! Apa yang sebenernya kamu mau" respon Gio kesal mendengar ejekan Fero barusan. Jelas saja Gio marah, aku tau Gio mengajak ku berangkat bersama juga karena kemauan mereka semua.
Kalau bukan karena temen - temen Sma yang terlalu egois ini gak bakalan Gio mengajak aku berangkat bareng dan juga aku menerima ajakan Gio.
Pesta Ulang tahun Jeen sekaligus reunian Sma kali ini berjalan meriah. Ada beberapa dari mereka yang sudah berubah. Ada yang sudah menikah, ada yang sudah memiliki anak, dan ada juga yang akan melangsungkan pernikahan dalam waktu dekat.
Eh tunggu dulu, banyak juga yang masih sama seperti dulu. Mereka yang berstatus Single dan Berpacaran. Seperti aku.
"Di jemput?" suara seorang Cowok membubarkan pandanganku ke langit - langit. Aku menoleh sebentar ke sesosok Cowok yang tadi terlihat samar dimataku.
"Eh kamu" ucapku dengan ketawa kecil melihatnya yang kali ini sosok nya sudah jelas di mataku. Fero. Cowok berkulit putih, tampan, tinggi tapi sayangnya cukup kurus jika dibandingkan dengan postur tinggi nya.