Sebuah Tatapan

67 2 0
                                    

SMA 'Putra Bangsa' di sinilah aku bersekolah. Sekolah menengah atas yg menjadi salah satu sekolah menengah swasta favorit. Bangunan ini masih terlihat kokoh walau sudah lama berdiri, bentuknya yg leter U dengan lapangan yg lumayan besar berada di tengah. Bangunan ini dikelilingi dengan tumbuhan yg asri di sekitar pekarangannya membuat udara disekitarnya sejuk. Bangunan ini memiliki tingkat tiga dengan cat bewarna hijau mewarnainya. Tentu saja isinya anak-anak yg sebagian besar orangtuanya berpenghasilan tinggi, namun ada juga yg berpenghasilan biasa yg bisa bertahan karena program beasiswa.
Namaku Nita oktaviani, aku akrab dipanggil Nita, aku gadis yg berperawakan tinggi, dengan rambut hitam dengan ikal di bawah rambut ku. Hari ini hari ketiga di tahun ajaran baru, sekarang aku duduk di bangku kelas 2 SMA.
Suasana kantin siang ini begitu ramai, sepertinya siswa-siswi 'Putra Bangsa' sedang kelaparan, aku dan teman eh sahabat-sahabatku lebih tepatnya telah duduk di salah satu meja kantin. Kami berjumlah sembilan orang, banyak yaah? haha begitulah memang, mereka sahabat yg seru, kita apa adanya, konyol, namun memiliki perbedaan sifat, tapi itu tidak menjadi halangan untuk kita bareng-bareng. nama sahabat ku adalah, Devia, Ester,biyah,aulia,asha,putri,Mia, Nia, dan aku, Nita.
"suee banget, hari ini gue ekonomi, abis perkenalan guru langsung belajar njiiir, semangat 45,amat tuh guru, heran gue" celoteh devia sambil mengunyah gorengan yg ia pesan, sahabatku yg lain hanya ketawa mendengarnya.
" hahahaha, bu Tati yaa? gue juga keamaren, gila emang" tambah biyah. Aku hanya terdiam memikirkan sesuatu, sesuatu yg mengganjal sejak hari pertama aku masuk kelas baru.
" tapi itu wali kelas lo kan nit?" sayup-sayup kudengar suara Asha padaku. Aku bergeming tak langsung menjawab pertanyaannya, dengan tanganku yg terus mengaduk-aduk jus mangga yg kupesan, tatapanku lurus kedepan, menatap koridor sekolah, namun entah apa yg kutatap.
"woooyyy!!!" senggol Devia yg duduk di sebelah kananku, aku tersontak kaget.
" hah? apa?" ujarku membulatkan mataku, yg terlihat semakin membesar karna aku memakai softlens hitam untuk membantu penglihatan ku, yaa! mataku menderita miopi alias rabun jauh.
"yeeee.. ditanyain juga, bengongin apa sih lu?" omel ester, pemilik rambut coklat dengan rambut ikal dibawahnya sama denganku cuma bedanya aku bewarna hitam.
"engga, cuma lagi liatin junior baru aja" balasku enteng, tentu aku berbohong.
"ciee banget daah, yg jadi kakak kelas" kata putri mencolek pipi ku, entah apa maksudnya, adakah yg salah dari jawbanku? bukan kah dia juga kini sudah menjadi kakak kelas?.
"nit, bu tati wali kelas lo emang?" tanya Mia. Aku mengangguk cepat.
" kasian deh lo dapet walikelas yg nyebelin gituu" ujar Mia lagi, aku berpikir sejenak, menurut ku bu Tati sepertinya tidak killer seperti guru matematika ku, memang sih, seusai perkenalan ia langsung memulai pelajaran ekonomi tanpa basa-basi yg lain, namun keliatannya ia baik, dan aku menyukainnya.
"tidak, gue ga nyesel, kayaknya dia care gitu deh sama anak kelasnya, dan baik juga kayaknya, gue sukaa!" jawabku lalu menghabiskan jus ku.
" hmmmmm awalnya doang baik ntar juga keliatan nyebelinnya" balas Putri, diantara kami, dialah yg paling enggan berurusan dengan pelajaran kecuali olahraga, menurutnya semua pelajaran sama saja, tidak ada yg menyenangkan, alasannya memilih jurusan ips, karena tidak mau pusing, namun nyatanya, ia masih tetap harus dipusingkan dengan pelajaran ips, soal matematika dan ekonomi contohnya.
'Kriiiiiiiinngg'
Bel berbunyi, aku dan sahabatku beranjak dari kantin menuju kelas masing -masing, karena kami kelas 2 makanya kelas kami berada di lantai 2, lantai 1 adalah kelas untuk kelas 3, beserta ruang guru, lab, ruang kepsek, TU, ruang Bk, lantai 3 adalah untuk kelas 1. kami memasuki ruang kelas masing-masing, diantara kami, akulah yg tidak punya teman maksud ku tak ada sahabat ku yg sekelas dengan ku, Mia dan Nia ada di 11 ips 4, Aulia,Putri dan ester, asha ada di 11 ips 3, biyah dan devia ada di 11 ips 2, sedangkan aku ada di 11 ips 1, benar-benar menyebalkan.
"semangat guyysss" ujar Nia ketika kami hendak berpisah masuk ke kelas masing-masing.
"sampai jumpa istirahat keduaaa" tambah putri. Mereka masuk ke kelas masing-masing, kelas kami berjejer, kini aku hanya mematung di depan pintu kelas, pintunya tertutup, aku takut untuk masuk, bagaimana kalau gurunya killer? dan aku disuruh keluar? kalau sahabat-sahabat ku sih enak, mereka ada barengnnya, lah aku? sendiri bro! gimana kalau aku kena semprot, didepan kelas? aarghhh! aku benci jadi pusat perhatian. kuulurkan tanganku kedepan hendak membuka pintu, namun ku tarik lagi, kumajukan lagi, namun kutarik lagi tanganku.
"masuk gak yaah" gumamku panik. aku meremas tanganku.
"masuk! gue harus masuk!" tekadku, terdengar suara tertawa dari dalam, fiuuuhh! sepertinya gurunya tidak menakutkan, yaaa semoga saja. kuketuk pintu kelasku.
'Tok Tok Tok'
'Cekleek'
kubuka pintu kelas dengan berani.
"maaf paak, saya terlambat" kataku takut-takut sambil menginjakan kaki kanan ku masuk ke kelas, benar saja, tatapan semua orang yg ada di kelas ini tertuju padaku, bak aku adalah daging santapan sementara mereka harimaunya. Belum lagi tatapan bapak guru yg kini duduk di salah satu meja siswa, menatap ku dengan tatapan yg tak bisa ku gambarkan, akan marahkah dia? entahlah, lagian aku bukan terlambat, hanya dia saja yg terlalu cepat datang. Ia masih menatap ku, serasa mati kaku, aku menutup pintu kelas, lalu berjalan ke arahnya, menyalamnya dan mencium tangannya, sebagai hormatku padanya, dia masih menatapku.
" maaf pak" ujar ku
" murid kelas ini?" tanyanya. fiuuhh! yaa iyalah, kalau bukan ngapain coba aku masuk, ingin rasanya aku berkata seperti itu, hanya saja dia guruku.
" iyaa pak, saya murid kelas ini" jawabku berusaha senyum, tatapan satu kelas masih tertuju pada ku.
"oohh, yaudah duduk" ucap bapak itu, jantung ku mencelos lega, aku bisa bernafas normal, ternyata dia tidak memarahiku, dengan cepat aku duduk di kursiku, di bagian depan.
" dari mana sih lo?" bisik febri teman sebangku ku, aku hanya cengar-cengir sambil membuka buku kosong ku.
"dasaar! ratu telat" ejek febri lagi, kembali aku cekikikan, bapak itu kembali meneruskan ucapannya, ternyata namanya bapak Marlin guru sosiologiku. Aku berusaha mendengar ucapannya, namun tatapan itu kembali mengusikku, aku memang selalu peka jika ada yg menatap ku secara intens, tatapan yg berasal dari sebelah kiriku, kulirik lagi kesebelah kiriku, tepatnya org yg di seberang febri, karna antara febri dan orang itu terpisah jarak untuk bisa jalan. saat kulirik, ia berpura-pura kembali menulis, ada apa dengannya? adakah yg salah dengan seragam ku? rambutku? wajahku? entahlah, atau aku yg kegeeran merasa ditatap? aku tak ambil pusing, kembali ku dengarkan pak Marlin berbicara.

Bersambung.......

Secret AdmirerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang