Bagian dua

145 11 2
                                    

Sebelum update, penulis ingin meminta maaf karena kemarin sempat vakum cukup lama, serta pembawaan cerita yang disampaikan masih terbilang cukup buruk. Terimakasih untuk yang sudah membaca cerita penulis serta memberikan review yang positif, penulis akan mengusahakan update secepatnya.

Selamat membaca kelanjutan cerita ini

-------------------------------------------------------

Aku terbangun dengan nafas tersengal, sial! Bagaimana bisa kejadian hampir 3 minggu lalu menjadi mimpi aneh semalam. Astaga sekarang aku baru sadar kami berdua kesiangan.

"REEIIII!!!! Bangun sekarang atau aku siram air jeruk ke wajahmu!" Menyebalkan sekali laki-laki ini. Akibat ulahnya semalam, aku jadi kesiangan untuk ke kampus. Aku bangkit dari tempat tidur dan meninggalkan Rei yang masih meringkuk dalam selimut, terserahlah dia memang pemalas.

Aku langsung mandi dan bersiap untuk berangkat ke kampus, sekiranya masih ada waktu satu jam untuk mengejar mata kuliah kedua. Seperti biasa, aku selalu mengenakan pakaian super santai. Kemeja flannel coklat, ripped jeans hitam, tas coklat selempang, serta sepatu converse berwarna biru dongker dan tidak lupa make up seadanya. Ya begitulah aku, perempuan yang paling malas jika harus berdandan dengan 7 lapis bedak hanya untuk ngampus, bagiku tidak terlihat kumal saja sudah cukup. Aku menuruni anak tangga menuju meja makan, ternyata Rei sudah bangun.

"Aku kira kamu masih berkutat dalam selimut sendirian, ternyata udah disini." Aku memeluknya dari belakang, mencium punggungnya dan meninggalkan bekas lipstick di kaos putihnya. Rei berbalik dan mengacak rambutku.

"Kamu kira aku sesusah apa untuk bangun hah? Nanti aku antar ke kampus ya, sekarang kamu sarapan dulu. Tidak ada penolakan karena roti dan susu udah aku buat." Rei mencium pipiku, lalu bergegas menuju kamar mandi. Laki-laki itu selalu berhasil memperlakukanku seperti putri dalam dongeng, walaupun dia pernah membuat hatiku membencinya, tapi Rei tetap menjadi dirinya yang aku kenal.

Handphone ku bergetar, ada panggilan dari nomor yang tidak dikenal.

"Siapa ini?" tanyaku.

"Saaaa!! Lo dimana? Astaga, gue cari lo keliling kampus tapi ga ketemu." Ucap laki-laki di sebrang sana, kedengarannya dia panik.

"Ada masalah apa?" tanyaku santai, dia adalah Dewa. Sahabat laki-laki satu-satunya yang terbaik dan selalu membantuku dalam setiap masalah, dan aku tahu kalau sekarang ada masalah dengan dirinya, oleh sebab itu dia mengganti nomor handphonenya.

"Lo dalam masalah sa, bisa cepat kesini? Masalah absen lo di jam kedua udah diurus." Aku tahu masalah ini bisa jadi besar, karena suara Dewa sangat meyakinkan bahwa kondisinya sekarang tidak baik.

"Gue langsung kesana, tunggu sekitar 30 menit" jawabku berusaha meyakinkan. Aku tidak berselera sarapan, rasanya ingin sekali langsung menemui Dewa namun aku masih harus menunggu Rei karena dia pasti akan bertanya-tanya.

"Reiiii kamu mandi lama deh, aku takut telat nih. Aku berangkat sendiri ya."

"Sebentar saa, 1 detik lagi." Laki-laki itu memang aneh, yaa setidaknya aku tidak terlalu memusingkan apa yang nani terjadi jika Rei disampingku. Tidak lama kemudian, Rei keluar dengan balutan kaos abu-abu yang pas di badan serta celana boxer hitam dan handuk yang masih melilit di leher.

"Satu detik kan? Eh tunggu, kenapa rotinya masih utuh? kamu mogok makan?" Tanya Rei ketika melihat roti yang dia buat masih utuh tanpa tersentuh sedikitpun.

"Aku buru-buru Rei, aku berangkat sendiri aja kalo kamu lama." Aku bergegas meninggalkan ruang makan, dan buru-buru menyambar kunci mobil di atas meja kerja.

"Sa, ayo aku antar. Aku yang bawa mobil aja ya, pakai mobilku. Aku ga perlu ganti baju lagi, kita langsung berangkat. Oke" Rei menuntunku sampai aku benar-benar duduk manis di dalam mobilnya.

"Nanti kamu kesini lagi kan?" tanyaku

"Mungkin malam, nanti aku mau langsung ke rumah Evan"

"Baju sama jeans kamu gimana? Masa mau kerumah Evan kaya gitu."

"Tenang aja sayang, mobil ini rumah ke 3 aku." Rei tersenyum dan kembali focus ke jalan.

"Re, 30 menit aku harus sampai kampus. Perlu aku yang bawa mobil kamu?" Aku mulai gelisah, perjalanan ini terasa lama secara tiba-tiba.

"Nope just 20 minute" Rei langsung terfokus ke jalan dan menancap gas. Dia sangat pengertian.

15 menit kemudian aku sampai di kampus. Setelah berpamitan dengan Rei, aku langsung berlari mencari Dewa. Biasanya dia ada di tempat rahasia kami, ruang kosong belakang kampus.

"Saa! Lexa, gue disini." Aku menoleh kearah pintu yang setengah terbuka, itu suara Dewa. Aku menghampirinya dan menutup pintu ruangan.

"Kenapa? Masalah besar?" tanyaku.

"Amat sangat besar, polisi lagi mencari keberadaan lo. Permainan yang lo buat 3 minggu lalu salah langkah."

"Kenapa bisa? Villa gue udah kelacak?"

"Untungnya belum, tapi kemungkinan polisi bisa menemukan tempat itu. Sekarang lo harus memutuskan segala akses yang berhubungan dengan keberadaan lo. Permainan lo kemarin ada saksi mata satu orang." Aku baru ingat, kemarin aku menggunakan kacamata biasa dan di tempat itu ada supir taksi. Kenapa aku bisa melupakan hal ini?

"Sa, rencana gue cukup signifikan supaya lo aman. Sementara koneksi internet di kehidupan lo harus terputus, masalah saksi dan korban yang di duga hilang biar gue yang tanganin. Besok – besok kalau punya rencana jangan dilakuin sendiri, karena urusan yang kaya gini lebih merepotkan gue" Dewa berusaha menenangkanku, aku percaya dengan dia karena selama ini setiap proses pembunuhan yang aku lakukan selalu tidak terlacak. Hari ini aku memutuskan bolos kuliah dan menyusun rencana pembebasan dengan Dewa.


Note : Ditunggu review dan votenya^^ cerita dilanjut jika sudah mencapai 10 vote

salam..

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 18, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Psychopath GamesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang