1. First Met

92 13 3
                                    

Yuta memindahkan buku-bukunya yang semua di kardus ke dalam rak. Dia memilahnya menurut jenisnya. Bahkan ia sempat menggeleng-geleng kepala ketika sadar bahwa koleksinya sendiri sudah cukup untuk membuka sebuah perpustakaan.

Setelah selesai, ia keluar apatermen barunya. Apatermen yang memiliki sebuah tangga penguhubung dari kamar atas hingga ke lantai dasar. Yuta bersandar lalu menghirup udara sebanyak-banyaknya. Mengisi kekosongan di paru-parunya.

"Haaah." Ia menghembuskan nafasnya keras.

Seseorang dari tangga atas turun. Yuta menoleh kearah sosok gadis itu. Sadar ia dipandangi, gadis itu tersenyum ke arah Yuta hingga ia terpleset satu anak tangga. Beruntung, ia berpengangan.

"Are you okay?" Tanya Yuta yang kaget.

Gadis itu mengangguk, lalu segera turun.

Yuta mengeluarkan ponselnya, menekan beberapa nomor yang tanpa dia simpan pun dia sudah hafal. Yuta menjejalkan tangannya yang lain ke saku celana sambil menunggu telfon itu diangkat.

"Moshi-moshi?" Jawab orang disebrang sana setelah nada telfon panjang berhenti.

"Mama." Yuta tersenyum, "Aku baru selesai beres-beres."

Terdengar dengusan. "Yuta, pake bahasa Jepang dong!"

"Lah, mama sendiri pake bahasa Indonesia. Lagian udah disini aku, ngapain masih pake bahasa Jepang."

"Ya, ya. Besok sekolah ya? Cie jadi bule!" Suara yang ia panggil mama itu terkekeh.

Yuta ikut tertawa. "Ma, aku boleh dong pake lo-gue kaya temen-temen?"

"Yup. Tapi jangan berubah tengil, papa kamu bisa ngamuk ntar."

"Yakali Ma, aku pake lo-gue ke papa. Udah ya, Yuta mau cari makan dulu."

"Yut- Yuta," Panggil Mamanya. Yuta menempelkan ponselnya ke telinga lagi. "Kamu bawa apa aja kok ongkos pindahannya banyak banget?!"

"Jiwa-jiwa Yuta yang lain." Ia tertawa geli mengingat buku-bukunya yang lebih banyak daripada bajunya sendiri. "Udah ya, bye, Ma!"

Saluran telfon terputus.

Mobilnya baru datang besok ditambah ia belum tau kemana harus ia pergi, Yuta berdiri bersandar di sebuah tiang lampu disisi lain trotoar. Yuta memperhatikan keadaan sekitarnya yang tidak jauh beda dengan kehidupannya di Tokyo, padat.

Yuta mendesah, lalu berbalik.

"Ah, sumi-- maaf." Ujarnya langsung meminta maaf melihat ada seseorang yang ia tubruk. Orang yang sama yang ia temui tadi ditangga.

Orang itu mengusap-usap kepalanya, lalu mendongak karena tinggi badannya hanya hingga dada Yuta. "Iya, gak apa-apa." katanya.

Yuta tersenyum simpul. "Beneran?"

Orang itu mengangguk, lalu pergi berlalu. Seperti cerita lama, orang yang ditabraknya tadi menjatuhkan sebuah sapu tangan. Tanpa babibu, Yuta segera mendengarnya.

"Nona!" Teriaknya, hingga beberapa pejalan kaki menoleh.

Orang yang tadi menoleh seolah tau bahwa dia yang dipanggil. "Eum.. ya?" Ia mengangkat alisnya.

"Punya anda, eh-- maksudku punyamu." Yuta mengatur nafas. Saking buru-burunya ia sampai menggunakan bahasa formal.

"I can talk with english, kok." Orang itu tersenyum, mengambil sapu tangannya. "Anyway, thankyou."

Yuta menggangguk. "Sama-sama. Tapi aku udah bisa bahasa Indonesia, cuma agak kaku ajasih."

"Oh gitu, eh--" Orang itu menarik badan Yuta yang berdiri di depan pintu busway.

Cover MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang