"Tolong.... tidak....tolong jangan bunuh aku..."
Anna hanya diam dan terus menatap lelaki tua yang hampir memperkosanya itu.
"Tolonglah... ini bisa kita bicarakan baik-baik... tolong maafkan aku"
"dorrrr...."
Suara tembakan terdengar jelas di telinga Anna. Tubuhnya kaku... tangan dan bibir merahnya gemetar... mata birunya terus melihat orang yang baru saja ditembaknya terbujur kaku... tak bernyawa dengan pistol yang berada di tangannya. Ada rasa ketakutan langsung menjalar di pikirannya. Bulu kuduknya berdiri.
Anna mendekati orang tersebut. Didekatkannya telinga ke dada laki-laki tua yang sering mengganggu hidup Anna dan adik perempuannya itu. Tak terdengar detak jantung pikirnya. Anna meletakkan jari telunjuknya dibawah hidung lelaki tua itu. Dia juga tak bernapas lagi.
"Oh Tuhan...apa yang telah kuperbuat... bagaimana ini..." bisik Anna pada dirinya sendiri.
Anna menekan daerah yang terkena tembakan dengan terus meneteskan air mata penyesalan. Tetapi darah mengucur dengan derasnya. Tak bisa dihentikan. Baju putih yang dikenakannya lelaki tua itupun berubah menjadi merah seketika.
Anna menoleh kebelakang. Tidak ada orang lain pikirnya. Tidak ada yang melihatnya melakukan pembunuhan di gang sempit yang gelap gulita itu.
Ada rasa lega sekaligus cemas mengikutinya. Lega karena tidak ada lagi lelaki tua brengsek yang mengusik kehidupannya. Cemas...takut... kalau...kalau... dia ditangkap karena membunuh orang yang memang pantas dibunuh karena kebejatannya.
Sekali lagi Anna menoleh kebelakang untuk memastikan kalau tidak ada yang menyaksikan pembunuhan yang dilakukannya di malam yang hanya disinari terang bulan dan tidak ada satu bintangpun muncul di malam itu.
Tapi setelah menoleh untuk yang kedua kalinya dirinya terkejut mendapati seorang lelaki paruh baya. Samar-samar di dalam kegelapan dilihatnya lelaki paruh baya itu memakai setelan jas dan kacamata hitam.
Terdengar suara sepatu pantofel yang beradu dengan aspal dingin semakin mendekatinya. Semakin dekat semakin terdengar jelas dan detak jantung Anna pun semakin cepat. Jantungnya seakan mau lepas dari tempatnya. Deru nafasnya seakan beradu.
"Ohh... Tuhan. Bagaimana ini ? Apakah itu polisi ? Atau detektif ? Bagaimana nasib Ruby kalau aku sampai dipenjara ?" Anna berkomat kamit tidak jelas. Sambil menunggu nasibnya akan jadi seperti apa nanti.
"Namamu Arianna walter, bukan ?"
"Iy...iya..." jawabnya dengan terbata-bata dan diiring rasa penasaran. Di lihatnya lagi lelaki paruh baya itu sambil membuka memori di kepalanya. Apakah paman ini dan aku saling mengenal ?
"Aku sudah lama mengamatimu. Aku ingin kau menjadi orang kepercayaanku ?"
Anna tidak mengerti apa yang dibicarakan paman itu. Mengamati ? Orang kepercayaan ?
"Kau mau bekerja padaku. Aku akan membuatmu kaya dan tidak ada seorang pun yang bisa meremehkanmu lagi" lelaki paruh baya itu mengatakannya dengan nada tegas dan berwibawa.
"Kalau kau mau aku akan membereskan masalah sepele ini. Lelaki tua brengsek itu memang pantas dibunuh" lelaki paruh baya itu mengatakannya sambil membungkukan badannya dan sedikit berbisik.
Anna hanya bisa menganggukkan kepalanya. Bingung apa yang harus dilakukannya. Tapi ada sedikit keraguan yang ada dibenaknya.
"Apakah Paman benar-benar bisa menyelesaikannya ? Apakah aku benar-benar tidak akan dipenjara ?"
"Tenang saja. Selama kau ada di kota San Pedro Sula. Hal itu akan mudah" katanya sambil tersenyum sinis.
Pembunuhan di kota San Pedro Sula memang sering terjadi. Di kota dengan iklim tropis ini, sering terjadi pembunuhan janggal yang dianggap biasa oleh warganya. Dikarenakan banyaknya gangster dan gembong narkoba. Setidaknya 3 pembunuhan per hari terjadi di kota San Pedro Sula. Membunuh orang di kota ini diumpamakan seperti membunuh ayam. Sampai-sampai ada yang mengatakan bahwa Setan Hidup di San Pedro Sula.