Jika mencintaimu adalah kesengsaraan, maka aku rela hidup dalam kesengsaraan lagi dan lagi. Dan jika aku sudah mulai bosan, maka aku akan membenturkan kepalaku dan mulai mencintaimu lagi dari awal. -Deira D. Franklin
————
Pernahkah kamu mencintai seseorang sehingga tak tau bagaimana rasanya mencintai orang lain? Rela menjatuhkan harga diri, sampai menulikan kedua telinga? Aku, pernah merasakannya--bahkan hingga saat inipun aku tetap merasakan hal itu.
Gila. Tentu saja aku sudah mulai gila. Bagaimana mungkin aku jatuh cinta pada seseorang yang bahkan baru aku kenal kurang dari 24 jam. Tapi, karena aku sedang berada di atas awan saat ini, maka aku tidak akan mendengarkan siapapun yang mengatakan aku gila dan sebagainya. Oh ayolah, tak pernahkah kalian mendengar The Power of Love at the First Sight ?. Tidak pernah ya? Maka sekarang kamu sudah mendengar kata itu barusan.
"Deira, ayo sarapan. Malah bengong, kesambet baru tau rasa." omel mamaku yang cantik jelita, siapa lagi kalau bukan mama Tika? Mamaku yang ternyata benar benar mengidolakan pria pria berskinny jeans hingga membuat papa hampir darah tinggi karena cemburu. Hah, udah sah jadi istri aja masih dicemburuin, laki laki emang.
Aku mengangguk dan menghabiskan sarapanku dengan cepat. Hari ini adalah hari pertamaku di Indonesia setelah 2th tidak pernah mengunjungi negara yang sedang beriklim panas kelahiran mamaku ini. Soal bahasa? Jangan ditanya, aku sudah belajar Bahasa Indonesia hingga fasih. Selesai sarapan, aku langsung pamit ke kamar dan menjalankan rutinitasku seminggu belakangan ini : Menstalking socmed Bray. Apa terdengar creepy? Ah, tentu saja tidak. Kalau aku sampai ngintilin dia ke rumahnya, itu baru creepy. Betul tidak? Apalagi Bryan sekarang lagi di Indonesia. Indahnya dunia~
Abrianna's Calling...
Aih, ngapain sih ni anak pake nelfon segala ? Udah tau lagi seru liat liat foto si ganteng Bray di instagramnya, malah diganggu. Coba aja kalo si Abby ini bukan sepupunya si Bray yang di Imdonesia, udah kena cincang juga dari kemaren. Akhirnya, dengan hati gondok aku mengangkat telfonnya.
"Kenapa neng?" jawabku ketus begitu aku mengangkat telfonnya
"Wohoo, woles chips. Gue cuma mau ngasi tau lo tentang misi kemaren yang belom kelar gara gara lo cerita sambil jejeritan fangirling sampe baper gegara disapa Bray kemaren."
"Astaga, gue sampe lupa itu rencana belom kelar, hehe" ucapku cengengesan sambil nyengir, padahal jelas jelas dia gak bisa liat
"Kebiasaan lu mah. Jadi, hari ini si Bray mau jalan tuh sama Cindy. Lo tau kan?"
Aku mengerutkan dahi, "Cindy siapa? Kagak, gue nggak tau."
"Astaga, lu hidup di jaman goa kali ye, itu loh yang kemaren dapet gelar Quenn of University New Student pas ospek. Masak lo lupa sih?"
"Wait, si Cindy-Cendol? Yang bener lu? Kenapa dia bisa ada di Indonesia juga? Astaga. No no, big no. Ini gak bisa dibiarin. Cindy-Cendol kan cetar, bisa bisa ayang Bray gue di embat. Duh duh, gimana dong?" tanyaku gelisah. Bahkan sekarang aku sudah bolak balik mengelilingi kamarku yang seluas lapangan sepak bola ini. Oke, ini terlalu berlebihan.
"Calm down, darl. Si Cindy itu punya keluarga di sini, dan dia lagi liburan, Jadi, misi kita kali ini adalah ngikutin si Bray ke tempat mereka janjian. Kemaren gue gak sengaja denger, dia katanya mau ke Cafe Heaven. Gue jemput jam 4 sore, oke?"
Aku menghela nafas, selalu begini. "Oke."
Dengan langkah gusar, aku keluar kamar dan melihat mama yang sedang merawat tanamannya di halaman belakang. Aku melihat mama yang terlihat masih sangat muda dan tetap cantik di usianya sekarang, pantas saja papa tetap tergila gila pada mama dan tidak melirik wanita lain selain mama. Aku menghembuskan nafas berat, seandainya Bray bisa seperti papa. Aku tertawa getir, gimana bisa kayak papa ? Dia aja gak suka kok sama aku.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Yours
Short StorySequel of Forever Love [Deira D. Franklin] karya Siti Nur Atika Berpartisipasi dalam event Give Away Alasan pemilihan cerita: Karna aku pernah ngerasain gimana berjuang buat seseorang yang kita cintai. Aku seolah oleh ngeliat refleksi diriku waktu b...